Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setuju apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) baru terkait pergantian calon kepala daerah yang terjerat masalah hukum di tengah-tengah gelaran Pilkada 2018. Soalnya, pemerÂintah tak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait pergantian calon kepala daerah yang jadi tersangka.
Lantas apakah tanggapan KPU terkait hal ini? Berikut pemaparan Komisioner KPU, Ilham Saputra kepada Rakyat Merdeka.
Pemerintah tidak mengeluarkan Perppu terkait pergantian calon kepala daerah yang menjadi tersangka. Sementara Kementerian Dalam Negeri menyarankan KPU menerÂbitkan PKPU baru terkait hal ini, bagaimana itu? Perppu itu juga kan mengacu pada undang-undang. Kalau undang-undang itu juga tidak berubah, maka kami juga tidak akan membuat norma baru terkait dengan diskualifikasi terhadap calon yang terjerat pidana korupsi.
Alasannya? Karena di undang-undang itu disebutkan calon kepala daerah yang ditetapkan tersangka bisa diganti apabila, pertama merÂeka tidak lolos tes kesehatan, mereka berhalangan tetap alias meninggal dunia, ketiga merÂeka terkena pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap. Jadi sekarang tersangka-tersangka ini belum berkekuatan hukum tetap.
Jadi tidak ada celah untuk membuat undang-undang baru? Acuan kami terhadap undang-undang ya. Jadi kami tidak akan membuat norma-norma baru.
Terus KPU tidak akan menerbitkan PKPU untuk menÂcari solusi terhadap persoalan adanya calon kepala daerah yang tersangkut masalah huÂkum? Ya tidaklah, kami sudah lama kok membuat PKPU. Ada peraÂturan KPU Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Acuan KPU apa? Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Tapi saat ini ada beberapa partai yang ingin menggantiÂkan jago calon kepala daerahnya yang terjerat kasus huÂkum. Bagaimana itu? Makanya kan partai sudah tahu konsekuensi dari undang-undang. Undang-undang itu kan konsekunsi mereka yang membuat di DPR. Dari awal kami sudah berbicara agar partai politik memilih calon yang tidak bermasalah.
Sebenarnya apa sih yang dikhawatirkan KPU, sehingga enggan membuat norma baru bagi calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum? Kami rawan digugat membuat PKPU baru. Dari mana norma baru itu kami buat, sedangkan undang-undang itu menyatakan seperti yang saya sampaikan tadi.
Seandainya kami membuat norma baru, pertama kami tidak kuat karena undang-undangnya mengatakan lain, maka itu rawan gugatan. Kami tidak mau PKPU malah menjadi persoalan hukum bagi kami.
Saat ini sikap di internal KPU sendiri seperti apa terkait kemungkinan untuk membuat norma baru dalam rangka mencari solusi bagi calon kepala daerah yang terÂsangkut hukum ini? Hampir semua komisioner KPU sudah bilang kok di media terkait hal ini. Sikap kita sama semuanya. Kecuali ada yang juÂdicial review terhadap pasal itu, kedua DPR melakukan revisi, namun kan membutuhkan waktu lama. Ketiga Perppu itu. Nah, sementara pemerintah tidak mau mengeluarkan Perppu.
Sampai saat ini belum ada solusi bagi partai yang ingin mengganti calonnya yang terÂjerat kasus korupsi? Sampai saat ini undang-unÂdang bicara begitu. ***