Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari; Perludem, YLBHI, Setara Institute, dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat memprediksi sejumlah model kampanye hitam berpeluang terjadi di Pilkada 2018. Antara lain; politisasi isu suÂku, ras, agama dan antargolongan (SARA) dan penyebaran berita bohong alias hoaks.
Selain itu, kasus ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN), Polri- penyelenggara pemilu serta praktik politik uang diprediksi akan banyak ditemukan di daerah.
Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja tidak memungkiri kekhawatiran itu semua masih akan terÂjadi di Pilkada 2018. Bahkan, dia menyebutkan, indikasi terjadinya kampanye hitam sudah mulai terjadi di masa kampanye di beÂberapa daerah. Berikut penuturan Rahmat Bagja kepada
Rakyat Merdeka:
Apa benar muncul kampaÂnye hitam di Pilkada 2018? Iya, memang indikasi kamÂpanye hitam itu sudah ada ya. Terus misalnya politik uang ada dua, kasus yang terjadi di masa kampanye. Isu SARA memang sudah mulai juga terjadi di masa kampanye. Itu sudah masuk di masa kampanye sekarang. Tetapi memang isu SARA itu belum terlihat jelas, namun itu masuk ke dalam kampanye hitam saja.
Kalau soal kerawanan? Indikasi kerawanan sebeÂnarnya sudah kita sampaikan sejak tahun 2017 lalu dan saat ini memang sudah terbukti terjadi di masa kampanye.
Memang pencegahannya bagaimana? Kita sudah melakukan beÂberapa pencegahan agar hal terseÂbut tidak terjadi, misalnya kita sosialisasi hal tersebut kepada masyarakat mengenai antipolitik SARA, antipolitik uang, terus kita juga memperkuat pengawas pemilu agar kuat taringnya untuk memperkuat kampanye, agar tidak melanggar undang-undang. Itu semua sudah kita perkirakan, sehingga semua itu sudah kita lakukan pencegahan dan penanÂganan perkarannya itu.
Kalau pendidikan kepada para peserta atau tim penduÂkung apakah diberikan juga oleh Bawaslu? Kalau untuk pendidikan keÂpada peserta sendiri kita masih lakukan, hal itu masih terus berjalan. Misalnya kita lakukan sosialisasi kepada para saksi, kepada calon anggota, kepada pasangan calon.
Terus kenapa indikasi kaÂsus-kasus itu masih banyak terjadi di masyarakat? Itu sih tergantung kepada masyarakatnya sendiri. Kita bisa melihat bagaimana penÂdidikan mereka dan kesadaran mereka.
Namun tentunya sebagai penyelenggara pemilu untuk mengedukasi masyarakat dan ini juga tugas dari negara, tugas pemerintah, tugas partai politik memberikan edukasi kepada masyarakat.
K
alau untuk isu SARA, daerah mana yang paling banyak terjadi? Untuk adanya indikasi kasus SARA itu terjadi di Kalimantan Barat.
Lho kenapa itu bisa terjadi di Kalimantan Barat? Nah, di sana itu ada pertarunÂgan antara calon gubernur yang Kristen-Kristen, Islam-Islam, Islam-Kristen, jadi sudah ada isu SARA itu di sana. Selain itu di Papua juga sudah ada isu SARA ini, dengan cara Kepala suku mendukung A, kepala suku mendukung B dan seterusnya.
Daerah lainnya apa masih ada? Ada juga memang terjadi di daerah Maluku terjadi isu SARA itu. Jadi indikasi terjadinya isu SARA di daerah-daerah tersebut sangat kuat.
Bagaimana supaya isu SARA ini tidak meluas ke daerah-daerah lainnya? Kalau bilang sangat kuat sekaÂli juga tidak ya, kan sudah ada kerjasama kami dengan pihak Kepolisian, dengan Kejaksaan, dengan Badan Intelijen Negara untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di masyarakat.
Selain SARA, bagaimana Bawaslu menanggapi prakÂtik politik uang yang diduga masih banyak terjadi? Masalah politik uang ini kita punya strategi untuk meningkatÂkan kesadaran masyarakat agar tidak menerima politik uang dan melaporkan kepada Panwas (Panitia Pengawas Pemilu). Kita juga melakukan peningkatan keÂpada Panwas untuk pengawasan terhadap tindakan pemberian politik uang.
Kalau mengenai keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri bagaimana? Dalam waktu 25 hari Bawaslu melakukan pengawasan kampaÂnye pilkada 2018, kita menemukan sebanyak 425 pelanggaÂran yang dilakukan oleh ASN, TNI, Polri, Lurah, serta Pejabat BUMN/BUMD.
Selain itu, kita juga menÂemukan adanya 49 pelanggaran kampanye di tempat ibadah dan lembaga pendidikan dan Jawa Barat menjadi provinsi yang paling banyak ditemukan peÂlanggaran kampanye oleh pihak lain dengan jumlah 163 pelangÂgaran. ***