Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusi Visme Islam Indonesia (57)

Faktor Kemelayuan

SABTU, 31 MARET 2018 | 09:08 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

ENTITAS etnik kemelayuan merupakan bagian yang am­at penting dalam mendukung terwujudnya inklusifisme da­lam Islam, khususnya yang berkembang di wilayah Asia Tenggara. Melayu adalah sebuah konsep masyarakat tertentu yang mendiami suatu wilayah tertentu den­gan kondisi obyektif budaya tertentu pula.

Melayu adalah sebuah etnik yang memiiki bahasanya sendiri yang lebih dikenal dengan bahasa Melayu (Malay language). Konsep keme­layuan adalah kristalisasi nilai-nilai obyektif yang hidup di dalam kawasan Asia Tenggara.

Melayu memiliki entitasnya sendiri yang memi­liki unsur distinctiveness dengan kawasan lain. Islam telah berhasil mengislamkan umumnya masyarakat Melayu. Namun tak dapat disangkal Islam yang masuk di negeri serumpun melayu sudah mengalami proses kemelayuan. Dengan kata lain, sebelum mengislamkan negeri Melayu terlebih dahulu terjadi proses pemelayuan Islam. Proses tarik menarik antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kemelayuan telah berlangsung lama, selama berabad-abad lamanya. Perlu diketahui bahwa etnik Melayu di masa lampau merupakan suatu kesatuan budaya yang tak terpisahkan satu sama lain. Belakangan dengan munculnya konsep negara bangsa (nation state) maka negeri ini terpisah-pisah.


Sejarah dan proses pengislaman melayu tidak banyak kesulitan karena antara keduanya memi­liki persamaan nilai-nilia mendasar. Persamaan itu antara lain, sama-sama menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusia, keadilan, persamaan hak, moral kesusilaan, etika sosial yang santun, percaya kepada Tuhan Yang maha Esa, toleransi, dan tenggang rasa. Pusat-pusat kerajaan negeri serantau tidak pernah tercatat melakukan peperangan dahsyat antara dua komunitas, yaitu antara komunitas Islam dan komunitas adat-istiadat lokal. Adaptasi dan integrasi nilai-nilai keduanya saling mengisi satu sama lain di sepanjang gugusan kepu­lauan nusantara ini dengan beberapa daerah pengecualian. Watak dasar budaya masyarakat melayu menjunjung tinggi azas kebersamaan dan kemanusiaan. Ini diperkuat dengan kondisi alamnya yang berpulau-pulau. Masyarakat pula biasanya memiliki budaya khusus yang disebut dengan maritime culture (akan dibahas tersendiri dalam artikel mendatang), yaitu budaya yang egaliter, menjunjung tinggi hak-hak kebersa­maan. Di sepanjang pantai orang-orang bebas mendarat sehingga persentuhan budaya asing lebih sering dialami masyarakat maritime dari pada masyarakat continental.

Masyarakat continental biasanya lebih berla­pis-lapis. Stratifikasi dan struktur sosialnya juga lebih rumit karena sudah terbiasa dengan gaya hidup daratan, pedalaman yang bebas dari gang­guan asing. Budaya melayu ikut berpengaruh di dalam penampilan kepribadian masyarakat Asia Tenggara, khsusnya Indonesia.

Faktor bahasa Melayu menjadi salahsatu hal yang amat penting di kawasan negeri se­rantau karena betul-betul bisa mempersatukan seluruh masyarakat di kawasan Asia tenggara. Meskipun ada perbedaan dialek tetapi struktur dan kosa katanya umumnya sama. Orang yang memahami bahasa Melayu bisa hidup dan berkomunikasi satu sema lain sesama negeri serantau. Bahasa melayu diperkaya oleh bahasa Arab sebagai wujud pengaruh Islam begitu besar di negeri ini.

Sebaliknya budaya kemelayuan ikut juga berpengaruh di dalam peradaban Islam Asia Tenggara. Islam di kawasan ini memiliki cita rasa budaya, peradaban, dan seni tersendiri, yang tak kalah dengan cita rasa Islam di timur Tengah. Kita bisa menjadi muslim terbaik tanpa harus menjadi orang Arab. Dipilihnya bahasa Melayu menjadi bahasa Nusantara atau bahasa nasional Indonesia, yang kemudian lebih popu­lar dengan Bahasa Indonesia, tentu didukung oleh kenyataan bahwa bahasa Melayu lebih sesuai dengan perasaan keadilan komunitas masyarakat di negeri serantau, yang ciri khasnya bersifat egaliter dan terbuka.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya