Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan, pemerintah sudah melakukan berbagai upÂaya untuk mengadvokasi kasus yang menimpa M Zaini Misrin, TKIyang dihukum pancung di Arab Saudi. Seperti diketahui, pada 13 Juli 2004 Zaini Misrin ditangkap kepolisian Makkah karena dituduh membunuh maÂjikannya, Abdullah bin Umar. Penangkapan itu atas laporan anak kandung korban. Di Arab, Zaini bekerja sebagai sopir pribadi Abdullah. Zaini telah diekÂsekusi mati Pemerintah Arab Saudi pada Minggu (18/3).
Sepanjang 2004 hingga kiÂni sebenarnya apa saja upaya yang sudah dilakukan pemerÂintah untuk membebaskan atau meringankan hukuman Zaini? Berikut penjelasan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid selengkapnya :
Selama ini apa saja sih yang telah dilakukan oleh pemerinÂtah untuk mengadvokasi Zaini Misrin dari hukuman pancung? Sebenarnya sejak awal, peÂmerintah sudah melakukan upaya-upaya maksimal. Dari zaman Presiden SBY, kemudian Presiden Jokowi, pemerintah sudah all out melakukan pemÂbelaan. Setelah ada informasi eksekusi, tim juga langsung berkunjung ke pihak keluarga Zaini di Madura.
Sebenarnya, sejak mengetaÂhui kasus ini pada tahun 2008, beberapa upaya yang telah diÂlakukan pemerintah antara lain 40 kali kunjungan ke penjara, dua kali penunjukan pengacÂara pada tahun 2011-2015 dan 2016-sampai saat ini. Lalu dua kali fasilitasi keluarganya di Indonesia untuk bertemu denÂgan keluarga korban pada tahun 2015 dan 2017, dan 16 kali pendampingan di mahkamah, lembaga pemaafan dan kepoliÂsian. Selain itu, pemerintah sudah 42 kali mengirim nota diplomatik dan surat dari Dubes atau Konjen RI kepada Kemlu Saudi dan pejabat tinggi Arab Saudi lainnya.
Di era pemerintahan sekaÂrang apa saja yang dilakukan? Ada beberapa upaya dari pemerintah, pada Januari 2017, Presiden Jokowi menyampaikan surat kepada Raja Saudi yang intinya meminta penundaan guna memberikan kesempatan kepada pengacara untuk mencari bukti-bukti baru. Pada bulan Mei 2017, surat presiden ditangÂgapi raja yang intinya menunda eksekusi selama enam bulan. Kemudian pada September 2017, Presiden kembali mengirimkan surat kepada raja yang intinya menyampaikan bahwa tim pemÂbela Zaini menemukan sejumlah novum atau bukti baru.
Jadi, kasus ini sudah tiga kali diangkat dalam pembicaraan Presiden Jokowi dengan Raja Saudi, satu kali diangkat dalam pembicaraan Menlu dengan Raja Salman, tiga kali diangkat dalam pembicaraan Menlu RI dengan Menlu Arab Saudi dan tiga kali pertemuan Dubes atau Konjen dengan Gubernur Makkah.
Tadi Anda mengatakan ada bukti baru, apa saja itu bukÂtinya? Salah satunya adalah kesakÂsian penerjemah dan meminta perkenan raja untuk dilakukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus ini. Lalu pada tanggal 20 Februari, diterimalah nota diplomatik resmi dari Kemlu Saudi yang intinya menyampaiÂkan persetujuan Jaksa Agung Arab Saudi untuk dilakukan PK atas kasus ini, khususnya untuk mendengarkan kesakÂsian penterjemah di Pengadilan Makkah. Sesuai dengan hukum acara pidana Arab Saudi Pasal 206, untuk kasus -kasus pidana dengan ancaman hukuman baÂdan seperti
qishas, ta’zir, had dan lainnya, hukuman secara otomatis ditangguhkan sampai proses PK selesai.
Hingga pada tanggal 6 Maret, diterimalah konfirmasi dari Mahkamah Makkah, yang menÂgatakan bahwa surat permintaan pengacara kepada Mahkamah Makkah untuk mendengarkan kesaksian penerjemah itu sudah diterima dan mahkamah memÂinta waktu untuk mengumpulkan berkas-berkas perkara.
Terus sejak kapan pemerinÂtah mendapatkan kabar Zaini akan dieksekusi? Nah, pada tanggal 18 Maret 2018, sekitar pukul 10.00 waktu setempat, baru diterimalah kabar tersebut. Setelah mendapatkan informasi itu, pemerintah meÂminta pengacara untuk mengÂkonfirmasi kebenaran berita tersebut. Setelah tiba di penjara Makkah, seluruh jalan di sekitar penjara sudah diblokade. Pada sekitar pukul 10.30 dan eksekusi diperkirakan dilakukan pada puÂkul 11.30 waktu setempat.
Tapi apa pemerintah Arab Saudi tidak bisa menginterÂvensi kasus ini sehingga Zaini bisa dibebaskan dari eksekusi tersebut? Jadi dalam hukum Saudi, tindak pidana di Saudi itu ada dua, yaitu Aammah (umum) dan syakhsiyah (pribadi). Kalau pribadi memang sangat terÂgantung pengampunan dari ahli waris. Intervensi negara dan raja tidak berlaku. Kalau untuk Kasus pembunuhan Zaini Misrin ini masuk kategori syakhsiyyah. Kalau pidana ammmah seperti merusak gedung dan membuat ketertiban umum, asal dapat pengampunan raja dan negara itu bisa. ***