Budi Susilo Soepandji/Net
. Mantan Gubernur Lemhannas Prof. Budi Susilo Soepandji mengatakan pertahanan nasional tidak mungkin dipisahkan dari isu geopolitik.
Ada tiga tantangan geopolitik masa kini yang harus diwaspadai Indonesia. Yaitu, modernisasi sistem persenjataan Rusia, proyeksi kekuatan Cina yang semakin kuat, dan potensi bergabungnya kekuatan ekonomi Cina dan Amerika (superfusion).
Dalam menghadapi tantangan-tantangan itu, Budi menyampaikan bahwa institusi pendidikan jangan selalu mengandalkan riset dan kerja keras semata, namun juga harus mulai memperhatikan aspek legal.
"Faktor yang menentukan supremasi dalam konflik masa kini adalah poin legal dan ethical advantages. Hukum berperan sebagai titik temu kepentingan-kepentingan dalam proses geopolitik," ujar Budi dalam forum kebangsaan Universitas Indonesia (UI), di Balai Sidang UI Depok, Kamis (8/3).
Selain Budi Soepandji (isu kedaulatan pertahanan), pembicara lain dalam forum kebangsaan UI dengan tema 'Kedaulatan Bangsa" ini adalah, Prof. Iwa Garniwa (isu kedaulatan energi) dan Faisal H. Basri (isu kedaulatan ekonomi).
Aspek hukum juga menjadi salah satu poin penting dalam pemaparan. Iwa Garniwa mengatakan salah satu aspek yang ia rekomendasikan dalam mengatasi permasalahan energi nasional adalah penegakan UU energi secara konsisten.
Menurutnya, hal ini penting untuk mengatasi permasalahan-permasalahan energi nasional, yaitu ancaman pasokan energi, pengelolaan energi yang tidak mengedepankan asas berkelanjutan, dan ketergantungan pada energi fosil (minyak bumi, batu bara, dan gas) yang masih besar. Semua permasalahan tersebut berujung pada kondisi kedaulatan energi di Indonesia yang menurutnya belum mandiri dan tidak tahan banting.
Isu paradigma kedaulatan juga menjadi pembahasan utama dalam pemaparan Faisal Basri yang berjudul "Kedaulatan Ekonomi atau Persoalan Kebijakan?". Mantan ketua Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI) ini mempertanyakan paradigma kedaulatan yang seolah-olah menjadi sempit hanya sekedar kepemilikan dominan bangsa terhadap suatu aset.
Menurutnya, di Indonesia, makna kedaulatan yang sempit itu akhirnya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dari bangsa sendiri yang menjalankan perilaku rente.
"Kedaulatan Indonesia pada akhirnya dipegang oleh perampok-perampok dari dalam negeri sendiri," tambahnya.
Di akhir pemaparannya, ia mengajak semua pihak secara akademis dan multidisipliner mendefinisikan ulang pengertian kedaulatan. Ia berharap bahwa pemahaman tentang kedaulatan yang tepat pada akhirnya akan menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam mengelola negara.
[rus]