. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepolisian membongkar jaringan penyebar hoax Muslim Cyber Army (MCA), termasuk aktor intelektual dan penyandang dananya.
"Usut tuntas kejahatan siber crime secara cepat, proporsional, adil dan transparan," kata Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid kepada wartawan di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/3).
MUI, kata Zainud, mendukung langkah kepolisian dalam melakukan penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan di dunia maya. Siapapun pelaku dengan tidak memandang latar belakang Suku, Agama dan Ras harus diproses.
"Siapa pun dia harus ditindak dengan tegas," tekanya.
Ia juga meminta kepada Kepala Satgas Nusantara Irjen Gatot Eddy Pramono dalam menangani kejahatan siber fokus kepada unsur kriminal dengan tidak mengkaitkan identitas pelaku dari sisi Suku, Agama dan Ras yang dikhawatirkan dapat menimbulkan ketersinggungan kelompok tertentu.
"Karena perbuatan tersebut disamping bertentangan dengan hukum positif, juga tidak dibenarkan menurut syariat Islam, haram hukumnya," ujarnya.
MUI, sambung Zainud, telah mengeluarkan fatwa bermomor 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Dalam fatwa itu, kata Zainud, setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan hibah, atau membicarakan keburukan atau aib orang lain fitnah.
"Ini diharamkan," katanya.
Selain itu bagi mereka yang memproduksi atau menyebarkan hoax, juga kegiatan buzzer yang menyediakan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah namimah, gosip dan sejenisnya sebagai profesi juga dilarang atau diharamkan baik untuk kepentingan ekonomi maupun kepentingan-kepentingan yang lain.
"Demikian pula bagi orang yang menyuruh dan mendukung dan penyandang dana kegiatan tersebut juga diharamkan," pungkas Zainut.
[dem]