Berita

Ida Budhiati/Net

Wawancara

WAWANCARA

Ida Budhiati: Kalau Ada Bukti Politik Uang, Kami Akan Serahkan Kasusnya Ke Penegak Hukum

JUMAT, 02 MARET 2018 | 10:31 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Satgas Politik Uang Bareskrim Polri dan Satgasda Polda Jabar menangkap komisioner KPU Garut, Ade Sudrajad, dan Ketua Panwaslu Garut, Heri Hasan Basari. Keduanya diduga menerima gratifikasi untuk melolos­kan salah satu pasangan calon bupati Garut.

Selain Ade dan Heri, dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut satgas juga menangkap anggota tim sukses pasangan Soni Sondani-Usep Nurdin, Didin Wahyudin. Bakal calon bu­pati Garut dari jalur perseoran­gan, Soni Sondani pun sudah memenuhi panggilan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Jawa Barat, Rabu lalu.

Lantas apa tanggapan DKPP terkait kasus ini? Karena ini merupakan OTT, apakah kedua penyelenggara pemilu itu otoma­tis akan diberhentikan? Berikut penjelasan Komisioner DKPP, Ida Budhiati;

Apakah laporan kejadian tersebut sudah diterima oleh DKPP?
Kabar dari Pak Ketua surat dari KPU itu sudah masuk. Setelah surat diterima oleh DKPP itu kan ada proses administrasi ya, jadi diverifikasi suratnya, do­kumennya, setelah dinyatakan lengkap baru dijadwalkan waktu sidangnya.

Bagaimana tanggapan DKPP terhadap kasus ini?
DKPP sebetulnya enggak boleh komentar tentang pokok perkaranya. Karena kan perkara sudah masuk, dan dokumennya sedang diperiksa. Bisa kena etik kan. Tapi kami mengapresiasi KPU dan Bawaslu yang telah bertindak cepat, dalam menan­gani kejadian ini. Guna menjaga kehormatan institusinya, mereka telah menghentikan sementara yang bersangkutan. Dan langkah itu sangat kami apresiasi. Selain itu kami juga apresiasi Polri yang bisa membongkar adanya persekongkolan politik uang.

Itu kan kejadiannya OTT. Berarti bisa langsung dinyata­kan melanggar etik ya?
Kan atasannya sudah mengam­bil tindakan administrasi. Dalam kerangka hukum kami, KPU dan Bawaslu punya wewenang untuk memberikan sanksi ad­ministratif. Jika anggota di­anggap melanggar nilai-nilai, atau melanggar prinsip sebagai penyelenggara pemilu, maka atasanya bisa menjatuhkan sank­si administratif yaitu menghen­tikan sementara. Soal terbukti atau tidaknya itu wewenangnya DKPP.

Berarti enggak bisa lang­sung otomatis dinyatakan melanggar etik oleh DKPP?
Tidak bisa. Soal melanggar atau tidak melanggar kode eik itu sudah ada tindakan nyata, yaitu pemberhentian sementara oleh KPU. Sisanya harus dipu­tuskan nanti, setelah melalui penilaian oleh tim dimana saya nanti termasuk yang menilai perkara tersebut.

Kalau dinyatakan bersalah oleh DKPP nanti sanksinya apa?

Sanksi dari DKPP itu kan ada tiga jenis sanksi, teguran, pem­berhentian sementara, hingga pemberhentian tetap.

Selama ini apa saja upaya pencegahan yang telah dilaku­kan DKPP?
Ruang lingkup DKPP ini kan sempit ya, hanya soal etika. Seperti dijelaskan dalam poin-poin sosialisasi tentang apa itu pedoman penyelenggara pemilu, apa itu yang dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang harus dikerjakan. Bagaimana pelaksanaannya akan tergantung kepada KPU dan Bawalu. Jika dalam pelaksaannya kami me­nemukan adanya fakta hukum seperti terjadinya politik uang, maka kami rekomendasikan kepada penegak hukum untuk diusut lebih lanjut.

Lalu apa masukan DKPP terkait kasus ini?
KPU dan Bawaslu itu har­us memanfaatkan mekanisme kelembagaannya secara maksi­mal. Negara ini sudah luar biasa kelembagaan penyelenggara pemilunya. Ada kontrol internal­nya, ada kontrol eksternalnya, ada DKPP, adan Bawaslu, ada penegak hukum.

Sejauh ini, DKPP sudah menangani berapa kasus pelanggaran penyelenggara pemilu?
Sejak Januari sampai 22 Februari 2018 kami sudah me­meriksa 76 perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan melibatkan 163 orang. Dan setelah diperiksa kami me­narik kesimpulan 61,2 persen di antaranya melanggar kode etik yang berarti lebih dari 50 persen. Bentuk pelanggarannya sebagian besar adalah masalah profesionalisme, bekerja tak sesuai prosedur, tak cermat, tak teliti, dan lain-lain. Namun kasus suap belum ditemukan dalam kaitannya dengan penye­lenggaraan pemilu.

Dari semua kasus yang ditan­gani, ada soal politik uang?

Ada dugaan suap, tapi itu tidak terbukti politik uangnya. Jadi dugaan suap tidak terbukti. Kejadiannya itu di Sumatera Utara. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

UPDATE

Pemerintah Diminta Tempuh Dialog Tanggapi Tagar Indonesia Gelap

Senin, 24 Februari 2025 | 17:31

Rekan Indonesia Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Senin, 24 Februari 2025 | 17:24

Ini Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos yang Dikirim ke Pemerintah Singapura

Senin, 24 Februari 2025 | 17:23

Pilkada Tasikmalaya Diulang, Asep-Cecep Puji Keberanian Hakim MK

Senin, 24 Februari 2025 | 17:15

Tetap Menteri Investasi, Rosan Rangkap Jabatan jadi Bos Danantara

Senin, 24 Februari 2025 | 17:06

Doa Buat Almarhum Renville Menggema saat Pembukaan Kongres Demokrat

Senin, 24 Februari 2025 | 16:58

Hampir Semua Kepala Daerah PDIP Ikut Retret Kecuali Gubernur Bali

Senin, 24 Februari 2025 | 16:50

Kemenag Beberkan Lima Poin Penting Perbaikan UU Haji

Senin, 24 Februari 2025 | 16:38

Kita Sayang Prabowo: Audit Forensik Depkeu dan BUMN, FDI akan Masuk Demi Masa Depan Indonesia

Senin, 24 Februari 2025 | 16:27

Wamen Christina: Kita Doakan Danantara Berjalan Lancar

Senin, 24 Februari 2025 | 16:16

Selengkapnya