Nilai tukar rupiah kemarin terpuruk ke level Rp 13.707 per dolar AS. Pelemahan rupiah dinilai lantaran masih terpenÂgaruh oleh kebijakan ekonomi global, termasuk suku bunga Amerika Serikat (AS).
Data yang diterbitkan BI keÂmarin pagi terpantau menemÂpatkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JisÂdor) di Rp 13.707 per dolar AS, terdepresiasi 57 poin atau 0,41 persen dari posisi Rp 13.650 per dolar AS pada Selasa (27/2).
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual mengatakan, penguatan dolar AS terjadi karena indeks kepercayaan konsumen AS naik. University of Michigan merilis indeks keyakinan konÂsumen naik ke 99,9 dari 95,7 bulan sebelumnya. Jumlah izin membangun tempat tinggal yang dikeluarkan di Januari juga naik jadi 1,4 juta izin dari 1,3 juta izin bulan sebelumnya.
"Hal ini menunjukkan kebiÂjakan pemotongan pajak oleh pemerintahan AS berdampak positif, sehingga menjadi senÂtimen negatif buat mata uang emerging market," kata David kepada
Rakyat Merdeka. Dari dalam negeri, lanjut David, belum ada katalis positif yang mampu mendorong rupiah menguat. "Neraca perdagangan dan hasil Rapat Dewan GuberÂnur BI terkait suku bunga pekan lalu tidak begitu substansial untuk mempengaruhi rupiah," tambah David.
Selain itu, pelaku pasar sejatÂinya masih meragukan ekonomi AS tahun ini. Apalagi data teranÂyar, penjualan ritel di Negeri Paman Sam turun 0,3 persÂen. "Pelaku pasar meragukan ekonomi AS bisa terus membaik jika nanti suku bunga acuan dinaikkan," ujarnya.
Karena katalis negatif tersebut, ia yakin rupiah hari ini dapat membalikkan keadaan dan menÂguat tipis dalam rentang pergeraÂkan di kisaran Rp 13.500-13.580 per dolar AS.
Ekonom Samuel Sekuritas InÂdonesia Ahmad Mikail menamÂbahkan, pertumbuhan ekonomi AS yang cukup kuat serta adanya kemungkinan inflasi yang lebih tinggi membuat Gubernur
FedÂeral Reserve Jerome Powell semakin yakin menaikkan tingÂkat suku bunga acuan AS pada tahun ini.
"Pidato Powell tersebut memÂbuat investor di AS yakin tingkat suku bunga akan lebih dibandÂingkan ekspektasi sebelumnya," terang Ahmad dalam riset.
Ia memprediksi, rupiah akan bergerak di level Rp 13.650- 13.700 per dolar AS.
Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, melemahnya rupiah imbas dari pergerakan ekonomi global yang dinamis. "Kita melihat bahwa saat ini ekonomi akan mengalami dinamika yang akan terus menerus, kita perlu pantau dan kita jaga," kata wanita yang akrab disapa Ani ini.
Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, pelemahan rupiah terjadi karena adanya sentimen global, salah satunya adalah perubahan kebiÂjakan di Amerika Serikat terkait moneter, fiskal maupun kebijakan perdagangan yang juga memberi dampak bagi Indonesia.
"Tentunya itu semua akan menentukan apa yang disebut pertama sentimen dan kedua juga pergerakan jadi volatilitas," ujarnya.
Meski begitu lanjutnya, dari sisi rupiah selama ini nilai tuÂkarnya selalu kompetitif, bahkan saat bank sentral AS Federal Reserve menaikkan suku bunga pada tahun 2016 dan 2017, laju rupiah tetap stabil.
"Yang paling penting adalah untuk menggambarkan rupiah kita adalah nilai rukar rupiah yang fleksibel, tidak menimÂbulkan daya kompetitif yang tererosi karena nilai tukar itu sendiri," pungkasnya. ***