Berita

Bekto Suprapto/Net

Wawancara

WAWANCARA

Bekto Suprapto: TGPF Kasus Novel Tak Diperlukan, Karena Bisa Bikin Heboh Dan Rawan Ditumpangi

SELASA, 27 FEBRUARI 2018 | 11:21 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto, beberapa waktu lalu memanggil komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk ra­pat bersama di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Hadir dalam pertemuan ter­tutup itu Sekretaris Kompolnas Bekto Suprapto dan anggota Kompolnas Poengky Indarti. Sebagai Menko Polhukam, praktis Wiranto menjadi Ketua Kompolnas.

Lantas apa saja yang diba­has dalam pertemuan tersebut? Apakah pertemuan itu juga mem­bahas wacana pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel? Lalu bagaimana penilaian Kompolnas terkait desakan pembentukan TGPF? Berikut penuturan Sekretaris Kompolnas Bekto Suprapto.

Apa saja yang dibahas da­lam rapat bersama dengan Menko Polhukam Wiranto baru-baru ini?
Ya masalah seputar kepolisian. Pak Wiranto kan selain menjabat sebagai Menko Polhukam juga sebagai anggota Kompolnas dari urusan pemerintah, dan merang­kap sebagai Ketua Kompolnas. Tentu kedatangan lima ang­gota Kompolnas menemui Ketuanya membicarakan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab Kompolnas.

Apakah dalam pertemuan itu sempat membicarakan soal kasus Habib Rezieq dan isu penyerangan ulama?
Kami sama sekali tidak mem­bicarakan kasus Habib Rizieq, tetapi sempat menyinggung masalah fenomena penyerangan ulama.

Bareskrim kan sudah me­nangkap 26 orang terkait berita bohong, dan akan mendorong pengungkapan kasus tersebut secara tuntas dengan meneliti ada tidak hubungan satu sama lain dan siapa (saja) orang di­belakangnya, tidak cukup hanya mengejar perkara dinyatakan P21 oleh Kejaksaan.

Kalau kasus Novel Baswedan bagaimana?
Dalam pertemuan kami sama sekali tidak membahas kasus Novel Baswedan. Namun sebe­lumnya Kompolnas pernah melaporkan, kalau Kompolnas tetap mengawasi dan mendorong Polri agar kasus tersebut segera dapat diungkap termasuk mengi­kuti lebih dari satu kali perkara penyidikan tersebut digelar di Polda Metro Jaya.

Masyarakat sangat menunggu kabar baik tentang siapa pelaku dan apa latar belakangnya, atau Polri akan ditagih terus karena dianggap sebagai utang penyelesaian perkara yang menonjol.

Kinerja kepolisian dinilai negatif dalam menangani ka­sus Habib Rezieq dan Novel ini. Tanggapan Anda?
Kasus Habib Rizieq sudah cu­kup lama karena melaksanakan umrah, dan tidak kembali sam­pai sekarang. Kalau cepat kem­bali akan cepat selesai karena alat bukti yang dipersyaratkann menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah lengkap.

Banyak yang mendesak ka­sus Habib Rezieq di SP3?
Syarat untuk penghentian penyidikan kasus tindak pidana sudah diatur dalam KUHAP, sejauh yang saya ketahui tidak ada satupun syarat terpenuhi dalam kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Habib Rizieq.

Sebaiknya Habib Rizieq segera pulang dan kasusnya diproses di pengadilan, biar majelis hakim yang menentukan tindak pidananya terbukti atau tidak terbukti. Siapapun kita harus belajar patuh pada hukum yang berlaku.

Menurut Anda, apakah perlu dibentuk TPGF dalam kasus Novel?
Berkaca dari TGPF untuk kasus Munir, saya berpendapat bahwa TGPF tidak diperlukan karena yang akan terjadi adalah heboh yang luar biasa, memer­lukan biaya yang tidak sedikit, kemungkinan dapat ditumpangi oleh orang yang tidak bertang­gung jawab.

Maksudnya ditumpangi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, bagaimana?
Maksudnya 2018 ini adalah tahun politik. Masalah apa saja bisa dimanfaatkan oleh siapa saja untuk kepentingan politik.

Tapi kalau tidak dibentuk TPGF dikhawatirkan kasus Novel tidak tuntas, apalagi berdasarkan dugaan Novel ada jenderal kepolisian yang diduga terlibat. Bagaimana itu?
Saya dan teman-teman Kompolnas juga khawatir kalau kasus Novel tidak bisa diungkap, ma­kanya Kompolnas terus menan­yakan progres penanganan kasus tersebut.

Tapi menurut saya selama ini dapat dinilai bahwa penyidik Polri telah bekerja pada jalan yang benar. Polri sudah melakukan upaya-upaya penyidi­kan secara ilmiah (scientific crime investigation) berdasar­kan fakta-fakta hukum, dan tidak berdasarkan katanya orang atau opini yang berkem­bang. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

Makan Bergizi Gratis Ibarat Es Teh

Jumat, 14 Februari 2025 | 07:44

UPDATE

Pemerintah Diminta Tempuh Dialog Tanggapi Tagar Indonesia Gelap

Senin, 24 Februari 2025 | 17:31

Rekan Indonesia Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Senin, 24 Februari 2025 | 17:24

Ini Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos yang Dikirim ke Pemerintah Singapura

Senin, 24 Februari 2025 | 17:23

Pilkada Tasikmalaya Diulang, Asep-Cecep Puji Keberanian Hakim MK

Senin, 24 Februari 2025 | 17:15

Tetap Menteri Investasi, Rosan Rangkap Jabatan jadi Bos Danantara

Senin, 24 Februari 2025 | 17:06

Doa Buat Almarhum Renville Menggema saat Pembukaan Kongres Demokrat

Senin, 24 Februari 2025 | 16:58

Hampir Semua Kepala Daerah PDIP Ikut Retret Kecuali Gubernur Bali

Senin, 24 Februari 2025 | 16:50

Kemenag Beberkan Lima Poin Penting Perbaikan UU Haji

Senin, 24 Februari 2025 | 16:38

Kita Sayang Prabowo: Audit Forensik Depkeu dan BUMN, FDI akan Masuk Demi Masa Depan Indonesia

Senin, 24 Februari 2025 | 16:27

Wamen Christina: Kita Doakan Danantara Berjalan Lancar

Senin, 24 Februari 2025 | 16:16

Selengkapnya