Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
DALAM konteks masyarakat modern, komunits Santri sebaiknya segera mengakomodir sejumlah pranata sosial baru semiÂsal IT di dalam mengaktuÂalisasikan kembali ajaran agama yang sedang berÂjarak dengan pemeluknya. Namun pada sisi lain koÂmunitas Santri tidak boleh ikut hanyut dan melebur diri di dalam berbagai peradaban baru tanpa selektif, karena itu bisa menelan dirinya. Di luar komunitas Santri memang suÂdah banyak sekali perubahan. Perubahan itu kadang-kadang menyeret Pondok Pesantren (PP) meskipun tidak sepenuhnya disadari oleh komunitas Santri itu sendiri. Salah satu di antaranya ialah terjadinya pergeseran elite di dalam masyarakat pedesaan. Selama ini elite Santri, terutama di Pulau Jawa dan di seÂjumpah daerah di Indonesia, elite-elite Santri selalu tampil sebagai elite strategis bahkan tampil sebagai kunci masyarakat (key-strucÂture). Pilihan publik masyarakat di pedesaan sangat ditentukan oleh kiai atau elite-elite peÂsantren. Sebaik apapun sebuah program jika tidak mendapat restu dan dukungan kiai maka bisa dipastikan program itu akan mengalami krisis partisipasi.
Banyak sekali program dari luar masuk desa tanpa kulon nuwun kiai atau elite SantÂri. Elite-elite pesantren di sejumlah pos stratÂegis di dalam masyarakat diambil alih oleh para alumni Perguruan Tinggi Islam formal atau alumni Timur Tengah. Meskipun mereÂka juga umumnya berlatar Santri tetapi jelas mereka tidak menggunakan bendera Santri, tetapi menggunakan atribut barunya, seperÂti lebih menonjolkan titel pendidikan formal ketimbang kiai. Kita lihat saja di Majelis UlaÂma Indonesia (MUI) dari tingkat pusat sampai di tingkat daerah, dahulu didominasi oleh kiai-kiai sebagai elite Santri dengan atribut sarung dan sorbannya, sekarang mulai berimbang, bahkan di sejumlah daerah lebih dominasi oleh para sarjana dan Professor sebagai elite-elite kampus. Mereka lebih bangga mengguÂnakan gelar Profesor ketimbang kiai.
Apa, siapa, dan adakah yang salah di daÂlam fenomena baru ini? Tidak bijaksana menÂcari kambing hitam dalam hal ini. Yang pentÂing semua pihak sebaiknya berintrospeksi. Jika para kiai yang selama ini menjadi subÂsistem dan sub-kultur di dalam masyarakat lantas tiba-tiba mengalami krisis fungsi, maka sudah barangtentu akan menimbulkan probÂlem sosial. Separah apa problem sosial itu tergantung pada setiap kondisi.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45