Beras impor dari Vietnam sudah sampai ke Indonesia. Beras tersebut masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, dan Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim), pada Kamis kemarin. Jumlahnya sebanyak 150 ribu ton. Mendengar beras ini mendarat di Jawa Timur, Wakil Ketua Komisi VI DPR Azman Natawijaya langsung ngamuk.
Bukan tanpa alasan politisi Partai Demokrat itu ngamuk. Pasalnya, produksi beras petani di Jatim melimpah. Wilayah-wilayah di Jatim sedang panen raya dengan hasil yang bagus. Dia khawatir, masuknya beras impor ke Jatim akan mengÂhancurkan harga beras hasil produksi petani.
"Menurut pengakuan Gubernur Jawa Timur, produksi beras petani di sana melimpah. Para petani menolak beras impor. Tapi, beras impor ini malah masuk ke Jatim. Ini kan bertentangan dengan harapan Gubernur Jawa Timur," ucapÂnya, dengan nata agak tinggi, saat diminta tanggapan, kemarin malam.
"Jawa Timur tidak memerÂlukan beras impor. Makanya, ini menjadi pertanyaan kami di Komisi VI, kenapa bisa masuk melalui Jatim. Ini jelas bertenÂtangan," tambahnya.
Memang belum ada kejesalan peruntukan beras impor tersebut. Namun, dengan masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Wangi, dia menduga beras tersebut akan disebar untuk daerah Jatim.
Berdasarkan hasil kunjunganÂnya beberapa waktu, pasokan beras dari petani di Jatim meÂmang melimpah. Harga beras di masyarakat juga sudah mulai normal. Jadi, tidak ada alasan beras impor tersebut masuk Jatim.
"Sewaktu kunjungan ke Jawa Timur, ke Surabaya pada 2 sampai 3 pekan lalu, itu beras medium Rp 9.000 per kilogram dan beras premium Rp 12.500 per kilogram. Kemudian di beÂberapa sentra produksi di Jawa Timur seperti Bojonegoro, itu malah panen raya. Makanya, Jawa Timur sama sekali tidak perlu beras impor," jelasnya.
Pihaknya melihat tidak ada kekurangan beras di Jawa Timur. Berdasarkan kunjungannya ke Gudang Bulog Divisi Regional Jawa Timur, menunjukkan persediaan masih cukup. Bulog Jawa Timur merupakan divisi yang serapan gabahnya paling tinggi. Sudah lebih 1.000 ton gabah petani diserap.
Atas dasar itu, setelah masa reses ini selesai, pihaknya akan langsung mengundang pihak terkait impor itu ke Senayan. Pihaknya ingin meminta penjelaÂsan mengenai alasan masuknya beras impor ke Jatim.
"Ini yang akan kami sikapi. Komisi VI juga akan sikapi situasi terakhir mengenai harga beras. Hanya saja, sekarang ini masih reses. Makanya, setelah reses bakal kami panggil," katanya.
Para petani di Jatim juga seÂdang waswas. Petani di Jember misalnya, sedang khawatir denÂgan anjloknya harga gabah. Saat ini, harga gabah di wilayah Jember hanya Rp 3.500 per kilogram. Padahal, sebelumnya gabah mencapai Rp 5.000 per kilogram.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Jumantoro menjelaskan, salah satu faktor anjloknya harga gabah petani karena saat ini musim hujan. Pembeli harus bekerja ekstra untuk menjemur padi. Harga itu bisa semakin anjlok setelah beras impor masuk Jawa Timur. "Jika dijual berasÂnya (di Jawa Timur), khawatir harga beras petani ikut turun," ucapnya.
Dia juga mengkritisi ketentuan Harga Pembelian Petani (HPP) untuk gabah yang cuma Rp 3.700 per kilogram. Dia ingin HPP ini diubah. Sebab, HPP tersebut dibuat pada 2015, saat harga beras masih murah. Untuk kondisi sekarang, HPP tersebut sudah tidak sesuai.
"Sekarang, kondisinya suÂdah berubah. Inpres (tentang HPP) itu sudah tidak relevan," tuturnya.
Dengan menaikkan HPP, dia berharap, kesejahteraan petani bisa membaik. Peningkatkan HPP tentu akan membantu petani untuk menaikkan derajat hidupnya. ***