Berita

Mariana Amiruddin/Net

Wawancara

WAWANCARA

Mariana Amiruddin: Bu Yohana Kok Hanya Fokus Pada Perlindungan Anak, Kasus Perempuan Belum Dapat Perhatian

SELASA, 20 FEBRUARI 2018 | 11:33 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Wanita kelahiran 14 Maret 1974 ini mengatakan, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak harus lebih fokus terhadap kasus-kasus yang dialami oleh kaum perempuan. Menurutnya, kementerian yang dipimpin Yohana Yambise saat ini cenderung lebih fokus pada perlindungan anak saja, belum fokus terhadap kasus perem­puan. "Ini kan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, jadi ada perempuannya, bukan hanya anak-anak saja," ujar Mariana saat berbicang dengan Rakyat Merdeka. Berikut penuturan lengkapnya;

Hingga saat ini apakah kek­erasan terhadap perempuan masih banyak terjadi?
Kalau kekerasan terhadap perempuan itu masih besar karena adanya laporan yang masuk ya. Kalau kita lihat dari laporan, memang angkanya terus meningkat. Kita pun melihat itu karena laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus datang ke kita. Laporan itu semakin banyak karena memang para korban KDRT sudah berani untuk melapor.

Kasus selain KDRT yang masuk ke Komnas Perempuan apa lagi?

Kasus selain KDRT yang masuk ke Komnas Perempuan apa lagi?
Ya ada kasus kekerasan dalam pacaran yang menjadi tertinggi kedua setelah KDRT. Ini terjadi kan karena banyak yang melapor juga. Terus kasus yang ketiga itu adalah pembunuhan terhadap perempuan. Sekarang ini banyak kasus berbasis gender yang bera­khir pada kematian perempuan. Jadi itu yang menjadi kategori kita dalam beberapa tahun tera­khir dan tahun-tahun ke depan. Ya memang karena undang-undang yang melindungi dan Komnas Perempuan yang se­makin dikenal oleh perempuan, jadi menunjukan negara memi­liki perlindungan bagi yang melaporkan kasusnya itu.

Dari laporan yang masuk, kekerasan seperti apa yang dialami oleh para korban?

Mereka itu yang melapor macam-macam ya kasusnya, tetapi cenderung soal kekerasan fisik, kalau kekerasan ekonomi mereka tidak banyak yang me­lapor, karena paling mereka menggugat cerai ke Pengadilan Agama. Tetapi kalau yang me­laporkan ke Komnas Perempuan itu cenderung karena kekerasan terhadap fisik, ada yang cacat atau ada juga bagian fisiknya sudah tidak lengkap. Sebenarnya kasus ini sudah lama, tetapi kan masih banyak orang yang belum berani melapor, karena takut dianggap membuka aib keluarga , apalagi media juga kan sudah mulai memberitakan tentang itu.

Berarti bagus dong karena saat ini masyarakat sudah berani melaporkannya…
Iya bagus, tetapi penanganan terhadap kasus-kasus itu belum dibicarakan secara umum. Jadi percuma saja sudah melapor tapi masih luka-luka. Karena kan kasus ini membutuhkan dokter dan psikolog, serta membutuh­kan tempat aman. Kalau tidak ada tempat aman akan teran­cam nyawanya. Nah perangkat-perangkat itu kan belum siap.

Lho selama ini memangnya pemerintah tidak memberikan perlindungan yang berarti ke­pada para korban kekerasan itu?

Nah, Kementerian PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) sebe­narnya belum bisa maksimal, karena mereka fungsinya koor­dinasi. Sementara rumah aman itu adanyadi Kementerian Sosial, kalau psikolog ada di Kementerian Kesehatan. Sebenarnya seluruh sektor pemerintah harus salingmembantu, bukan hanya Kementerian PPPAsaja, sebab ini kan menyangkut setengah penduduk manusia, ini kan masalah masyarakat. Jadi banyak yang menganggap kar­ena ini masalah perempuan, jadi yang menangani ya kementerian perempuan saja, padahal kan enggak begitu, ini soal negara.

Komnas Perempuan sendiri apa yang sudah dilakukan buat para korban tindak kekerasan itu?

Kalau Komnas Perempuan sendiri masih terbatas sekali, karena kita kan masih menunggu laporan saja. Kita juga kan bu­kan pendamping langsung dan kita hanya ada di Jakarta saja, bukan ada di seluruh Indonesia. Jadi kalau mau menangani kor­ban kita agak sulit. Seharusnya memang melibatkan pemerintah hingga sektor ke bawah sam­pai ke PKK, unit penenangan perempuan atau di Kepolisian yang menerima khusus kasus perempuan, namun sayangnya itu belum terjadi.

Selama ini tindak lanjut kepa­da para korban bagaimana?

Tindaklanjuti ya begitu, seperti memberikan pemahaman kepada perempuan, namun ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang peduli. Memang pemerintah ada program, tetapi ya seperti itu lagi, karena dianggap soal pember­dayaan perempuan, ini dianggap permasalahan rumah tangga jadi tidak begitu diperhatikan. Padahal jumlahnya kan banyak. ***

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Hukum Bisa Direkayasa tapi Alam Tak Pernah Bohong

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:06

Presiden Prabowo Gelar Ratas Percepatan Pemulihan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 22:04

Pesantren Ekologi Al-Mizan Tanam 1.000 Pohon Lawan Banjir hingga Cuaca Ekstrem

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:58

Taiwan Tuduh China Gelar Operasi Militer di LCS

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:52

ASG-PIK2 Salurkan Permodalan Rp21,4 Miliar untuk 214 Koperasi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:41

Aksi Bersama Bangun Ribuan Meter Jembatan Diganjar Penghargaan Sasaka

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Dua Jembatan Bailey Dipasang, Medan–Banda Aceh akan Terhubung Kembali

Sabtu, 06 Desember 2025 | 21:29

Saling Buka Rahasia, Konflik Elite PBNU Sulit Dipulihkan

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:48

Isu 1,6 Juta Hektare Hutan Riau Fitnah Politik terhadap Zulhas

Sabtu, 06 Desember 2025 | 20:29

Kemensos Dirikan Dapur Produksi 164 Ribu Porsi Makanan di Tiga WIlayah Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 19:55

Selengkapnya