Berita

Foto/Net

Dunia

Moskow Vs Washington Tegang

13 Warga Rusia Didakwa Campuri Pilpres AS
SENIN, 19 FEBRUARI 2018 | 10:20 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sebanyak 13 warga Rusia diduga menjalankan operasi rahasia untuk mencampuri pemilihan presiden Amerika Serikat (pilpres AS) 2016 dan memicu perselisihan publik.
 
Otoritas Rusia menyebut dakwaan tersebut "absurd" atau tidak masuk akal.

"Tiga belas orang melakukan intervensi dalam pemilu AS? Sebanyak 13 orang melawan anggaran miliaran dolar dari Di­nas Khusus? Melawan intelijen dan kontra-intelijen, melawan perkembangan dan teknologi terbaru?" ucap juru bicara Ke­menterian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova.


"Absurd? Iya. Tapi inilah re­alitas politik Amerika modern," imbuhnya sembari menyindir AS.

Dakwaan untuk 13 warga Rusia itu dirilis jaksa khusus Robert Mueller yang memimpin penyelidikan Biro Investigasi Federal (FBI) terhadap dugaan kolusi antara tim kampanye Trump dengan Rusia untuk mempengaruhi hasil pilpres 2016, pada Jumat (16/2) waktu setempat.

Salah satu yang didakwa ada­lah seorang pengusaha Rusia bernama Yevgeniy Viktorovich Prigozhin yang dikenal sebagai orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Prigozhin se­lama ini dijuluki sebagai 'chef-nya Putin' oleh media-media Rusia, karena perusahan kater­ing miliknya kerap menjamu tamu-tamu Kremlin.

Dalam dakwaan, Prigozhin disebut memanfaatkan beberapa perusahaannya untuk mendanai operasi intervensi pilpres 2016. Selain 13 individu, ada tiga perusahaan Rusia yang juga dijerat dakwaan, yakni Internet Research Agency (IRA), Con­cord Management and Consult­ing dan Concord Catering. Dua perusahaan terakhir merupakan milik Prigozhin.

Bagaimana cara mereka men­campuri pilpres AS?

Dokumen dakwaan setebal 37 halaman itu merinci soal operasi gelap Rusia dalam mencampuri sistem politik AS, termasuk pil­pres 2016 yang memenangkan Donald Trump. Operasi Rusia itu dimulai sejak tahun 2014, namun pada pertengahan tahun 2016, mulai fokus pada melam­bungkan nama Trump yang saat itu menjadi capres Partai Repub­lik dan menjatuhkan rivalnya, Hillary Clinton, capres Partai Demokrat.

Disebutkan dalam dakwaan bahwa para terdakwa diduga berpura-pura menjadi warga negara AS, menciptakan perso­na-persona warga ASdan men­gelola berbagai akun juga kel­ompok untuk mengobok-obok media sosial, yang dirancang untuk menarik perhatian publik AS. Dua terdakwa di antaranya bahkan mendatangi AS pada ta­hun 2014 untuk mengumpulkan informasi intelijen bagi operasi mereka.

"Terdakwa Organisasi (meru­juk pada IRA) memiliki tujuan strategis untuk menebar per­pecahan dalam sistem politik AS, termasuk pemilihan presi­den AS 2016," sebut dokumen dakwaan itu.

Dalam operasinya, para ter­dakwa memposting 'informasi merendahkan soal sejumlah kan­didat'  pilpres saat itu. Mereka juga membeli iklan politik dan berkomunikasi dengan sejum­lah orang terkait tim kampanye Trump untuk menggerakkan aktivitas politik. Tim kampanye Trump itu disebut 'tidak menge­tahui' aksi intervensi Rusia saat itu dan tidak menyadari mereka berkomunikasi dengan warga Rusia yang menyamar sebagai warga AS.

Dakwaan juga menyinggung sebuah memo kepada staf IRA pada Februari 2016, yang isinya meminta mereka memposting konten politik pada berbagai me­dia sosial AS. "Gunakan setiap kesempatan untuk mengkritik Hillary dan yang lain (kecuali Sanders dan Trump -- kita men­dukung mereka)," demikian bu­nyi potongan memo itu. Sanders merujuk pada Senator Vermont Bernie Sanders yang menantang Hillary dalam nominasi capres Partai Demokrat. Hal ini menun­jukkan, Rusia memang sejak awal menentang pencapresan Hillary Clinton.

Dalam aksinya, tim Rusia menggunakan taktik media sosial. Salah satunya dengan membuat sebuah alamat email bernama allforusa@yahoo.com yang menyamar sebagai warga AS yang mengirimkan keteran­gan pers soal rally 'March for Trump' pada Juni 2016, kepada media massa di New York.

Tidak hanya itu, tim Rusia ini juga menggunakan sebuah akun Facebook milik tokoh fiktif bernama Matt Skiber, yang berpura menjadi warga ASyang menghubungi seorang warga AS sungguhan dan memintanya menjadi perekrut untuk aktivitas kampanye. Tim Rusia bahkan menawarkan uang untuk biaya cetak poster dan pembelian megafon.

Sementara itu, iklan-iklan politik yang dibeli tim Rusia ini tidak terbatas pada Trump. Mereka juga diduga membeli iklan pada Facebook untuk menjatuhkan Hillary. Salah satunya iklan mempromosikan kampanye 'Support Hillary. Save American Muslims' yang bertujuan mencitrakan Hillary sebagai pendukung syariat Is­lam. Demikian juga iklan untuk mempromosikan kampanye 'Down with Hillary' semasa kampanye pilpres 2016.

Tim Rusia memfokuskan op­erasi pada 'negara bagian ungu' di AS yang pemilihnya belum menentukan pilihan antara Re­publik atau Demokrat. Akun Facebook Skiber diketahui men­girim pesan privat ke satu akun Facebook sungguhan bernama 'Florida for Trump' untuk me­nyatakan dukungan. Dalam aksinya, tim Rusia juga mencuri identitas seorang warga ASuntuk mengirim email ke kel­ompok akar rumput pendukung Trump di Florida.

Dakwaan itu juga menyebut dugaan upaya menutup-nutupi jejak oleh para terdakwa, setelah sejumlah perusahaan media sosial termasuk Facebook pada September 2017 mengung­kapkan temuan mereka bahwa sejumlah warga Rusia membeli iklan politik di platform mereka. Laporan media massa saat itu juga menyebut perusahaan-perusahaan media itu bersedia bekerja sama dengan penyelidi­kan FBI.

"Kita mengalami sedikit kri­sis di sini: FBI mengungkap aktivitas kita (bukan lelucon). Jadi, saya sibuk menutupi jejak bersama dengan kolega-kolega lainnya," tulis salah satu ter­dakwa dalam dokumen dakwaan itu. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya