Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak melarang calon kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk berkampanye. Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, calon kepala daerah tetap memiliki hak untuk berkampanye meski ditahan oleh KPK sekalipun.
Sekadar informasi, belakanÂgan calon kepala daerah yang ditangkap KPK karena terlibat kasus korupsi terus bertambah. Mereka adalah calon gubernur NTT Marianus Sae, calon buÂpati Jombang Nyono Suharli, calon bupati Subang Imas Imas Aryumningsih dan calon guberÂnur Lampung Mustafa.
Kalau KPU tak melarang calon kepala daerah, lantas bagaimana bentuk kampanye mengingat saat ini para calon kepala daerah tersebut ditahan KPK? Apakah KPK juga akan memberikan izin kepada para tersangka itu untuk berkampaÂnye? Berikut penjelasan Wakil ketua KPK Saut Situmorang kepada Rakyat Merdeka :
Apa tanggapan Anda denÂgan banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT?Integritas bukan soal politik atau partai politik atau pemiliÂhan kepada daerah, ini masalah integritas yang tidak sustainable (berkelanjutan), karena kalau benar-benar berintegritas dalam keadaan apa pun tentu akan jauh dari perilaku menggadaikan integritas dirinya.
Menurut Anda apa sih peÂnyebab utamanya sehingga banyak calon kepala daerah terlibat korupsi? Karena bangsa kita terutama pemimpinnya di masa lalu tidak membangun generasi penerus dengan nilai-nilai. Di KPK kami sebut dengan sembilan nilai yaitu; jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Karena nilai-nilai ini bahÂkan tidak dibangun oleh negara, orang-orang baik yang kebal di negeri ini datang dari rumah masing-masing. Kalau di rumah rusak, kemudian di masyarakat dirusak dengan lingkungan sosial yang buruk sering nakal, buang sampah sembarangan, sering bulÂlying, coret-coret, tipu-tipu, kalau kuliah nyontek, tipu-tipu juga, namun tidak dihukum oleh lingÂkungan atau negara dengan benar dan sustain ini berpotensi berlanÂjut sampai tamat sekolah/sarjana, bahkan sampai seseorang bekerja dan mengabdi di masyarakat. Bahkan saat mereka di mana pun, seperti mereka berada di politik, ekonomi atau yang lain.
KPU menyatakan bahwa calon kepala daerah yang kena OTT tetap boleh mengikuti kamÂpanye. Apa tanggapan Anda?KPK memiliki dasar dan perÂtimbangan tentang permintaan seseorang bisa keluar dari tahÂanan KPK. Tapi saya berpikiran itu tidak akan diberikan alias tidak direkomendasikan, karena akan ada sejumlah risiko yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu ketika tahanan berada di luar, dan pada bagian lain berpotensi melukai perasaan publik. Pada bagian lain, KPK juga berpikiran tentang pertimbangannya lebih kepada perihal keamanan.
Secara hukum apa boleh?Mungkin secara Undang-Undang Pilkada, terdakwa tipikor KPK tidak masalah mengikuti proses pilkada sebelum kasusnya inkracht (berkekuatan hukum tetap), itu soal lain. Dalam pengertian lain, dalam hal ini KPK tidak binding (terikat) pada sisi Undang-Undang Pilkadanya.
Menurut KPK sendiri, apa masih pantas para tersangka kasus korupsi itu tetap dijadiÂkan calon kepala daerah?Saya lebih memilih kata untuk tidak merekomendasikannya.
Apa KPK memberikan izin atau justru akan menghalangi para tersangka itu keluar tahÂanan untuk keperluan kamÂpanye?Saya pribadi tidak merekoÂmendasikan mereka untuk keÂluar dari tahanan.
Sebenarnya apa sih penyebabnya para calon kepala daerah yang akan berkampanye melakukan korupsi. Apa meÂmang benar untuk keperluan kampanye itu?Belum bisa kita buktikan seperti itu dan KPK tidak boleh fokus pada isu-isu pemanfaatan uang korupsi pada aktifitas poliÂtik. KPK hanya concern pada hal yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang Tipikornya, bahwa mereka mengambil yang bukan haknya.
Lantas apa langkah penceÂgahan yang akan dilakukan KPK agar tidak ada lagi keÂpada daerah yang tersangkut kasus korupsi?Ada ratusan program pencegaÂhan pernah dilakukan oleh KPK dari mulai tingkat PAUD, TK, SD, SMA, perguruan tinggi, tata kelola di kementerian, BUMN, partai politik, pemda,
civil sociÂety, dan lainnya dengan berbagai inovasi, yang kurang hanya soal skalanya (harus lebih masif lagi). Sehingga ada "efek ngerti" yang dorong perubahan namun ternyaÂta, lambat sekali. ***