Sudarnoto Abdul Hakim/Net
ORIENTASI berkemajuan ormas Islam tertua Muhammadiyah semakin hari semakin melaju. Hal ini terasa dari spirit internasionalisasi yang digaungkan di Muktamar terakhir di Makasar. Tidak saja jumlah Cabang Istimewa Muhammadiyah di sejumlah negara semakin berkembang, akan tetapi juga kehadiran dan keikutsertaan gerakan Islam ini secara proaktif misalnya dalam Peace Making antara lain di Philipine Selatan. Peran-peran diplomatik/public and cultural diplomacy ini sebetulnya sudah dilakukan paling tidak sejak era KH.AR. Fachruddin dimana Lukman Harun menjadi aktornya.
Persoalan Palestina dan Bosnia, saat itu, adalah contoh di mana Muhammadiyah menjadi salah satu pemain penting yang diperhitungkan. Karena itulah relasi dengan banyak tokoh dunia baik muslim maupun non muslim sangat kuat apalagi kemudian berbagai wadah, forum dan konferensi tingkat dunia diselenggarakan antara lain ialah International Conference on Religion and Peace (ICCRP).
Intensitas dialog, konferensi dan berbagai bentuk kerjasama liintas agama, bangsa dan peradaban untuk penciptaan harmoni dan perdamaian dunia semakin memperoleh momentumnya dan memiliki makna yang sangat strategis. Hal ini antara lain tidak saja dimaksudkan untuk menyelesaikan atau mencari jalan keluar terhadap berbagai persoalan yang melanda masyarakat dunia (antara lain konflik, dehumanisasi dan ketidak adilan) akan tetapi sekaligus juga menawarkan satu tatanan kehidupan global ke depan yang lebih konstruktif, adil dan berkeadaban.
Kehadiran, misalnya, Centre Dialogoue and Cooperation among Civilization (CDCC) merupakan gambaran jelas bahwa upaya upaya mencari dan mempertemukan titik titik persamaan antar kekuatan kekuatan agama dan peradaban untuk masa depan secara terus menerus dilakukan. Berbagai program dilakukan antara lain penyelenggaraan annual conference yaitu World Peace Forum.
Forum ini menghadirkan berbagai elemen masayarakat yang bervariasi yang diwakili antara lain oleh pemimpin berbagai negara, ilmuan/intelektual, akademisi, pemimpin agama-agama, tokoh ormas keagamaan, aktivis termasuk penerima hadiah Nobel Perdamaian, budayawan dan kaum muda. CDCC memang bukan salah satu organisasi di bawah kendali Muhammadiyah. Namun para tokoh pendiri dan pengelolanya adalah berlatar belakang lumbung kultural Muhammadiyah.
Salah seorang tokoh penting yang menjadi arsitek ideologis, intelektual dan institusional adalah M. Din Syamsuddin. Gerakan agama dan perdamaian untuk peradaban ini sudah lama dilakukan oleh Din Syamsuddin paling tidak sejak paroh kedua tahun 1970 an bersama mentornya yaitu Lukman Harun. Sebagai seorang aktivis dan penggerak Muhammadiyah (dimulai dari Ciputat sebagai aktivis IMM), maka isu perdamaian dunia juga menjadi bagian penting dari apa yang seharusnya juga bisa dilakukan oleh Muhammadiyah.
Keikutsertaan sejumlah tokoh formal Muhammadiyah seperti Bahtiar Effendy, Abdul Mu'ti dan Rizal Sukma (untuk sekedar menyebut beberapa) dalam mendirikan dan menggerakkan CDCC merupakan gambaran gamblang adanya spirit dan komitmen kuat untuk mentransformasi atau membawa Muhammadiyah ke dalam sebuah arena global yang sangat strategis menangani berbagai isu dan problem masyarakat global.
Keputusan Muktamar Muhammadiyah di Makasar menegaskan pentingnya arena baru Muhammadiyah yaitu arena global yang harus secara meyakinkan digarap. Gerakan global ini tentu saja dilakukan dengan tetap menegaskan missi utama dakwah transformatif dan liberatif dengan ciri berkemajuan Rahmatan Lil Alamin. Kepiawaian Muhammadiyah memainkan peran global ini diharapkan bisa meyakinkan masyarakat dunia saat ini betapa pentingnya kehadiran Islam dengan missi perdamaian dan keadilan global; betapa pentingnya sebuah jalan tengah (Middle Path) atau Wasaty yang harus dianut masyarakat global dan Muhammadiyah menjadi kekuatan utama penarik gerbong Islam Wasaty ini. Berbagai pidato Ketua Umum PP. Muhammadiyah Dr. Haedar Naser yang disampaikan di berbagai kesempatan dan forum penting dan bergengsi di dalam dan luar negeri menegaskan kekuatan dan komitmen Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Wasaty ini dalam memainkan peran-peran strategis kebangsaan, keumatan dan kemanusiaan.
Pidatonya di Singapor beberapa waktu yang lalu telah mendapatkan sambutan dan perhatian luas dari kalangan akademisi dan masyarakat luas lainnya. Hari Jum'at ini kembali Haedar Naser akan menyampaikan pidato penting di Monash University di Melbourne. Monash adalah sebuah universitas yang sangat bergengsi. Haedar akan bicara soal "Islam with Progress, Lessons Learnt from Muhammadiyah." Apa yang akan disampaikan oleh Ketua Umum PP. Muhammadiyah ini sangatlah penting antara lain untuk semakin meyakinkan masyarakat ilmuan bagaimana Muhammadiyah mengemban misi islam Berkemajuan dan Islam Wasaty dalam konteks perubahan mendasar dan besar masyarakat dunia ini.
Hemat penulis, Islam Berkemajuan dan Wasaty inilah yang besar diharapkan menjadi sumber perdamaian dunia karena kemampuannya untuk membangun titik tikik persamaan diantara sekian banyaknya poros agama dan peradaban yang berbeda-beda. Jadi, memang Muhammadiyah goes globally adalah pilihan yang strategis. [***]
Penulis adalah cendekiawan muslim dan wakil ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah