Berita

Nasaruddin Umar/Net

Mengenal Inklusifisme Islam Indonesia(18)

Mengapa Islam Menjadi Agama Mayoritas Di Indonesia? (2)

RABU, 14 FEBRUARI 2018 | 10:21 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

SELAIN bobolnya pertah­anan Kerajaan Hindu-Ma­japahit dalam abad ke-16 dan Islamnya Kerajaan Mataram, faktor geopolitik juga sangat menentukan. Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 mem­buat umat Islam semakin ramai memasuki Kota Me­kah untuk menunaikan haji dan umrah. Se­bagian lainnya menuntut ilmu dan bekerja. Kota Mekah dan Madinah semakin hetero­gen dari segi mazhab dan aliran. Seiring dengan itu di Timur Tengah sedang berlang­sung pergolakan dari kaum reformis untuk membebaskan negerinya dari penjajahan. Di antara semboyan mereka ialah kembali ke­pada Al-Qur’an dan Hadis. Gerakan ortodok­si ini juga berpengaruh ke Indonesia melalui jamaah haji dan umrah dari Indonesia mela­lui jamaah haji dan umrah serta para sauda­gar muslim dari Timur Tengah. Apalagi saat itu benteng Kerajaan Hindu-Majapahit yang sering menghambat pergerakan para sauda­gar muslim sudah runtuh.

Jauh sebelum pembukaan terusan Suez, penaklukan Konstantinopel di Istambul Turki oleh Kerajaan Ottoman dalam tahun 1453, juga berpengaruh penting bagi proses pengislaman Indonesia. Para pedagang dari Barat tidak lagi leluasa melewati selat Bos­porus, selat yang memisahkan Turki bagian Eropa dan bagian Asia dan menghubungkan laut Marmara dengan laut Hitam. Selat ini memiliki panjang 30 km, dengan lebar mak­simum 3.700 meter pada bagian utara, dan minimum 750 meter antara Anadoluhisarı dan Rumelihisarı. Kedalamannya bervaria­si antara 36 sampai 124 meter. Setelah pe­merintah Ottoman menguasai Kawasan ini orang-orang Portugis terpaksa harus mendi­rikan pos-pos perdagangan yang dipersen­jataidengan berkolaborasi dengan kekuatan militer India dan China. Kekuatan ini berha­sil mengambil alih Kerajaan malaka dalam tahun 1511. Penaklukan kota-kota Pantai oleh para saudagar bersenjata dari Spanyol membuat para pangeran mendekati kekua­tan Islam sebagai kelompok yang sama-sa­ma mendapatkan tekanan dari Porugis. Dis­usul kemudian dengan saudagar bersenjata VOC dan kekuatan Belanda menancapkan kaki-tangannya di bumi Indonesia.

Simpati yang ditampilkan para saudagar muslim dari berbagai belahan bumi bagian Timur-Tengah yang beragama Islam mem­buat para pangeran memilih bergabung atau memberikan tempat di hati mereka ketimbang memilih agama-agama lain termasuk Kristen dan Katolik. Meskipun jumlahnya tidak ter­lalu banyak dan hanya menguasai wilayah-wilayah kecil tetapi strategis di Selat Malaka. Sikap kasar yang ditampilkan para pemer­intah kolonial terhadap pribumi, khususnya umat Islam, membuat masyarakat luas se­makin simpati kepada agama Islam. Pada saat bersamaan rasa antipati masyarakat sering muncul kepada komunitas Kristen-Ka­tolik, karena seperti diungkapkan oleh Prof Aqib Suminto dalam disertasinya: "Politik Islam Hindia Belanda," hari Minggu pribumi sibuk dengan kerja rodi terpaksa dari para pemerintah kolonial setiap hari Minggu tetapi kaum Kristiani sering terlihat santai Bersama para pemerintah kolonial di gereja. Di gereja, mereka kadang minum kopi bareng dengan para penjajah, sementara muslim pribumi sibuk dengan tanam paksanya di setiap hari Minggu. Belum lagi sikap penganakemasan pemerintah terhadap kalangan Kristen-Prot­estan di beberapa tempat, meskipun tidak sedikit jumlahnya umat Kristiani membenci dan ikut melawan pemerintah kolonial.


Akumulasi peristiwa sejarah yang terjadi di beberapa belahan dunia ternyata memberi­kan keuntungan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia. Yang menarik untuk diperhatikan bukan saja tumbuh cepat, dan langgengnya Islam di Indonesia tetapi para penganjur Is­lam di masa-masa awalnya di Indonesia ada­lah para saudagar. Sangat berbeda dengan keislaman di belahan dunia lain di bawah oleh tantara atau muballig dan pendidik pro­fessional. (Bersambung…)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya