Pensiunan jenderal bintang dua TNI AL ini beberapa hari laÂlu menemui Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jenderal (Purn) Wiranto untuk melaporkan sekelumit tugas dan wewenang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Seusai melapor dia mengungÂkapan, sejatinya alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia saat ini belum ditakuti negara lain. Pasalnya Indonesia hingga kini masih tergolong sebagai negara konsumen daÂlam hal pengadaan instrumen pertahanan. Berikut penuturan selengkapnya :
Apa saja yang Anda bicarakan dengan Menkopolhukam?
Ini hanya menjelaskan peran KKIP. Tugas dan fungsi, weÂwenang KKIP. Itu saja. Jadi engÂgak ada yang aneh-aneh. Jadi ini pertama kali kita menghadap ke Menko Polhukam menjelaskan peran dari KKIP.
Apa ada pembicaraan perencanaan alutsista?
Apa ada pembicaraan perencanaan alutsista?
Tidak, ini tadi secara global saja karena ini baru pertama kali.
Secara global bagaimana maksudnya?Jadi kita jelaskan tugas-tugas KKIP wewenang KKIP sepÂerti apa. Ya kita menjelaskan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 (Tentang Industri Pertahanan).
Lalu apa tindaklanjutnya?Untuk menyamakan persepsi saja, supaya kita didalam meÂnyikapi undang-undang itu daÂlam persepsi yang sama. Kalau kita mempunyai pandangan yang sama terhadap undang-undang maka ke depan di dalam mengembangkan industri perÂtahanan itu bisa cepat, karena bisa bersinergi. Kita berharap bangsa ini punya satu visi-misi di dalam mengembangkan inÂdustri pertahanan. Kalau itu sudah menjadi keinginian kita bersama, saya kira kita bisa lebih cepat mengejar ketertinggalan kita dalam teknologi.
Harapan Anda dalam rangÂka percepatan pengembangan teknologi pertahanan?Ya tentunya kita ingin lebih majulah. Tidak ketinggalan dengannegara-negara lain. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi negara pasar. Kita berÂharap ke depan untuk urusan peralatan-peralatan berteknologi tinggi kita bisa memenuhi kebuÂtuhan di dalam negeri, dengan produk-produk kita sendiri.
Kalau kita selalu berganÂtung kepada produk luar negeri, maka kekuatan pertahanan kita bisa dikatakan belum absolut. Belum ditakuti lawan. Contoh kita pernah kena embargo dari Amerika, Eropa. Nah dampak embargo itu bisa kita lihat kan. Pada saat bukan perang saja, pada saat kena tsunami, kita sudah tak bisa berkontribusi di dalam menanggulangi bencana itu. Visi militer itu kan ada opÂerasi perang dan operasi selain perang. Kalau bencana ini kan operasi selain perang.
Kalau peralatan kita enggak ada yang siap bagaimana dong. Tapi kalau kita mampu mandiri, mandiri bukan berarti semua harus produk dalam negeri, tidak. Kita mandiri untuk misÂalkan memelihara alutsista yang sudah kita punya, mandiri untuk sebagai
global suplly chain, mandiri untuk produksi.
Kita harus berkomitmen khususnya pengguna. Pengguna berkomitmen untuk kita memÂbeli produk-produk yang bisa kita produksi di dalam negeri. Itu kita sudah enggak bergantung pada negara lain.
Target mandiri kita kan suÂdah ada tuh Sukhoi setengah Indonesia, produksi pesawat jet kfx-ifx dan lain-lain, itu bagaimana?Tidak seperti itu. Jadi, amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 itu maksudnya mandiri satu, mandiri dalam pemeliharaan. Pada saat alutsista manapun juga yang kita beli, kita di dalam memelihara harus di dalam negeri.
Mandiri dalam pemeliharaan, artinya kalau industri kita mamÂpu memelihara sendiri, maka kesiapan dari alutsista itu akan selalu tinggi. Itu mendukung pengguna dalam hal ini TNI-Polri dan kementerian lain di lapangan. Jadi alutsitanya siap terus. Jadi level
readyness-nya akan tinggi.
Itu mandiri dalam memeliÂhara. Berarti kita harus mampu memelihara alutsista itu sampai dengan batas umur yang ditetapÂkan pada saat memproduksi.
Contohnya...Misal saya beli pesawat temÂpur untuk jangka waktu 25 tahun. Karena kemampuan kita mandiri dalam pemeliharaan, maka selama 25 tahun itu pesaÂwat tempur siap terus. Mandiri dalam
global supply chain, kita mungkin bisa memberikan sebaÂgai bagian dari industri negara lain, sehingga kita mendapatkan sesuatu di situ.
Sesuatu itu apa?Ya itu profit. Jadi kalau misalÂnya kita menjadi global supply chain dalam pembangunan, katakanlah kapal selam pihak negara lain. Maka, negara lain itu manakala mendapatkan peÂsanan kapal selam, kita pasti diiÂkutkan gitu. Itu nilai yang akan kita dapat selain mandiri di daÂlam pemeliharaan. Selanjutnya, kita menuju pada mandiri di daÂlam produksi. Ujung-ujungnya kalau kita mampu menguasai teknologinya melalui pemeliÂharaan,
global suplly chain, terus industri komponen kita itu maju, kita bisa menjadi kemandirian di dalam produksi.
Sejauh ini contohnya apa saja dari negara kita yang sudah bisa dikatakan mandiri dalam produksi?Kita sudah lihat, contoh kita buat panser anoa, kita sudah mandiri. tapi namanya mandiri itu kan berarti produk lokal 100 persen. Tidak. Zaman global sekarang itu tak ada yang 100 persen buatan dalam negeri, negara manapun juga.
Karena itu kan akan mengikuti spektek (spesifikasi teknologi) yang diminta oleh pengguna. Kan gitu. selama kita mampu membuat bentuknya alutsista, itu merupakan sistem, itulah yang disebut produk. saya kira itu ya.
Terus Sukhoi sekarang baÂgaimana pembeliannya?Ini belum sampai situ, kan masih dalam proses. Masa mau diomongkan.
Sebenarnya jadi enggak sih kita mau membeli Sukhoi itu?Kita tidak akan katakanlah. Karena pengguna membutuhkan itu. Kalau kita mendegradasi atau menghambat, berarti kita sama saja menghambat tugas pokok daripada pembelian sukÂhoi itu.
Kita menghambat tugas pokok angkatan itu. Tugas pokok kan bisa gagal. Yang terpenting itu waktu beli Sukhoi nanti kita harus minta teknologinya, baÂgaimana memeliharanya kan gitu. ***