PERHELATAN "Musawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa" yang diselenggarakan oleh Unit Kerja Presiden (UKP) untuk Dialog Dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban dari tanggal 8-10 Februari 2018 sangat penting.
Tujuh isu utama yang dibahas selama perhelatan memperoleh momentumnya yang pas. Di antara topik strategis yang menjadi perhatian adalah terkait dengan pandangan dan sikap umat beragama tentang NKRI yang berdasarkan Pancasila.
Topik ini mengesankan kuat bahwa para pemuka agama melalui Mubes ini ingin menegaskan bahwa agama menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa dan menegakkan NKRI berdasarkan Pancasila. Sikap dan pandangan ini sekaligus menunjukkan bahwa para pemuka agama-agama menolak pandangan sekular (sekularisme) yang menegaskan bahwa agama tidak ada kaitannya dengan politik. Diyakini dengan kuat bahwa agama bukanlah merupakan faktor pemecah. Agama justru menjadi integrating factor dan berkontribusi besar dalam menumbuhkan dan memperkokoh nasionalisme.
Hal ini dengan sangat gamblang bisa digali dalam sejarah perjalanan dan perjuangan kebangsaan kita. Dari semenjak perjuangan fisik melawan penjajahan untuk meraih kemerdekaan hingga saat merumuskan dasar atau ideologi bangsa yaitu Pancasila nilai nilai luhur agama telah sangat kuat menjiwai. Berjuang menegakkan keadilan, membela kemanusiaan dari kesewenang-wenangan, menjunjung tinggi martabat dan kedaulatan yang ditunjukkan selama perjuangan fisik adalah perintah agama. Begitu juga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai esensial dari agama agama. Karena itu, tidak ada sedikitpun alasan yang bisa diterima untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dan bangsa sekular. Indonesia adalah bangsa yang relijius di mana agama-agama secara bersama sama menjadi bagian penting.
Meskipun demikian para pemuka agama juga ingin menegaskan bahwa Indonesia bukanlah dan tidak akan pernah menjadi Negara Agama. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa adalah sudah jauh dari cukup, tidak diperlukan ideologi lain termasuk ideologi agama sebagai tandingan atau alternatif. Karena itu upaya-upaya untuk menggantikan Pancasila adalah sebuah political betrayal yang tidak bisa dimaafkan. Yang justru harus dipejuangkan adalah mempertahankan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dalam mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan, dalam membangun tradisi politik dan dalam menegakkan hukum.
Terkait dengan itu maka tidaklah berlebihan untuk dinyatakan bahwa tugas konstitusional dan ideologis seluruh elemen masyarakat adalah menjaga Dan merawat Pancasila antara lain dengan, pertama, memperkokoh, mengembangkan dan menggembirakan terimplementasikannya ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari; meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Tidak ada tempat bagi paham ateisme di Indonesia.
Kedua, menjaga dan menghormati agama dan penganut agama yang lain, tidak menista atau merendahkan agama dan penganut agama lain. Ketiga, membangun kerukunan antar umat beragama.
Demokrasi dan Pemerintah
Uraian di atas sekaligus menegaskan bahwa agama menjadi sumber yang sangat penting dalam upaya membangun demokrasi yang kuat, baik demokrasi prosedural maupun demokrasi esensial.
Demokrasi Indonesia seharusnya demokrasi yang menjunjung tinggi kejujuran dan kemuliaan, bukan demokrasi yang melahirkan dan menyebabkan kemunkaran, penipuan, saling mencerca, diskriminasi dan korupsi. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang menjadikan nilai nilai luhur agama sebagai sumber dan mendorong lahirnya kesejahteraan, keadilan, kedamaian, kemaslahatan dan kemajuan
Hal ini akan melahirkan sebuah kepemimpinan national dan pemerintahan yang legitimate secara politik, hukum dan moral agama. Agama sangatlah berkepentingan sekali dan memberikan dukungan kepada pemerintah hasil pemilu yang diselenggarakan dengan Jurdil, demokratis yang dengan sungguh-sungguh dikelola secara transparan untuk kepentingan bersama.
Semua tindakan yang menggerogoti/koruptif tidaklah sekadar bertentangan atau melawan hukum dan kemanusiaan, akan tetapi juga mengkhianati Tuhan dan agama. Kembali agama menempati posisi yang sangat penting untuk menciptakan kepemimpinan politik yang kuat dan mulia.​ [***]
Penulis adalah cendekiawan muslim, Dewan Pakar Kornas Fokal IMM dan Wakil Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah​