Akhir pekan ini, para pengungsi dari Afghanistan dan Sudan masih membeludak di trotoar depan rumah detensi imiÂgrasi, Kalideres, Jakarta Barat. Meski berada di tempat yang kurang layak itu sejak Desember, namun pihak rumah detensi imiÂgrasi belum juga mengizinkan mereka untuk masuk.
Kepala rumah detensi imigrasi Kalideres Jakarta Barat Morina Harahap mengatakan, saat ini rumah penampungan itu kelebihan kapasitas. Morina mengungkapkan, rumah detensi imigrasi memiliki 51 kamar yang idealnya untuk menampung 85 sampai 102 orang. Namun saat ini sudah diisi 429 orang. Sebanyak 212 merupakan peÂlanggar imigrasi, sisanya adalah pengungsi. Lantas bagaimana Kemenkumhan menyelesaikan masalah ini? Berikut penuÂturan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Rumah detensi imigrasi katanya sudah over capasity. Apa betul?
Jadi memang di Kalideres itu persoalan. Sebetulnya mereka itu adalah imigran-imigran mandiri. Mereka masuk resmi kemudian mendaftar di UNHCR (badan PBB yang mengurus masalah pengungsi), dan menjadi penÂgungsi mandiri. Seharusnya mereka enggak bisa dibiayai. Pernah diwawancara oleh stasiun televisi ternyata mereka minta ke Australia. Sementara Australia sekarang sudah menutup pintu. Akhirnya kita yang menanggung bebannya, sementara detensi kami terbatas.
Jadi memang di Kalideres itu persoalan. Sebetulnya mereka itu adalah imigran-imigran mandiri. Mereka masuk resmi kemudian mendaftar di UNHCR (badan PBB yang mengurus masalah pengungsi), dan menjadi penÂgungsi mandiri. Seharusnya mereka enggak bisa dibiayai. Pernah diwawancara oleh stasiun televisi ternyata mereka minta ke Australia. Sementara Australia sekarang sudah menutup pintu. Akhirnya kita yang menanggung bebannya, sementara detensi kami terbatas.
Memangnya seberapa besar kapasitas rumah detensi imiÂgrasi itu? Jumlah yang bisa kami tamÂpung paling hanya sekitar 3.000 orang. Nah, yang illegal imiÂgran pengungsi seperti dari Afganistan dan Srilanka itu ditangani IOM (
International Organization for Migration) dan dimasukan ke
community house itu ada, tetapi sebagian juga di detensi kami. Detensi kami kan terbatas, tidak cukup untuk menanpung yang sangat besar jumlahnya. Maka dalam Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 125 seharusnya pemda juga ikut bertanggungjawab. Masalahnya pemda juga tidak punya
resources. Kenapa kok sampai harusmelibatkan Pemda, memangnya anggaran dari Kemenkumham sudah tak sanggup untuk meng-cover biayanya? Untuk melayani paspor saÂja keuangan kami ini, karena dengan pengurangan PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) kami (untuk pengurusan) visa saja sudah kehilangan Rp 1,3 triliun tiap tahun. Makanya kemampuan kami melayani yang begitu besar itu menjadi kurang, baik untuk penyediaan fasilitas ataupun lainnya. Untuk itu saya kira lembaga-lembaga terkait, lembaga internasional jangan hanya menuntut pemerintah Indonesia. Mereka juga seharusnya memberi perhatian untuk menangani mereka (pengungsi) yang mandiri. Yang masuk resmi baru jadi menjadi beban kita.
Memangnya berapa banyak sih jumlah pengungsi luar negeri yang ada di Indonesia? Sekitar 13 ribu lebih. Mereka itu pencari suaka dan pengungsi. Pengungsi mandiri sekitar 5.000, dan sisanya ditampung oleh Direktorat Imigrasi melalui rumah detensi dan
community house. Rumah detensi cuma 13 jumlahnya, yang terbesar di Riau, sementara di Tanjung Pinang hanya bisa menampung 400 orang. Rata-rata kapasitas rumah detensi itu bisa menampung 150-200 orang. Jadi total hanya mampu menampung 2.000-3.000 orang. Sesuai denÂgan Perpres, pemda ditugaskan untuk menampung pengungsi dan pencari suaka yang baru ditemukan. Yang mandiri ini menjadi persoalan kami, karena ketika kehabisan uang dia keÂmudian melakukan unjuk rasa seperti kemarin di Kalideres. Beberapa waktu yang lalu mereka unjuk rasa juga di depan kantor UNHCR. Ini kan dilema buat kita.
Kenapa dilema? Di satu sisi berdasarkan huÂkum internasional kami enggak bisa mengusir mereka begitu saja. Tapi di sisi lain, pada beÂberapa daerah ini sudah menjadi beban, sehingga menyebabkan keberatan dan penolakan. Lalu juga ada kecemburuan sosial di masyarakat kita. ereka ditempatkan di
community house, diberikan uang tiap bulan.
Mereka di situ melahirkan, tambah jumlahnya. Pada saat yang sama mereka butuh sekoÂlah, butuh ini itu, tapi berdasarÂkan ketentuan internasional kami bisa melakukan itu (mengusir). Tapi mereka terus menjadi beban kami, itu persoalannya.
Memang tidak ada upaya yang bisa dilakukan, seperti menambah tempat penamÂpungan misalnya? Kami tidak punya kemampuan untuk menambah rumah detensi terus. Kami lebih mengutamaÂkan pembangunan kantor imiÂgrasi. Kantor imigrasi kita hanya 125, padahal ada lebih dari 500 kabupaten/kota. Jadi satu kanÂtor imigrasi ada yang melayani empat kabupaten. Lebih bagus uangnya kami gunakan untuk membuat kantor imigrasi.
Jadi meningkatnya jumlah
middle class, kaum kelas meÂnengah ini membuat permintaanpaspor meningkat. Karena sekaÂrang banyak orang yang kalau ada uang, tidak lagi pergi ke Bali. Mereka pilih pergi ke Singapura, Malaysia, Thailand, dan eropa. Jumlah orang yang umroh juga meningkat, karena keterbatasan kuota haji. Ini penambahannya sangat signifikan.
Makanya kami harus melayaÂninya. Maka numpuk orang di kantor imigrasi itu memang sanÂgat memberatkan sekali. Maka kreatifitas kami untuk membuat inovasi pelayanan publik seperti jemput bola menggunakan mobil keliling, membuka waktu sore diluar jam kerja, sabtu ataupun mempercepat waktu kerja dari jam 6, memperlambat waktu pulang jam 8. Ini semua harus kita lakukan di tengah keterbatasan SDM.
Terkait penyelesaian masalah ini harapan Anda apa? Jadi harpan saya supaya seluruh jajaran keimigrasian meningkatkan pelayanan terÂbaik kepada masyarakat, baik pelayanan penerbitan paspor maupum penerbitan visa. Tapi utamanya, penerbitan visa dalam rangka mendorong investasi pada pekerja ataupun orang-orang yang masuk ke Indonesia untuk berinvestasi.
Ini arahan Presiden, visa ijin tinggal. Kemudian juga daÂlam rangka penegakan hukum keimigrasian, kita tetap berlaku profesional, menjaga tatakrama yang baik. Dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melaÂwan hukum, ini kita lakukan.
Lalu apa yang dilakukan guna mengatasi masalah penÂingkatan kebutuhan paspor ini? Ada beberapa kerja sama yang kami laksanakan tadi ada dengan Polri ada dengan PT Pos. Saat ini ada dua unit mobil keliling paspor keliling, nanti secara berÂtahap akan kami tambah, guna merespon permintaan paspor yang tinggi setiap tahunnya.
Jika sebelumnya di
car free day kami laksanakan aksi simpatik, nanti mobil keliling ini juga kami
drop di
car free day di Jakarta. Memang bentuk pelayanannya tentu sangat terbatas. Jadi yang bersangkutan hanya bisa ambil paspornya di kantor imigrasi atau di PT Pos. Cara ini menghemat waktu penerimaan paspor. Kami terus memperbaiki sistem online agar tidak mudah dibajak.
Pelayanan paspor itu sekaÂrang ada berapa tempat? Jadi kalau hari kerja itu di semua kantor imigrasi, di ULP (Unit Layanan Paspor) ada layanan ULP, yang baru ada UKK (Unit Kerja Keimigrasian) ada beberapa yang kita bersama pemda, ada mal dan beberapa lokasi pelayanan publik yang di Jakarta. Selain itu kami juga bekerja sama dengan pemda.
Kalau kami kekurangan orang, kami melatih pegawai pemda yang bisa diperbantukan supaya bisa melayani kebutuhan paspor. ***