Sebagai lembaga pengawas Ombudsman telah melakukan kajian terkait kebijakan penÂanganan rehabilitasi bagi peÂcandu narkotika. Berikut pemaÂparan Komisioner Ombudsman Andrianus Meliala terkait hasil kajian tersebut.
Apa saja hasil temuan Ombudsman?
Kami ini kan lembaga pengaÂwas ya. Kami melihat berbagai potensi maladministrasi yang telah, dan berpotensi terjadi kaÂlau situasinya dibiarkan begini. Maksudnya telah ya negara suÂdah mengucurkan begitu banyak uang, tetapi ketika ada tiga lemÂbaga yang mengurusi hal yang sama, maka tentu tidak efisien. Ketika ada standar yang berbeda-beda, data yang berbeda-beda, pola yang berbeda-beda maka tentu akan ada yang tidak efisien, tidak efektif, ada anggaran yang sia-sia dan seterusnya. Bahkan mungkin ujung-ujungnya itu jadi bancakan.
Memangnya tiga institusi yang menangani itu apa saja?
Memangnya tiga institusi yang menangani itu apa saja? Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dengan adanya tiga institusi negara ini kan praktis ada potensi kerugian (negara) itu.
Kok Anda sudah bisa langÂsung menyimpulkan ada potensi kerugian negara. Memang sejauh ini Anda sudah melakukan investigasi? Pertama tentu diskusi dengan berbagai pihak. Kedua belusukan, kami pura-pura jadi orang yang sakaw, lalu minta informasi supaya bisa berobat. Tapi yang terjadi adaÂlah membingungkan. Orang yang sama ketika datang ke lembaga ini beda treatment-nya, ketika datang ke lembaga lain beda lagi. Ini kan rentan untuk dikerjain. Masa yang begini mau dipertahankan?
Selain itu.... Selanjutnya ketika masuk ke dalam pun mengalami rehab medis, rehab sosial. Bukankah secara teori keduanya saling mengikuti? Yang begini kan tidak bisa terus dipertahankan. Makanya Juni kemarin kami mengadakan kajian kepada Kementerian Sosial (Kemensos), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tapi kami enggak puas dengan hasilnya. Soalnya mereka masih ngomong kami... kami... kami. Mereka belum ngomong tentang "kita." Makanya kemudian kami lakukan kajian lagi, dan menyimpulkan bahwa pengaÂwasnya juga harus dilibatkan. Makanya sekarang bolanya ada di Kementerian Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kesejahteraan (Kemenko PMK) nih. Bahwa memang ketiga lemÂbaga ini sudah occupied nih, dan itu sudah jadi kebiasaan sehari-hari, maka perlu review dari lembaga di atasnya. Makanya kemudian kami senang semua pihak, baik BNN, Kemensos, maupun Kemenkes ada niat untuk memperbaiki situasi. Dan Kemenko PMK juga mau memÂbuat suatu kegiatan terkait hal itu ya. Jadi kami sebagai pengawas ya nanti akan datang lagi, akan blusukan lagi.
Oh ya hasil kajian ini berdasarkan laporan dari masyarakat, atau inisiatif Ombudsman? Ini inisiatif kami sendiri. Mana ada orang yang berani melapor? Ini investigasi Ombudsman. Jadi kami datang ke tempat-tempat itu, lalu kami bepura-pura jadi pecandu untuk mendapatkan informasi.
Berapa tempat yang didaÂtangi oleh Ombudsman? Ada 12 daerah yang kami investigasi, dan masing-masing ada empat titik yang kami daÂtangi. Salah satunya adalah IPWL-nya BNN yang di Jakarta, Sumatera Utara, Kalimantan, dan Sulawesi. Lalu kesan kami adalah ini tidak ada standarisasi. Kalau di kantor polisi mau biat surat-surat kan jelas persyaratanÂnya apa saja, dan di kantor polisi manapun semuanya sama.
Jadi Anda menyimpulkan kerja ketiga lembaga itu tidak efisien? Mereka sudah maksimal untuk dirinya sendiri. Tapi kalau hanya bicara mengenai dirinya kan enggak selesai masalah. Contoh soal data jumlah perserta rehab ternyata beda-beda. BNN punya sendiri, Kemensos punya sendiÂri, dan seterusnya. Kok bisa beÂgitu sih? Kan sama-sama merah putih. Contoh lainnya soal tarif yang ternyata beda-beda juga. Nah, apakah situasinya mau teus seperti itu? Menurut kami perlu ada semacam konsensus. Mingkin karena dari lembagÂanya sendiri sudah bussiness as ussual, maka perlu ada tindakan dari lembaga di atasnya dalam hal ini Kemenko PMK. ***