Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
SOSIALISASI konsep keadilan sosial yang berÂciri khas keindonesiaan perlu terus ditingkatkan. Salah satu caranya ialah mengembangkan dialog inÂtrafaith, yaitu dialog internal dalam sebuah agama dan dialog interfaith, yaitu dialog antar umat beragama. MenÂgapa ini penting, karena tema-tema keadilan seringkali secara serius muncul di kalangan toÂkoh agama. Masing-masing agama dan bahkan dengan mazhab atau aliran di dalamnya, memÂpunyai persepsi yang agak berbeda satu sama lain. Setiap kelompok mempunyai pemahaman dan penafsiran tentang konsep keadilan sosial meskipun secara esensi dan substansi memiliki lebih banyak persamaan satu sama lain.
Pembacaan dan pemaknaan ulang kitab suci para tokoh agama dalam perspektif keindoneÂsiaan amat penting bagi bangsa yang plural seperti Indonesia ini. Kita sulit membayangkan adanya dialog interfaith tanpa keutuhan pemaÂhaman atau saling pengertian kelompok-kelÂompok internal dari suatu agama. Seringkali ketegangan intrafaith lebih tinggi ketimbang ketegangan interfaith. Bahkan seringkali juga terjadi ketegangan dan konflik intrafath berimÂbas kepada ketegangan interfaith. Paling sering terjadi konflik, baik intrafaith maupun interfaith, dipicu oleh persoalan definisi kebahasaan atau redaksional. Boleh jadi para pihak tidak bisa dengan mudah mengenyampingkan perbeÂdaan dan konflik itu melalui kearifan membaca sebuak teks yang dipersoalkan. Sangat boleh jadi antara para pihak sesungguhnya tidak ada persoalan yang mendasar, yang ada hanya persoalan teknis pembacaan teks yang sudah terlanjur disakralkan dan ditabukan.
Dialog intrafaith dan interfaith ke depan, tidak lagi berhenti dari sudut pandang kebahasaan, tetapi mengacu kepada hakekat dan tujuan umum atau spirit universal kitab suci itu. DaÂlam beberapa hal yang bersifat semantik-ideÂologis bisa diselesaikan dengan cara agree in disagree. Sebab jika dialog masih berkutat dalam soal kebahasaan dan redaksional, masÂing-masing pihak bisa bisa mengklaim dirinya paling benar. Ke depan, dialog intrafaith dan inÂterfaith sebaiknya lebih diarahkan kepada hal-hal yang bersifat fraksis, hal-hal yang bersifat konkret dan bersentuhan langsung dengan kehidupan riil masyarak lapis bawah. Dialog konseptual biarlah menjadi domain para tokoh dan ilmuan agama. Akan tetapi masyarakat laÂpis bawah perlu dialog model lain, yang bukan mengangkat persialan teoretis, yang tidak langÂsung menyentuh kehidupan mereka. Dialog bisa dikembangkan dalam arti berhubungan seÂcara interaktif antara sesama komunitas intraÂfaith maupun interfaith di dalam menyelesaikan persoalah kerusakan lingkungan, menuntaskan fasilitas umum secara bersama-sama, memÂerangi kejahatan narkoba, pencurian, korupsi, dan persoalan pornografi dan pornoaksi, yang oleh semua agama memang melarangnya.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08
Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44
Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46
UPDATE
Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22
Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47
Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45