Kejaksaan Agung menetapkan Tri Wiyasa sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Bank Jabar Banten (BJB) Tower. Direktur PT Comradindo Lintasnusa Perkasa itu langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan di gedung bundar.
"Kami periksa dan dievaluasimelalui gelar perkara. Kita langsung menetapkan tersangka," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman.
Rabu malam, Tri Wiyasa diÂgiring ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Untuk taÂhap pertama, adik Wakil Ketua DPRD DKI Tri Wicaksana itu ditahan selama 20 hari.
Adi menegaskan telah menÂgantongi bukti kuat untuk meÂnetapkan Tri Wiyasa sebagai tersangka. Salah satunya puÂtusan perkara kasasi Wawan Indrawan, bekas Kepala Divisi Umum BJB.
Dalam putusan kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap itu, Mahkamah Agung (MA) menyatakan Wawan terbukti melakukan korupsi secara berÂsama-sama dan dihukum 8 tahun penjara.
"Merujuk putusan kasasi terhadap terpidana Wawan, penyÂidik meyakini bahwa penyidikan dugaan korupsi ini sudah benar. Kami tidak diam dan memeriksa kembali proses persidangan terÂpidana Wawan hingga berkeyaÂkinan bahwa tersangka terlibat dalam kasus itu," kata Adi.
Mengenai penahanan tersangka, bekas Jaksa Agung Muda Intelijen itu beralasan untuk mempercepat proses penyidikan, dan mencegah pelaku melarikan diri.
Kasus korupsi ini bermula dari bdreksi BJB yang berenÂcana memiliki kantor cabang di Jakarta. Mereka lalu membeli 14 dari 27 lantai gedung T-Tower di Jalan Gatot Subroto Kavling 93 Jakarta Selatan.
BJB lalu bernegosiasi dengan PT Comradindo. Perusahaan itu mengklaim sebagai pemilik laÂhan di lokasi itu. Singkat cerita, terjadi kesepakatan harga pembelian tanah sebesar Rp 543,4 miliar.
Rapat direksi BJB lalu menyÂetujui pembayaran uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012. Sisanya, dicicil R p27,17 miliar per bulan dalam kurun waktu satu tahun.
Belakangan diketahui, lahan BJB Tower masih sengketa. Harga pembeliannya pun jauh di atas harga pasar. PT Comradindo yang menawarkan gedung itu ternyata bergerak di bidang informasi teknologi, bukan properti.
Berbagai kejanggalan daÂlam transaksi itu menyebabkan BJB dirugikan Rp 217 miliar. Atas perbuatannya, Tri Wiyasa disangka melakukan korupsi. Ia dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Tri Wiyasa sempat memÂpersoalkan penetapan dirinya sebagai tersangka. Dalam status buron, ia mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2016.
Gugatannya terhadap Kejaksaan Agung dikabulkan. Status Tri Wiyasa dianulir pengadilan. Namun kejaksaan tak berhenti mengusut kasus ini.
"Ya, akan diterbitkan sprindik baru, karena kan statusnya sudah nggak tersangka karena putusan praperadilan," kata Arminsyah, JAM Pidsus saat itu.
Hal senada disampaikan Fadil Zumhana, Direktur Penyidikan JAM Pidsus saat itu. Ia menegasÂkan perkara korupsi pembanguÂnan BJB T-Tower tak dihentikan. "Tidak ada (penghentian), kami masih kaji untuk proses hukum lanjutan," tandasnya.
Kilas Balik
MA Putus Bekas Pejabat BJB Dibui Delapan Tahun
Anulir Vonis Bebas
Mahkamah Agung (MA) menganulir vonis bebas Wawan Indrawan, bekas Kepala Divisi Umum Bank Jabar Banten (BJB). Wawan diputus bersalah melakukan korupsi pembanguÂnan BJB Tower di Jalan Gatot Subroto Kavling 93 Jakarta dan dihukum 8 tahun penjara.
Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung memutus Wawan tak bersalah dalam perkara yang merugikan negara Rp 217 miliar.
Atas putusan itu, kejaksaan memutuskan mengajukan bandÂing. "MA kabulkan permohonan kasasi kita. Terdakwa dihukum 8 tahun penjara. Putusan MA diketuk dua pekan lalu," kata Sarjono Turin, jaksa penuntut umum (JPU) kasus ini. Turin kini Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta .
Meski MA menganulir vonis bebas Wawan, namun hukuÂmannya yang dijatuhkan masih rendah dari tuntutan jaksa. Jaksa meminta Wawan dihukum 12 tahun, dan denda Rp1 miliar subÂsider 6 bulan kurungan. Wawan dianggap terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 14 Undang Undang 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Kejati DKI belum bisa mengeksekusi putusan kasasi MA. Pasalnya, salinan putusan belum diterima. "Nanti begitu turun putusannya kita eksekusi," kata Turin.
Kasus bermula saat manajeÂmen Bank BJB menyetujui pemÂbelian 14 dari 27 lantai T-Tower di Jalan Gatot Subroto, Kavling 93, Jakarta Pusat untuk cabang khusus BJB (BJB Tower) di Jakarta pada 2006.
Pembangunan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan PT Comradindo yang menyeÂdiakan tanah dan biaya ditangÂgung BJB.
Bank milik Pemprov Jawa Barat itu menyepakati harga tanah senilai Rp 543,4 miliar. Pembayaran dilakukan dengan cara menyetor uang muka sebesa r 4 0 persen senilai Rp 217,36 miliar pada tahun 2012. Sedangkan sisanya dicicil Rp 27,17 miliar per bulan selama satu tahun.
Wawan yang bertindak seÂbagai Ketua Panitia Pengadaan Tanah dan atau Bangunan BJB dianggap berperan dalam proyek yang merugikan negara sebesar Rp 217 miliar. Belakangan, tanah dan bangunan yang dibeli BJB masih dalam sengketa.
Atas perbuatan tersebut, JPU mendakwa Wawan telah melakuÂkan korupsi secara bersama-sama karena tidak mengecek dan mengonfimasi keabsahan lokasi lahan pembangunan BJB Tower.
JPU menilai Wawan saat itu belum melengkapi izin-izin pembangunan dalam melakukan pengadaan BJB Tower serta proyek tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan direksi.
Perbuatan itu dianggap jaksa telah menyalahgunakan kewenangan jabatannya sebaÂgai ketua tim pengadaan seÂhingga merugikan keuangan negara. ***