Direktur PT Comradindo Lintasnusa Perkasa, Triwiyasa diduga mengetahui kemana amblasnya dana Rp 217 miliar yang dikucurkan Bank Jawa Barat dan Banten (BJB) pada tahun 2012. Kendati begitu, Kejagung masih belum menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik-JAM Pidsus) Kejagung Warih Sadono menerangkan, jajarannya perlu melakukan gelar perkara atau ekÂspose untuk menentukan status hukum Triwiyasa. "Segera dilaksanakan ekspose atau gelar perkara," katanya.
Gelar perkara tersebut dibutuhkan guna memastikan atau menguÂkur dugaan keterlibatan Triwiyasa di kasus ini. Setelah ada kesimpuÂlan dari gelar perkaratersebut, jakÂsa pun bisa memastikan apakahperlu mengeluarkansprindik baru atau tidaknya.
"Tunggu waktu yang tepat ya," sergahnya. Sementara, Kepala Pusat Penerangan Dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M Rum menandaskan, gelar perkara pasti dilaksanakan oleh penyidik yang menangani setiap perkara.
Ditekankan, proses gelar perkara tidak bisa disampaikan secara terbuka. "Gelar perkara diÂlakukan untuk keperluan intern. Jadi tidak bisa dipublikasi," terangnya, kemarin petang.
Disampaikan, keperluan intern yang dimaksud adalah keperluan para pihak yang terkait denganperkara. Adapun hasil atau kesimÂpulan dari gelar perkara tersebut, nantinya baru bisa disampaikan begitu penyidik menentukan langkah hukum lanjutan.
Sebelumnya Warih menyebutÂkan, agenda ekspose petkara koÂrupsi ini sempat tertunda karena waktunya berdekatan dengan momen hari libur nasional, yakni Hari Raya Natal dan Tahun Baru. "Pokoknya tunggu harinya saja," ucapnya.
Dia mengaku, telah mengusulkan agar sprindik baru segera diterbitkan untuk Triwiyasa. "Iya, sudah kami usulkan sprindik baru, tapi tetap harus melalui ekspose dulu, karena prosedur memang seperti itu, ikuti saja."
Triwiyasa diduga sempat buronsebelum praperadilannya dikabulkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 2016. Terseretnya nama Triwiyasa pada pusaran kasus ini setelah Mahkamah Agung (MA) memuÂtus hukuman penjara delapan taÂhun kepada Wawan Indrawan, beÂkas Kepala Divisi Umum BJB.
Pada persidangan tingkat pertama di PN Tipikor Bandung, Wawan divonis bebas dari tudÂingan korupsi pengadaan lahan dan pembangunan T-Tower miÂlik BJB di Jalan Gatot Subroto, Kaveling 93-Jakarta. Namun jaksa memutuskan kasasi atas putusan hakim tersebut.
Kasus ini berawal saat maneÂjemen Bank BJB memutuskan untuk memiliki kantor perwakiÂlan di Jakarta pada 2006. Untuk mewujudkan hal itu, manajemen BJB bekerjasama dengan PT Comradindo. Dalam nota kerjasaÂma tersebut, BJB bersedia menguÂcurkan dana Rp 543 miliar.
Dana proyek itu dikucurkan atau dibayar secara bertahap alias per-termin pekerjaan. Akan tetapi dalam praktiknya, jaksa menuduh penggelontoran dan pemanfaatan anggaran proyek dilakukan secara tidak hati-hati.
Atas hal tersebut, jaksa meÂnaksir terdapat dana sebesar Rp 217 miliar yang menguap. Asumsi adanya dana menguap disebabkan areal atau lahan untuk membangun BJB Tower ternyata bermasalah.
Walhasil, pembangunan meÂnara BJB yang direncanakan setinggi 27 lantai mangkrak hingga sekarang. Rum menegasÂkan, tindak-lanjut atas penangan kasus ini tentunya dilakukan juga untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang terjadi. "Kita tebtunya tetap conÂcern pada upaya pengembalian keuangan negara."
Dia menyanggah anggapan bahwa panjangnya waktu penunÂtasan perkara ini dipicu adanya intervensi puhak tertentu pada penyidik Kejagung.
"Tidak ada intervensi dari manapun," tegasnya.
Kilas Balik
Sempat Diperiksa Sebagai Tersangka Kejagung memeriksa tersangka Direktur PT Comradindo Lintasnusa Perkasa Triwiyasa terkait dugaan tindak pidana korupsipembangunan T-Tower BJB di Jl Gatot Subroto, Jakarta.
"Dari pukul 10.00 WIB dilakukan pemeriksaan tersangka Triwiyasa yang pada pokoknya terkait dengan proses dan kronologis kegiatan penjualan satuan unit ruang kantor untuk Bank Jabar dan Banten," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung saat dijabat oleh Setia Untung Arimuladi, Kamis, 7 November 2013.
Sehari sebelumnya, satu tersangka lainnya atas nama Wawan Indrawan, bekas Kepala Divisi Umum BJB tidak hadir dalam pemeriksaan. Untung mengatakan, tersangka Wawan tidak hadir karena sakit.
"Tidak hadir berdasarkan keterangan atau surat dokter Henny K Koesna dari RSUD Soreang Pemkab Bandung yang diserahkan penasehat hukumnya dari Rofiana & Associates Law Firm," bebernya.
Untung menambahkan, terÂsangka Wawan memohon penÂjadwalan pemeriksaan kembali pada Rabu 13 November 2013.
Selain itu, pada Rabu, 5 Juni lalu, Kejagung juga telah memanggil Komisaris PT Comradindo Lintasnusa Perkasa Flavius Joanna. Akan tetapi yang bersangkutan tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Saksi Flavius Joanna merupakan anak dari pengusaha Titus Soemadi.
Berturut-turut sebelumnya, jaksa juga disebutkan bahwa pada Selasa, 27 Agustus, Dirut BJB Bien Subiantoro telah diperiksa di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar di Bandung.
Bien diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Bersama-sama dengan Bien, penyidik juÂga telah memeriksa empat saksi lainnya yaitu, Andy Sujana seÂlaku Direktur Utama PT Sadini, Officer Pengadaan Barang dan Jasa pada Divisi Umum Bank BJB Lukman N Basuni, bekas Direktur Komersial Bank BJB Entis Kushendar, dan Pemimpin Group Keuangan Internal paÂda Divisi Umum Bank BJB Iswahyudi.
Dari sekian banyak saksi, penyidik menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya adalah Kepala Divisi Umum BJB Wawan Indrawan yang sudah divonis Mahkamah Agung (MA) delapan tahun penjara dan Triwiyasa, Direktur PT Comradindo Lintasnusa Perkasa.
Pada proses penanganan kasus ini, Triwiyasa sempat mengajuÂkan praperadilan atas penetaÂpan status tersangkanya. Oleh pengadilan, gugatan praperadilan Triwiyasa diterima sehingga status tersangka yang disandangnya pun gugur atau batal demi hukum.
Belakangan, Kejagung yang menarik penanganan perkara ini dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar pun bersikukuh, putusan perkara kasasi atas terdakwa Wawan Indrawan yang divonis delapan tahun penjara menyiratÂkan adanya tindak pidana secara bersama-sama dengan pihak lainnya.
Bermodak putusan itulah, Kejagung mengagendakan unÂtuk kembali mentersangkakan Triwiyasa. Namun sampai sejauh ini, upaya menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru atas nama Triwiyasa belum terealisasi.
Seperti disebutkan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik JAM Pidsus) Kejagung Warih Sadono, pihaknya perlu melakuÂkan gelar perkara lebih dulu untuk menerbitkan sprindik yang sudah disusun penyidik jajarannya itu. ***