Berita

Ahmad Alamsyah Saragih/Net

Wawancara

WAWANCARA

Ahmad Alamsyah Saragih: Kami Menduga Ada Maladministrasi Dalam Penerbitan HGB Pulau Reklamasi

SABTU, 13 JANUARI 2018 | 12:29 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) pulau hasil reklamasi Teluk Jakarta jadi polimik. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan minta supaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencabut Sertipikat tersebut, karena dianggap cacat prosedur. Namun BPN tidak sependapat, mereka justru menolak permintaan itu karena penerbitannya dianggap telah sesuai prosedur. BPN kemudian menyarankan Pemprov DKI mengugat HGB tersebut ke pengadilan.

Masalah prosedur ini sebetulnya juga sudah dipersoal­kan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ). Sekitar November 2017, KSTJ me­laporkan Menteri graria dan Tata Ruang (Kepala BPN), serta Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara ke Ombudsman Republik Indonesia. KSTJ me­nilai terdapat banyak masalah administrasi dan hukum atas terbitnya HPL dan HGB di pulau reklamasi tersebut.

Lantas bagaimana pandangan Ombudsman terkait masalah prosedur ini? Apakah betul du­gaan adanya maladministrasi? Lalu sampai dimana proses pen­anganan aduan itu sendiri di tan­gan Ombudsman? Berikut pen­jelasan Komisioner Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih ke­pada Rakyat Merdeka;

Bagaimana kemajuan penanganan aduan dugaan adanya maladministrasi pada penerbitan HGB pulau rekla­masi?
Sekarang ini kasusnya masih kami dalami. Kami sedang pelajari, mengapa peruntukan tata ruang belum disahkan, tapi HGB sudah terbit. Lalu mengapa belum ada MoU antara Pemprov DKIdengan pengembang, tapi HGB induk sudah diterbitkan di atas Hak Pakai Lahan (HPL). Seharusnya setelah HPL tunggu tata ruang dan MoU dulu agar perundingan lebih setara.

Memang sampai sejauh ini belum ada penjelasan dari BPN terkait hal itu?

Belum. Nanti kami akan laku­kan klarifikasi langsung. Tim akan siapkan agenda pemerik­saan.

Tapi aduannya kan sudah masuk sejak November 2017 lalu. Mengapa Ombudsman belum juga memanggil BPN?
Saat ini kami baru lakukan kajian dokumen. Setelah ini baru akan dilanjutkan pemeriksaan. Kami kan tidak bisa hanya seka­dar panggil-panggil saja. Apalagi dari segi kriteria ini bukan masuk skema reaksi cepat ombudsman (RCO). Dan lagi sebelumnya su­dah ada gugatan di pengadilan.

Lho mengapa penanganan kasus ini tidak dimasukan dalam RCO. Bukankah perkara ini jadi perhatian utama publik?

Ya tidak masuk kriteria skema reaksi cepat Ombudsman. Kasus yang masuk kriteria RCO itu misalnya untuk kasus pasien yang kritis, tapi tak dapat kamar rumah sakit. Jadi kalau ada yang akan mati gara-gara ini ya kami masukkan ke skema RCO.

Lalu kapan dong Ombudsman akan panggil BPN?

Serahkan pada kami lah un­tuk panggil memanggil. Tim pemeriksa Ombudsman yang akan handle. Mereka akan bikin timeline-nya.

Berdasarkan jawaban per­tama tadi, berarti prosedurnya positif bermasalah ya?

Baru sampai dugaan malad­ministrasi. Kalau pemeriksaan selesai baru kami boleh bilang positif maladminsitrasi atau tidak ada maladministrasi. Kalau kami sebut dugaan, berarti ada bukti awal yang cukup untuk masuk pemeriksaan.

Berarti bisa dibilang ada indikasi telah terjadi malad­ministrasi ya?
Seperti saya bilang, baru sam­pai dugaan maladministrasi. Jika belum ada dugaan, kami akan sebut potensi atau gejala maladministrasi.

Dari hasil kajian sementara, apakah sudah ada dugaan ke­napa BPN bisa mengeluarkan HGB dengan cepat?
Belum, itu nanti akan terjawab setelah pemeriksaan.

Seperti yang anda bilang tadi, HGB lebih cepat terbit dulu dari MoU dan HPL. Ini kan jelas tidak biasa. Apakah patut diduga karena ada desa­kan dari pengembang?
Kami tidak bisa menyatakan seperti itu. Hasil pemeriksaanlah yang akan menentukan. Apapun sebabnya, jika maladministrasi ya maladministrasi.

Seandainya nanti Ombudsman menetapkan terjadi pelanggaran administrasi, apakah rekomendasi yang diberikan bisa membuat HGB itu dicabut?
Undang-undang memberi kami kewenangan untuk mer­ekomendasikan tindakan korektif oleh terlapor, dan sifatnya mengikat. Tapi sebaiknya kita lihat hasil pemeriksaan nanti. Jangan dimulai dengan opini. Biarkan mesin pemeriksa kami yang akan bekerja. Mereka tidak bisa diintervensi, bahkan oleh saya sekalipun. ***

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Harga Emas Antam Turun Usai Cetak Rekor Tertinggi

Jumat, 21 Februari 2025 | 09:25

Jadi "Pengacara", Anies Temui Diaspora di Qatar

Jumat, 21 Februari 2025 | 09:15

Intelijen Sebut Gencatan Senjata Rusia-Ukraina akan Terjadi Tahun Ini

Jumat, 21 Februari 2025 | 09:07

Proyeksi Penjualan Walmart Suram, Wall Street Muram

Jumat, 21 Februari 2025 | 08:58

Retret Kepala Daerah Hak Prerogatif Presiden

Jumat, 21 Februari 2025 | 08:41

KPK Dalami Dugaan Hasto Kristiyanto jadi Penyokong Dana Pelarian Harun Masiku

Jumat, 21 Februari 2025 | 08:23

Harga Emas Menjulang ke Rekor Tertinggi Ditopang Permintaan Safe Haven

Jumat, 21 Februari 2025 | 07:59

Ferry Juliantono Dorong Himpuni Terlibat dalam Percepatan Pembangunan melalui Koperasi

Jumat, 21 Februari 2025 | 07:48

Greenback Jatuh terhadap Sejumlah Mata Uang Utama

Jumat, 21 Februari 2025 | 07:39

Pasar Eropa Jatuh ke Level Terendah Satu Pekan

Jumat, 21 Februari 2025 | 07:13

Selengkapnya