Berita

Foto/Net

Politik

Formappi: Kasus Omelang Pendidikan Politik Buruk Yang Dilakukan Negara

SABTU, 06 JANUARI 2018 | 06:05 WIB | LAPORAN:

Dukungan sejumlah parpol kepada Eltinus Omaleng, Bupati petahana Kabupaten Mimika, Papua, untuk kembali maju dalam Pilkada Mimika 2018 mengundang reaksi keras berbagai kalangan.

Hal ini lantaran putusan Mahkamah Agung Nomor 01 P/KHS/2017 telah menegaskan bahwa Omaleng terbukti bersalah melakukan pemalsuan ijazah.

Meski Begitu partai pendukung pasangan Omelang-John Rettob menutup mata atas kasus yang membelit Bupati petahana.

Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus, menilai bukan hanya partai yang menutup mata putusan hukum terhadap Omelang. Mendagri dan Gubernur Papua terkesan saling melempar alasan untuk mengulur-ulur waktu pelaksanaan eksekusi.

Lucius, menilai negara ini terlalu permisif atas pemalsuan ijazah. Hal ini merupakan sebuah pendidikan buruk yang dilakukan negara.

"Keanehan pertama, putusan MA yang memakzulkan Omaleng terkait penggunaan ijazah palsu itu sampai sekarang tidak juga dieksekusi oleh pejabat terkait. Sudah delapan bulan sejak putusan MA dikeluarkan," ujar Lucius seperti keterangan tertulisnya, Jumat (5/1).

Lebih lanjut, Lucius menjelaskan keanehan kedua, adalah meski keputusan hukum terhadap Omelang telah inkracht namun tidak menggoyahkan parpol untuk kembali mendukung Omaleng.

Menurutnya keanehan kedua ini telah mengonfirmasi bahwa partai memiliki kepentingan terhadap kekuasaan Omaleng di Kabupaten Mimika.

"Omaleng bagi mereka adalah 'emas', walaupun sudah ada pihak yang memastikan itu adalah 'emas palsu atau KW'. Tetapi yang palsu atau KW pun, jika harganya melambung, maka ia tetap sama berharganya dengan emas asli," urainya.

Lebih jauh Lucius menilai dalam kasus Omaleng membuka mata bahwa transaksi politik di Indonesia masih tetap terjadi. Dengan kata lain, Parpol hanya peduli pada harga atau nilai keuntungan dari emas. Bukan pada kualitas emas itu sendiri.

Dirinya sangat menyesalkan dalam pesta demokrasi khususnya dalam pilkada mahar politik masih menjadi penentu.

"Sokongan itu diberikan bukan karena kualitas figur juga bukan karena peduli pada figur tersebut, tetapi semata-mata karena harga atau nilai transaksi. Bahwa setelah terpilih nanti putusan MA dieksekusi, itu urusan lain. Yang penting parpol sudah mendapatkan mahar besar," ujar Lucius. [nes]

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya