Berita

Marsekal Hadi Tjahjanto dan Jenderal Gatot/Net

Pertahanan

Panglima TNI Balas Dengan Senyuman

Keputusannya Anulir Rotasi Perwira Dipersoalkan
JUMAT, 22 DESEMBER 2017 | 08:13 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Keputusan mendadak Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menganulir mutasi 16 perwira tinggi TNI dipersoalkan sejumlah kalangan. Ada yang menilai, ini sama saja melecehkan Jenderal Gatot yang melakukan mutasi ini diakhir masa jabatannya sebagai panglima. Bagaimana tanggapan Marsekal Hadi? Ditanya begini, Marsekal Hadi membalasnya dengan senyuman.

Senyum ini dilontarkan Marsekal Hadi saat ditanya wartawan, usai mengunjungi Bumi Marinir, Cilandak, Jakarta Selatan, kemarin. Saat didesak lebih lanjut, Panglima akhirnya berkomentar begini, "Bagus sekali pertanyaannya. Nanti akan dijawab Kapuspen TNI ya," ujarnya sambil berlalu.

Sehari sebelumnya, Hadi menjelaskan, alasannya membatalkan rotasi jabatan 16 perwira tinggi TNI karena amanah sebagai Panglima TNI. "Saya harus mengamanahkan tugas sebagai Panglima TNI. Untuk itu saya selalu mengevaluasi secara terus menerus berkesinambungan terhadap sumber daya manusia TNI. Untuk memenuhi organisasi di TNI ini dan menghadapi tugas-tugas ke depan yang semakin kompleks," ujar Hadi saat mengunjungi di Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Depok.

Seperti diketahui, surat pembatalan mutasi ini diteken Marsekal Hadi, Selasa (19/12) lalu. Surat itu pada intinya menyatakan, mutasi 16 pati TNI itu tidak ada. Yang paling menonjol dari pembatalan itu adalah mutasi Letjen Edy Rahmayadi dari posisi Pangkostrad.

Sampai kemarin, suara negatif soal pembatalan ini masih berlanjut. Salah satunya diutarakan bekas mendagri Syarwan Hamid. Kata Syarwan, pembatalan mutasi Pati ini patut dipertanyakan. Sebab, mutasi ini sudah melalui proses di Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi TNI (Wanjakti TNI), yang dihadiri oleh sejumlah pihak, di antaranya Kepala Staf Umum TNI, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat, Angkatan Laut, serta Angkatan Udara, Irjen TNI, Kabais TNI, Lemhannas, Kemenkopolhukam, dan Kemenhan.

"Saya meyakini putusan pembatalan ini tidak serta merta keinginan dari Panglima TNI Hadi sendiri. Tetapi ada perintah khusus, apakah itu dari pimpinan tertinggi dan kelompok tertentu, yang mengingingkan mutasi tersebut dibatalkan," ujar Hamid.

Menurutnya, pembatalan mutasi ini sama saja melecehkan atau penghinaan terhadap Panglima TNI sebelumnya. Termasuk melecehkan institusi TNI sendiri. "Sebagai senior TNI, saya menyesalkan dan prihatin. Pembatalan mutasi Pati ini sangat tidak lazim di tubuh TNI," tegas menteri era presiden BJ Habibie itu.

Sementara, analisa mengenai keputusan Hadi masih bermunculan. Ketua Setara Institute Hendardi menilai, keputusan Hadi menganulir mutasi adalah kewenangan Panglima sepenuhnya, sebagai pemegang tongkat komando. Ia menduga keputusan ini untuk penguatan organisasi TNI berdasarkan prinsip right man in the right place. Apalagi ia menduga, mutasi perwira yang dilakukan Jenderal Gatot sangat berbau politis. Karena dilakukan jelang jabatannya berakhir. "Memang tidak melanggar hukum, tapi tidak etis dalam konteks kepemimpinan," kata Hendardi, kemarin.

Analisa berbeda disampaikan pengamat militer Salim Said. Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan) itu menilai keputusan Hadi memang sangat tidak lazim. Dan tentu saja jadi tanda tanya besar. Apalagi jika mengingat Hadi berasal dari matra Angkatan Udara.

Salim mengaku langsung melakukan komunikasi dengan beberapa perwira tinggi dan petinggi politik terkait keputusan Hadi tersebut.

Hasilnya, ia berkesimpulan jika keputusan Hadi menganulir bukan atas inisiatif pribadi. "Dia bukan tipe orang yang berani ambil keputusan berani kayak gini," kata Salim, kemarin.

Menurut dia, keputusan Hadi mengikuti petunjuk Presiden Jokowi. "Pertanyannya kenapa presiden beri perintah pembatalan? Padahal kan Jenderal Gatot masih aktif. Kalau ada apa-apa kan mestinya dari awal peringatkan Gatot dong. Makanya saya yakin ini ada unsur politis," ungkapnya.

Menurut Salim, ada dua dugaan yang bisa menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, Jokowi memang tidak suka dengan keputusan Gatot melakukan mutasi di masa akhir-akhir jabatannya. Kedua, ada beberepa kelompok kepentingan yang berhasil menekan Presiden. "Presiden enggak begitu happy dan menurut sumber saya merasa dilampaui. Artinya dia perintahkan Hadi ubah saja deh. Dugaan lain ada tekanan dan kepentingan disekelilingnya. Jadi ada kekesalan Presiden kepada Gatot yang melakukan mutasi jelang pensiun," kata Salim. ***

Populer

Jokowi Kumpulkan Kapolda Hingga Kapolres Jelang Apel Akbar Pasukan Berani Mati, Ada Apa?

Kamis, 12 September 2024 | 11:08

Diamnya 4 Institusi Negara Jadi Tanda Akun Fufufafa Milik Gibran

Minggu, 15 September 2024 | 08:14

Soal Video Winson Reynaldi, Pemuda Katolik: Maafkan Saja, Dia Tidak Tahu Apa yang Dia Perbuat!

Senin, 09 September 2024 | 22:18

Petunjuk Fufufafa Mengarah ke Gibran Makin Bertebaran

Kamis, 12 September 2024 | 19:48

Prabowo Bisa Ajukan Penghentian Wapres Gibran Setelah 20 Oktober

Minggu, 15 September 2024 | 10:26

KAHMI Kumpulan Intelektual Banci?

Sabtu, 14 September 2024 | 14:45

Jagoan PDIP di Pilkada 2024 Berpeluang Batal, Jika….

Minggu, 08 September 2024 | 09:30

UPDATE

Tagar #FufufafaAdalahGibran Trending di X

Selasa, 17 September 2024 | 10:06

Heru Budi Bersyukur Tidak Diusulkan jadi Pj Gubernur Jakarta

Selasa, 17 September 2024 | 10:01

Trump Pantang Mundur Meski Hampir Dua Kali Terbunuh

Selasa, 17 September 2024 | 09:57

Berkat Jeruk Bali dan Durian Ekspor Buah Vietnam Hasilkan Rp71,2 Triliun

Selasa, 17 September 2024 | 09:56

Jurusan Sains Data Tawarkan Peluang Karier Luas di Bidang Industri

Selasa, 17 September 2024 | 09:49

Meta akan Gunakan Postingan Publik untuk Melatih Model AI

Selasa, 17 September 2024 | 09:39

Israel Rekrut 30.000 Migran Afrika Jadi Tentara

Selasa, 17 September 2024 | 09:38

Potensi Kerugian Penambangan Pasir Laut Lebih Gede

Selasa, 17 September 2024 | 09:30

Gerakan Coblos Semua Paslon Kerjaan Segelintir Oknum Relawan Anies

Selasa, 17 September 2024 | 09:20

Makin Moncer, ADHI Sukses Kantongi Kontrak Baru hingga Rp13,6 Triliun

Selasa, 17 September 2024 | 09:17

Selengkapnya