Berita

Andrianus Meliala/Net

Wawancara

WAWANCARA

Andrianus Meliala: Orang Kemenhan Berpikirnya Masih Ketentaraan, Waspada Berlebihan Termasuk Pelayanan Publik

SENIN, 11 DESEMBER 2017 | 10:53 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Lembaga Ombudsman baru-baru ini merilis hasil survein­ya terkait penilaian terhadap kualitas pelayanan publik pada 22 kementerian, enam lembaga negara, 22 pemer­intah provinsi, 45 pemerintah kota, dan 107 pemerintah kabupaten.

Dalam survei yang dilakukan sejak awal tahun lalu itu Ombudsman membuat tiga kategori. Pertama, zona hijau untuk tingkat pelayanan publik yang tinggi. Kedua zona kuning untuk kategori sedang dan merah untuk kategori pelayanan rendah.

Hasilnya, di tingkat kemen­terian, hanya ada lima kemen­terian yang masuk zona hijau. Semetara kementerian yang masuk zona kuning ada delapan. Yang palingmiris ada satu kementerian yang masuk zona merah yakni; Kementerian Pertahanan.


Komisioner Ombudsman, Andrianus Meliala menyebut­kan, ada dua pelayanan publik di Kementerian Pertahanan yang menjadi penyebab Kemenhan masuk ke zona merah. Yakni per­izinan bahan peledak dan perizinan exit-permit. Berikut penjela­san lengkap  kepada Rakyat Merdeka:

Apa dasar penilaian Ombudsman sehingga menempat­kan kementerian, lembaga neg­ara dan pemerintahan daerah dalam tiga kategori itu?
Ya kami melihat ini dari pe­menuhan hal-hal atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Terkait standar pelayanan publik yang saat ini merupakan standar pelayanan minimal bagi suatu lembaga yang memiliki tupoksi melayani untuk melakukan pe­layanan.

Nah standar pelayanan mini­mal itu jumlahnya ada 14 hal. Mulai dari ketersedian WC, ketersedian ruang untuk me­nyusui, ketersedian tarif kalau memang ada tarif di situ ya, ketersedian waktu.

Nah itu yang kami cek secara diam-diam, secara blusukan. Kalau memang ada ya kami bilang ada, kalau tidak ada yang kami bilang tidak ada, lalu hasil itu kami konversikan sebagai angka, angka itu kami konversi­kan menjadi kategori hijau, kun­ing, merah tersebut. Kalau yang hijau tentu memiliki tingkat kepatutan yang tinggi terhadap 14 hal yang tadi, begitu juga dengan zona kuning. Sebaliknya dengan zona merah.

Dari hasil survei lembaga itu di tingkat kementerian han­ya Kementerian Pertahanan yang masuk zona merah. Sebenarnya pelayanan publik apa aja yang dirasakan kurang di Kementerian Pertahanan itu?

Perizinan bahan peledak dan perizinan exit-permit bagi peja­bat Indonesia yang ingin keluar negeri.

Itu berdasarkan laporan atau bagaimana?

Oh itu berdasarkan undang-undang bahwa Kementerian Pertahanan dinilai sebagai regu­lator, Koordinator buat TNI, namun juga memiliki dua pe­layanan publik dalam dua hal tersebut. Kita tidak mencari-cari kesalahan lho, tapi itu sudah ada di undang-undangnya. Bahwa dalam mereka melakukan pe­layanan tidak sesuai dengan Undang-Undang Pelayanan Publik, nah itu tidak baik.

Dari periode kapan Ombudsman melakukan peman­tauan kepada pelayanan pub­lik tersebut?

Kami untuk tahun ini melaku­kan penilaiannya itu dimulai dari bulan Mei sampai Juni. Sekitar satu sampai dua bulan melaku­kan blusukan untuk melihat pelayanan publik yang memang sudah ditentukan.

Lalu kami juga datang dua hingga tiga kali blusukan. Benar atau tidak yang disampaikan oleh orang yang pertama kali kami tanyakan. Jadi tidak per­lu khawatir, kami tidak akan macam-macam. Ternyata benar, tidak ada orang yang tahu ini, maka masuk ke zona merah.

Selain lewat blusukan, saat survei itu apakah Ombudsman juga memasukan sisi laporan masyarakat tentang pelayan­an publik di Kementerian Pertahanan sebagai bahan penilaian?
Belum ada. Ini justru menjadi langkah kami jika ada pelayanan publik yang belum pernah di­laporkan. Misalnya contoh, ada 13 ribu jenis layanan, se­mentara yang melaporkan itu paling hanya 200 laporan, itu pun paling mengenai di bidang pajak, SIM, Dukcapil, hal-hal yang biasa. Nah bagaimana jika di jasa bahan peledak? Kalaupun ada laporan, pasti sangat sedikit sekali. Makanya jika ka­mi hanya menunggu pengaduan dari masyarakat rasanya seperti menunggu lebaran tahun kuda.

Mereka berpendapat jika itu dibuka seperti permintaan dari undang-undang maka tidak ada bedanya jasa per­izinan bahan peledak dengan jasa pos giro?
Menurut saya sih memang tidak ada bedanya kok. Namun sepertinya menurut orang Kemenhan yang memang ber­pikir masih orang-orang tentara ya rahasia-rahasiaan. Kan di dalam undang-undangnya tidak ada penjelasan bahwa untuk lembaga seperti Kemenhan, Badan Intelijen Negara (BIN) tidak perlu memenuhi 14 hal pelayanan publik, itu kan nggakada.

Kemenhan menilai survei dari Ombudsman ini tidak maksimal karena orang yang ditanyakan adalah orang yang tidak menger­ti pelayanan publik, apa tang­gapan Anda soal itu?

Ya itu kan aneh. Kita kan bertemu dengan orang yang berada di meja penerima pe­layanan publik tersebut, kan kita berasumsi bahwa mereka ada­lah penerima layanannya kan. Artinya petugas tersebut harus mengerti tugasnya itu kan. Kalau dia sendiri sudah tidak mengerti, maka yang salah siapa? Masa menyalahkan kami. Kalau kami menanyakan kepada yang duduk di bagian belakang oke saja, tapi kan kami bertanya dengan orang yang duduk di meja penerimaan pelayanan. Kan aneh.

Lalu seharusnya bagaima­na?

Ya sebaiknya segera diperbaiki, karena kan kami bukan lembaga penghukum ya. Kami lembaga pengingat. 'Eh Anda salah lho, tidak sesuai undang-undang. Ada 14 hal yang harus terpenuhi dalam memberikan pelayanan publik. Harus diperbaiki dong.' Sebenarnya ada satu kabupaten yang segera meningkatkan diri dari yang sebelumnya masuk ke zona merah lalu ke kuning atau hijau, tapi ada juga yang tidak meningkatkan diri, nah termasuk Kemenhan ini yang menurut saya agak susah untuk menuruti per­mintaan kami yang sebenarnya diminta oleh undang-undang sendiri. Kenapa? Karena masih ada satu anggapan dalam pe­nyelenggara di sana yakni staf Kemenhan bahwa ada unsur kerahasiaan, ada unsur keamanan negara yang misalnya dibuka seperti layanan yang lain akan membahayakan negara, menurut saya sih itu berlebihan. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya