Berita

Foto/Net

X-Files

Tiga Bekas Kasudin Tata Air Jakut Ditetapkan Tersangka

Kasus Korupsi Dana Swakelola Banjir
RABU, 01 NOVEMBER 2017 | 11:28 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Penyidik gedung bundar Kejaksaan Agung kembali menetapkan sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tersangka kasus korupsi dana swakelola banjir.

Kali ini, lima pejabat Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara dan Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta. Tiga di antaranya adalah bekas Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara (Jakut).

Mereka adalah JS, Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara tahun 2013. Penetapan status ter­sangka didasari surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-81/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.

Kemudian, SH, bekas Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara periode Januari 2013-17 April 2013. Ditetapkan tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-82/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.

W, Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara periode Juni 2013 ñ Desember 2014 juga ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-82/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.

Dalam sprindik yang sama, pe­nyidik menetapkan SR, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara tahun 2013 sebagai tersangka.

Terakhir, SK, pensiunan PNS Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta ditetapkan tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-83/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Dan Hukum Kejaksaan Agung, M Rum, kegiatan swakelola banjir di Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara meliputi: refung­sionalisasi sungai dan waduk, pengerukan, perbaikan saluran penghubung, pembersihan sa­luran sub makro, pemeliharaan infrastruktur drainase saluran mikro dan sub mikro.

Kegiatan itu menghabiskan anggaran hingga Rp116.357.789.000 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2013 dan APBD 2014.

Rum mengatakan, dana swakelola banjir itu diduga telah dikorupsi oleh para tersangka. Namun ia belum mengungkap­kan jumlah kerugian negara dalam kasus ini.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Warih Sadono mengungkapkan, modus korupsi yang dilakukan para tersangka adalah melakukan pemotongan dana swakelola. Perbuatan korupsi itu dilakukan periode 2013 hingga 2014.

"Potongannya sampai 35 persen setiap pekerjaan dan uang potongan dibagi-bagikan kepada tersangka selama bertahun-tahun," kata bekas Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Dana swakelola ini menjadi bancakan para pejabat di wilayah DKI. Modus korupsinya hampir sama. Dana proyek dipotong dan dibagi-bagi.

Kasus ini menjerat Sekretaris Kota Jakarta Barat, Asril Marzuki dan bekas Walikota Jakarta Barat Fatahillah. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan dijeblos­kan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.

Berkas perkara sudah dil­impahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta sejak 24 Juli 2017 lalu. Saat ini sudah disidangkan. Berdasarkan dakwaan jaksa, Asril berperan mengkoordinir pembagian Rp 2,4 miliar dari hasil pemotongan dana swakelola banjir kepada beberapa pejabat.

Pembagian itu dilakukan di ru­ang kerja Asril pada 22 November 2013. Saat itu menjabat Kepala Seksi Perencanaan Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat.

Uang dibagi-bagikan kepada delapan camat di wilayah Jakarta Barat dan Kepala Satuan Polisi Pamongpraja (Satpol PP). Para camat kebagian Rp 80 juta. Sedangkan Kepala Satpol PP mendapat jatah Rp 500 juta.

Proyek dana swakelola banjir di Jakarta Barat tahun 2013 menelan biaya Rp 66,6 miliar. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam proyek ini men­capai Rp 4,8 miliar.

Modus korupsinya, Fatahillah memerintahkan anak buahnya untuk mengajukan proposal keg­iatan normalisasi fungsi sungai, kali serta saluran penghubung, agar bisa mengeluarkan dana.

Anggaran pun cair. Sebagian uangnya dibagi-bagi. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Fatahillah mengembalikan uang Rp 600 juta. Begitu juga Asril. Ia mengembalikan uang Rp 150 juta pernah diterimanya.

Meski sudah mengembali­kan kerugian negara, Kejaksaan Agung tetap meneruskan pe­nyidikan hingga berkas perka­ra keduanya lengkap. Berkas perkara lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk proses penuntutan.

Pada 13 Juli 2017, Fatahillah yang kini menjabat Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretaris Daerah Provinsi DKI dijemput di kan­tornya di Balaikota untuk dije­bloskan ke tahanan.

Kilas Balik
Korupsi Rp 90 Miliar, Kasudin Tata Air Jakut Dibui


Dana swakelola banjir periode 2013-2015 di Jakarta Pusat juga diduga dikorupsi. Kejaksaan Agung menetapkan bekas Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat, Herning Wahyuningsih sebagai tersangka.

Herning yang kini menjabat Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Utara dicokok penyidik gedung bundar dan dijebloskan ke tahanan. "Tersangka HW di­tahan di Rumah Tahanan Negara Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, selama 20 hari terhitung mulai 9 Mei 2017 sampai 28 Mei 2017," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum.

Bersamaan, penyidik juga me­nahan Pahala Tua, bekas Kepala Seksi Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air pada Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat.

Pahala Tua ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sejak 9 Mei 2017 hingga 28 Mei 2017. Rum mengatakan penyidik menahan keduanya atas alasan subjektif dan objektif sebagaima­na Pasal 21 Ayat (1) KUHAP.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana swakelola banjir di Jakarta Pusat Rp90 miliar sejak 20 Februari 2017. "Tim penyidik melakukan pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalah­gunaan dana kegiatan swakelola pada Sudin PU Tata Air Jakpus setelah memeriksa saksi seban­yak 85 orang," tutur Rum.

Rum menjelaskan pada tahun anggaran 2013-2015 Sudin PU Tata Air Jakpus menganggar­kan dana Rp 230.047.137.844. Anggaran ini ditujukan pada kegiatan swakelola banjir di wilayahnya.

Kegiatan swakelola ini berupa perbaikan dan pemeliharaan sa­luran penghubung, jalan arteri, penanganan segera perbaikan tutup saluran, tali-tali air, mulut air, dan pemeliharaan saluran air selama 3 tahun.

Herning selaku Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat saat itu, menerbitkan surat perintah tugas (SPT) kepada Pahala untuk melakukan proyek. Ia juga menerbitkan surat perin­tah kerja (SPK) kepada rekanan proyek yang diduga fiktif.

Bendahara Pengeluaran Pembantu Suku Dinas PU Tata Air Jakpus lalu mengajukan permintaan pencairan dana ke Kas Daerah Provinsi DKI Jakarta. "Dicairkan sebesar Rp 222.942.653.771, namun tidak dipergunakan sebagaimana mes­tinya karena dalam setiap pemba­yaran dilakukan pemotongan sebe­sar 35 persen dari SPT atau sekitar Rp 90 miliar," ungkap Rum.

Herning dan Pahala pun disangka melakukan korupsi melanggar Pasal 2 ayat 1 jun­to Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan men­gatakan, ada 35 pejabat di Dinas Tata Air yang telah ditahan Kejaksaan Agung karena diduga korupsi dana swakelola banjir.

Teguh mengatakan, jumlah pegawai yang ditahan itu terhi­tung sejak 2013. Dari seluruh pegawai yang ditahan, sebagian pegawai telah dipecat. Namun, ada yang masih dinonaktifkan sementara.

"Nah saya memang sangat prihatin karena sampai kemarin sudah ada 35 orang di Dinas Tata Air yang ditahan oleh Kejaksaan Agung. (Sebanyak) 35 pegawai itu untuk masalah ini (dana swakelola banjir) saja," kata Teguh. ***

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

CASN jadi Korban Ketidakpastian Menteri PANRB

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:33

Sore Ini Prabowo Gelar Diskusi Panel Bareng Pimpinan Perguruan Tinggi

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:28

Pasar Masih Tegang, Yen dan Euro Tertekan oleh Dolar AS

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:21

Hendrik PH, Teman Seangkatan Teddy Masih Berpangkat Kapten

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:14

Emas Spot Berkilau di Tengah Ketidakpastian Tarif

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:07

Kegiatan di Vihara Kencana Langgar SKB Dua Menteri dan Perda Tibum

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:56

Bamus Betawi dan Bamus Suku Betawi Sama-sama Terima Hibah Rp8 Miliar

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:28

Febri Diansyah Harus Jaga Etika saat Bela Hasto

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:10

Kapolri Mutasi 1.255 Pati-Pamen, 10 Polwan Jabat Kapolres

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:59

10 Kapolda Diganti, Siapa Saja?

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:47

Selengkapnya