Penyidik gedung bundar Kejaksaan Agung kembali menetapkan sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tersangka kasus korupsi dana swakelola banjir.
Kali ini, lima pejabat Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara dan Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta. Tiga di antaranya adalah bekas Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara (Jakut).
Mereka adalah JS, Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara tahun 2013. Penetapan status terÂsangka didasari surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-81/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.
Kemudian, SH, bekas Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara periode Januari 2013-17 April 2013. Ditetapkan tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-82/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.
W, Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara periode Juni 2013 ñ Desember 2014 juga ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-82/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.
Dalam sprindik yang sama, peÂnyidik menetapkan SR, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara tahun 2013 sebagai tersangka.
Terakhir, SK, pensiunan PNS Dinas Tata Air Provinsi DKI Jakarta ditetapkan tersangka berdasarkan surat perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-83/F.2/Fd.1/10/2017 tanggal 19 Oktober 2017.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Dan Hukum Kejaksaan Agung, M Rum, kegiatan swakelola banjir di Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Utara meliputi: refungÂsionalisasi sungai dan waduk, pengerukan, perbaikan saluran penghubung, pembersihan saÂluran sub makro, pemeliharaan infrastruktur drainase saluran mikro dan sub mikro.
Kegiatan itu menghabiskan anggaran hingga Rp116.357.789.000 yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2013 dan APBD 2014.
Rum mengatakan, dana swakelola banjir itu diduga telah dikorupsi oleh para tersangka. Namun ia belum mengungkapÂkan jumlah kerugian negara dalam kasus ini.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Warih Sadono mengungkapkan, modus korupsi yang dilakukan para tersangka adalah melakukan pemotongan dana swakelola. Perbuatan korupsi itu dilakukan periode 2013 hingga 2014.
"Potongannya sampai 35 persen setiap pekerjaan dan uang potongan dibagi-bagikan kepada tersangka selama bertahun-tahun," kata bekas Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Dana swakelola ini menjadi bancakan para pejabat di wilayah DKI. Modus korupsinya hampir sama. Dana proyek dipotong dan dibagi-bagi.
Kasus ini menjerat Sekretaris Kota Jakarta Barat, Asril Marzuki dan bekas Walikota Jakarta Barat Fatahillah. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan dijeblosÂkan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba.
Berkas perkara sudah dilÂimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta sejak 24 Juli 2017 lalu. Saat ini sudah disidangkan. Berdasarkan dakwaan jaksa, Asril berperan mengkoordinir pembagian Rp 2,4 miliar dari hasil pemotongan dana swakelola banjir kepada beberapa pejabat.
Pembagian itu dilakukan di ruÂang kerja Asril pada 22 November 2013. Saat itu menjabat Kepala Seksi Perencanaan Suku Dinas Tata Air Jakarta Barat.
Uang dibagi-bagikan kepada delapan camat di wilayah Jakarta Barat dan Kepala Satuan Polisi Pamongpraja (Satpol PP). Para camat kebagian Rp 80 juta. Sedangkan Kepala Satpol PP mendapat jatah Rp 500 juta.
Proyek dana swakelola banjir di Jakarta Barat tahun 2013 menelan biaya Rp 66,6 miliar. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara dalam proyek ini menÂcapai Rp 4,8 miliar.
Modus korupsinya, Fatahillah memerintahkan anak buahnya untuk mengajukan proposal kegÂiatan normalisasi fungsi sungai, kali serta saluran penghubung, agar bisa mengeluarkan dana.
Anggaran pun cair. Sebagian uangnya dibagi-bagi. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Fatahillah mengembalikan uang Rp 600 juta. Begitu juga Asril. Ia mengembalikan uang Rp 150 juta pernah diterimanya.
Meski sudah mengembaliÂkan kerugian negara, Kejaksaan Agung tetap meneruskan peÂnyidikan hingga berkas perkaÂra keduanya lengkap. Berkas perkara lalu dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk proses penuntutan.
Pada 13 Juli 2017, Fatahillah yang kini menjabat Asisten Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretaris Daerah Provinsi DKI dijemput di kanÂtornya di Balaikota untuk dijeÂbloskan ke tahanan.
Kilas Balik
Korupsi Rp 90 Miliar, Kasudin Tata Air Jakut Dibui Dana swakelola banjir periode 2013-2015 di Jakarta Pusat juga diduga dikorupsi. Kejaksaan Agung menetapkan bekas Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat, Herning Wahyuningsih sebagai tersangka.
Herning yang kini menjabat Kepala Suku Dinas Tata Air Jakarta Utara dicokok penyidik gedung bundar dan dijebloskan ke tahanan. "Tersangka HW diÂtahan di Rumah Tahanan Negara Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, selama 20 hari terhitung mulai 9 Mei 2017 sampai 28 Mei 2017," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum.
Bersamaan, penyidik juga meÂnahan Pahala Tua, bekas Kepala Seksi Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air pada Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat.
Pahala Tua ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari sejak 9 Mei 2017 hingga 28 Mei 2017. Rum mengatakan penyidik menahan keduanya atas alasan subjektif dan objektif sebagaimaÂna Pasal 21 Ayat (1) KUHAP.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana swakelola banjir di Jakarta Pusat Rp90 miliar sejak 20 Februari 2017. "Tim penyidik melakukan pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahÂgunaan dana kegiatan swakelola pada Sudin PU Tata Air Jakpus setelah memeriksa saksi sebanÂyak 85 orang," tutur Rum.
Rum menjelaskan pada tahun anggaran 2013-2015 Sudin PU Tata Air Jakpus menganggarÂkan dana Rp 230.047.137.844. Anggaran ini ditujukan pada kegiatan swakelola banjir di wilayahnya.
Kegiatan swakelola ini berupa perbaikan dan pemeliharaan saÂluran penghubung, jalan arteri, penanganan segera perbaikan tutup saluran, tali-tali air, mulut air, dan pemeliharaan saluran air selama 3 tahun.
Herning selaku Kepala Suku Dinas Pekerjaan Umum Tata Air Jakarta Pusat saat itu, menerbitkan surat perintah tugas (SPT) kepada Pahala untuk melakukan proyek. Ia juga menerbitkan surat perinÂtah kerja (SPK) kepada rekanan proyek yang diduga fiktif.
Bendahara Pengeluaran Pembantu Suku Dinas PU Tata Air Jakpus lalu mengajukan permintaan pencairan dana ke Kas Daerah Provinsi DKI Jakarta. "Dicairkan sebesar Rp 222.942.653.771, namun tidak dipergunakan sebagaimana mesÂtinya karena dalam setiap pembaÂyaran dilakukan pemotongan sebeÂsar 35 persen dari SPT atau sekitar Rp 90 miliar," ungkap Rum.
Herning dan Pahala pun disangka melakukan korupsi melanggar Pasal 2 ayat 1 junÂto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan menÂgatakan, ada 35 pejabat di Dinas Tata Air yang telah ditahan Kejaksaan Agung karena diduga korupsi dana swakelola banjir.
Teguh mengatakan, jumlah pegawai yang ditahan itu terhiÂtung sejak 2013. Dari seluruh pegawai yang ditahan, sebagian pegawai telah dipecat. Namun, ada yang masih dinonaktifkan sementara.
"Nah saya memang sangat prihatin karena sampai kemarin sudah ada 35 orang di Dinas Tata Air yang ditahan oleh Kejaksaan Agung. (Sebanyak) 35 pegawai itu untuk masalah ini (dana swakelola banjir) saja," kata Teguh. ***