Berita

Nasaruddin Umar/Net

Pancasila & Nasionalisme Indonesia (87)

Mendalami Sila Keempat: Kerakyatan yang Berkeindonesiaan

RABU, 01 NOVEMBER 2017 | 11:07 WIB | OLEH: NASARUDDIN UMAR

SILA keempat Pancasila, "Konsep kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan/perwakilan" bisa dipahami sebagai kerakyatan yang berkeindonesiaan. Sebagai negara yang sudah menikmati kemerdekaannya selama 72 tahun, sudah se­harusnya konsep kerakyatan yang diidealisasikan sebagai "dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan/perwaki­lan," seharusnya sudah terumuskan dengan konkrit. Indonesia memang sejak awal menge­nyampingkan konsep kenegaraan monarki atau kerajaan, karena itu tidak sesuai dengan konsep kerakyatan dalam sila keempat. Indonesia juga harus bersikap hati-hati terhadap konsep kene­garaan yang liberal, karena tidak sesuai dengan semangat dan kepribadian bangsa Indonesia.

Meskipun background beberapa suku bangsa di Indonesia berbasis kerajaan tetapi konsep kerakyatan yang dipilih tetap memberikan hak-hak in­dividu dan masyarakat tanpa membedakan kelas, etnik, dan agama. Siapa pun warga negara Indo­nesia berhak memilih dan dipilih sebagai pemimpin dalam berbagai level di dalam masyarakat, mulai tingkat RT, RW sampai ke tingkat Kepala Negara. Dalam prakteknya, para Kepala Negara negeri ini tidak dimonopoli salah satu suku atau etnik atau jenis kelamin tertentu. Ada dari etnik Jawa dan ada luar Jawa, ada laki-laki dan ada perempuan.

Kerakyatan yang berkeindonesiaan sesungguhnya tidak lain salah satu wujud pengejawan­tahan nasionalisme Indonesia. Konsep nasion­alisme Indonesia sendiri diambil dari nilai-nilai luhur budaya dan agama masyarakat Indonesia. Tentu proses terbentuknya nasionalisme Indone­sia tidak gampang karena harus mempertemu­kan realitas nilai-nilai lokal yang majemuk dan nilai-nilai sakral yang bersifat universal, seperti nilai-nilai Islam dan agama-agama lainnya. Islam tetap eksis sebagaimana adanya di bumi Indone­sia di satu sisi dan di sisi lain nasionalisme Indo­nesia tetap menemukan diri sebagaimana adan­ya. Kelenturan nilai-nilai Islam dan kelembutan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang memben­tuk nasionalisme Indonesia saling merapat dan menyatu di dalam sebuah wadah NKRI.


Sebagai bangsa dan negara besar, dan se­bagai negara muslim terbesar, yang terdiri atas ribuan pulau berikut kondisi obyektif suku bangsa, agama dan bahasanya berbeda satu sama lain, sudah barang tentu terbayang betapa rumit men­gaturnya. Apalagi dengan keberadaan geografis Indonesia yang menduduki posisi silang di tengah percaturan gelombang peradaban dan globalisa­si. Ujian dan tantangan Nasionalisme Indonesia akan semakin berat. Sebagai umat dan sebagai warga bangsa seharusnya kita selalu terpanggil untuk ikut merawat Nasionalisme Indonesia agar tetap konsisten seperti sejak awal diperkenalkan oleh the founding father kita. Sudah tidak lagi za­mannya memperhadap-hadapkan antara Islam dan nasionalisme, karena sejarah bangsa ini te­lah menyelesaikannya secara konstruktif berba­gai persoalan yang bersifat konseptual.

Kita perlu mengenang Prof. Soenario, yang termasuk arsitektur Nasionalisme Indoneisa, per­nah menyatakan bahwa dasar dan tujuan nasion­alisme Indonesia adalah persamaan keturunan, persamaan kepercayaan dan agama, bahasa, dan kebudayaan. Asal usul orang-orang Indonesia dari rumpun bangsa Ostronesia (Indo Cina) dan bentuk fisiknya mirip satu sama lain yang dalam antropologi disebut Palaemongoliden (Mongolide tua). Persamaan agama di sini dimaksudkan se­bagai agama-agama menjadi sumber motifasi kuat digunakan untuk melawan dan mengusir pen­jajahan. Karena Indonesia mayoritas umat Islam maka peran Islam sedemikian besar di dalam me­warnai nasionalisme Indonesia, namun tidak be­rarti agama lain tidak terakomodasi di dalam NKRI ini. Nasionalisme Indonesia konsep dasarnya tercermin di dalam Pembukaan UUD 1945. Jika dicermati maka ada lima unsur utama yang men­dasari terbentuknya nasionalisme Indonesia di da­lam Pembukaan UUD 1945, yaitu: Bertujuan untuk mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, mewujudkan dan mempertahankan per­satuan nasional, mewujudkan dan memelihara keaslian dan keistimewaan, mewujudkan dan me­melihara pembedaan dan ciri khas di antara bang­sa-bangsa yang ada, dan berperan serta mewu­judkan ketertiban dan kesejahteraan dunia.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ajukan Praperadilan

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:05

Prabowo Diminta Ambil Alih Perpol 10/2025

Kamis, 18 Desember 2025 | 04:00

BNPB Kebut Penanganan Bencana di Pedalaman Aceh

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:32

Tren Mantan Pejabat Digugat Cerai

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:09

KPID DKI Dituntut Kontrol Mental dan Akhlak Penonton Televisi

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:01

Periksa Pohon Rawan Tumbang

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:40

Dua Oknum Polisi Pengeroyok Mata Elang Dipecat, Empat Demosi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:13

Andi Azwan Cs Diusir dalam Gelar Perkara Khusus Ijazah Jokowi

Kamis, 18 Desember 2025 | 02:01

Walikota Jakbar Iin Mutmainnah Pernah Jadi SPG

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:31

Ini Tanggapan Direktur PT SRM soal 15 WN China Serang Prajurit TNI

Kamis, 18 Desember 2025 | 01:09

Selengkapnya