Berita

Foto/Net

X-Files

KPK Geledah Rumah Tersangka Kepala Dinas Pendidikan Nganjuk

Kasus Suap Jual Beli Jabatan
SENIN, 30 OKTOBER 2017 | 09:02 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah pribadi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, Ibnu Hajar. Langkah ini untuk mengumpulkan bukti mengumpulkan bukti kasus jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

 Dikawal personel polisi, penyidik KPK menyatroni rumah Ibnu Hajar di Desa Tanjungkalang, Kecamatan Ngronggot. Hingga tadi malam, pihak KPK belum menginformasikan barang bukti yang diperoleh dari penggeledahan rumah Ibnu Hajar.

Dalam kasus jual beli jaba­tan ini, KPK menetapkan Ibnu Hajar bersama Bupati Nganjuk Taufiqurrahman dan Kepala SMP Negeri 3 Ngronggot, Suwandi sebagai tersangka penerima suap.

Sedangkan tersangka pemberi suap adalah Harjanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nganjuk; dan Mokhamad Bisri, Kepala Bagian Umum Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nganjuk.

Sejak operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Jakarta dan Nganjuk, Rabu 25 Oktober 2017, tim penyidik KPK maraton memeriksa saksi-saksi dari kalangan pejabat Pemkab Nganjuk.

Pemeriksaan dilakukan di markas Kepolisian Resor (Polres) Nganjuk. Mereka yang dipanggil adalah Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup, Endi Arso; Kepala Bidang Penataan, Ahmad Zakin; Kepala Bidang Pertamanan, Sudarsih; dan Kepala Bidang Kebersihan, Wisnu.

Hanya Wisnu yang tak me­menuhi panggilan pemeriksaan. "Kabid Kebersihan tidak bisa hadir. (Sedang) dinas luar," kata Ahmad Zakin ketika datang ke Polres Nganjuk.

Dua pejabat yang diperiksa KPK membantah memberikan suap kepada Bupati Nganjuk Taufiqurrahman untuk mendap­atkan posisi. Buktinya, menurut Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Endi Arso, hingga kini dirinya belum naik pangkat. "Dari masa Pak Tris (bekas Bupati Sutrisno-red), jabatan saya masih eselon tiga," akunya.

Harjanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nganjuk sempat menjalani pemeriksaan selama18 jam di Polres Nganjuk. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Harjanto diboyong ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung KPK.

Pada akhir pekan, tim KPK tetap melakukan pemeriksaan saksi-saksi kasus suap jual beli jabatan. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nganjuk, Kertosono Tien Farida Yani, dan ajudan bupati bernama Oki dipanggil.

Sebagaimana diberitakan koranini, KPK melakukan OTT pada 25 Oktober 2017 di Jakarta dan Nganjuk. Tim KPK men­ciduk 20 orang. Lima belas orang akhirnya dilepas. Termasuk Ita Triwibawati, istri Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.

Taufiqurrahman dan istrinya ditangkap di sebuah hotel di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Sejak Selasa 24 Oktober 2017, dia berada di ibukota untuk menghadiri per­temuan seluruh kepala daerah dengan Presiden Joko Widodo di Istana.

Selasa malam, istri Taufiqurrahman yang menjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang me­nyusul ke Jakarta bersama ajudan. Pada tengah malam, Ibnu Hajar, Suwandi dan seorang wartawan bernama Bagus juga tiba di ibukota dan menginap di hotel kawasan Gambir.

Rabu pagi, Ibnu Hajar dan Suwandi menuju hotel tempat Bupati Nganjuk menginap. Rombongan lainnya yang ter­diri dari Saiful Anam, Lurah Sidoarjo yang menjadi bakal calon Wakil Bupati Nganjuk; Johan, Sekretaris Camat Tanjung Anom, dan S, bekas kepala desa; juga menemui Taufiqurrahman di hotel.

Mereka lalu berkumpul di restoran di hotel. Saat itu ter­jadi penyerahan uang. Usai pertemuan, Taufiqurrahman, Ita, ajudan dan Bagus keluar hotel.

Sementara rombongan lainnya tetap di hotel dan menitipkan dua tas berisi uang Rp298 juta kepada Ibnu Hajar. "Saat itu tim mengamankan rombongan (Taufiqurrahman) yang bersiap berangkat. Mereka lalu dibawa ke Gedung KPK untuk diperiksa," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Lima orang yang masih di hotel juga dicokok dan dibawa ke KPK untuk diperiksa. Rabu sore, tim KPK menangkap Mokhammad Bisri yang sedang ada kegiatan di Jalan Sudirman, Jakarta.

Di hari yang sama, di Nganjuk tim KPKmenciduk delapan orang. Salah satunya, Harjanto. Mereka dibawa ke markas Polres Nganjuk untuk menjalani pe­meriksaan.

Kilas Balik
Bupati Klaten: Jual Beli Jabatan Sudah Berjalan Bertahun-tahun

Bupati Klaten nonaktif Sri Hartini menyebut praktik suap pada pengisian jabatan di ka­bupatennya merupakan tradisi yang telah berjalan selama ber­tahun-tahun. Sri menyebut uang suap itu dengan istilah 'uang syukuran'.

"Itu untuk jabatan sudah ada dari dulu-dulu, termasuk sebelum saya menjabat bupati. Biasanya sebutannya adalah uang syukuran," ujar Sri Hartini di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 26 April 2017.

Sidang tersebut digelar untuk kasus dugaan korupsi dan suap pengisian jabatan di Klaten den­gan terdakwa Kepala Bidang Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan.

Sri Hartini mengaku tidak mengetahui pejabat yang men­ciptakan tradisi suap tersebut. Ia membantah selama ini menentu­kan nominal uang syukuran yang harus diberikan anak buahnya yang ingin naik pangkat atau jabatan. "Saya hanya mengikuti saja. Waktu menjadi wakil bu­pati lalu, saya malah tidak tahu banyak," dalihnya.

Sri Hartini mengungkap­kan jual beli jabatan di Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten selama ini diatur Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Klaten, Bambang Teguh Setyo. Sri mengaku dua kali menerima uang syukuran dari Bambang dengan jumlah total Rp 270 juta.

"Waktu itu Saudara Bambang menyampaikan kalau dari Suramlan memberi 200 juta. Sedangkan sisanya, berasal dari setoran beberapa yang akan menjabat posisi kepala seksi," ungkap Sri Hartini.

Sri Hartini mengaku belum menggunakan uang setoran dari pejabat Pemkab Klaten. "Semua yang diberikan ke saya, saya tidak menghitung dan saya (langsung) masukkan di kar­dus," aku Hartini, saat diperiksa di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (16/8/2017).

Hartini mengaku, sebagian uang yang diterimanya dari pejabat Pemkab Klaten dicatat dalam sebuah buku tulis. Namun sebagian lagi, tidak ia catat.

Buku yang berisi tulisan tan­gan itu saat ini telah disita jaksa KPK sebagai salah satu barang bukti. Berdasar fakta sidang, upetiyang disetorkan dari merekayang hendak promosi jabatan jumlah­nya berbeda-beda, mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 200 juta.

Pemberian uang dikoordinasikan melalui pihak perantara. "Hanya sebagian yang dicatat dibuku. Saya belum menggunakan uang syukuran itu," tambahnya.

Uang syukuran terakhir yang disita KPK sebesar Rp 170 juta saat operasi tangkap tangan di rumah dinas Sri Hartini. Uang syukuran ditujukan untuk pro­mosi empat pegawai di Dinas Pendidikan Klaten.

Dalam kasus ini, Sri Hartini didakwa menerima suap dan grati­fikasi tak lama setelah ia dilantik sebagai bupati. Total suap dan gratifikasi selama 8 bulan ia men­jabat mencapai Rp 12,1 miliar.

Sri Hartini dilantik bersama wakilnya Sri Mulyani pada 17 Februari 2016. Tiga bulan setelah menjabat, atau sejak Mei 2016, Hartini didakwa menjalankan kegiatan jual beli jabatan.

Sri Hartini didakwa dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 12 huruf a, dan Pasal 12 huruf b Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ***

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

CASN jadi Korban Ketidakpastian Menteri PANRB

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:33

Sore Ini Prabowo Gelar Diskusi Panel Bareng Pimpinan Perguruan Tinggi

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:28

Pasar Masih Tegang, Yen dan Euro Tertekan oleh Dolar AS

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:21

Hendrik PH, Teman Seangkatan Teddy Masih Berpangkat Kapten

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:14

Emas Spot Berkilau di Tengah Ketidakpastian Tarif

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:07

Kegiatan di Vihara Kencana Langgar SKB Dua Menteri dan Perda Tibum

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:56

Bamus Betawi dan Bamus Suku Betawi Sama-sama Terima Hibah Rp8 Miliar

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:28

Febri Diansyah Harus Jaga Etika saat Bela Hasto

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:10

Kapolri Mutasi 1.255 Pati-Pamen, 10 Polwan Jabat Kapolres

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:59

10 Kapolda Diganti, Siapa Saja?

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:47

Selengkapnya