Presiden Jokowi telah meÂnandatangi Peraturan Pemerintah (PP) no. 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Regulasi ini dimanÂdatkan berdasarkan ketentuan Pasal 71D ayat 2 UU no. 35 taÂhun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati menuturÂkan, aturan ini akan melengkapi mekanisme ganti rugi dan resÂtitusi baik di KUHAP dan UU TPPO, UU PKDRT dan UU Perlindungan Saksi dan Korban. ICJR sendiri mendukung langÂkah-langkah pemerintah dalam menyusun legislasi yang memÂperkuat hak-hak korban tindak pidana.
"Diharapkan regulasi ini akan menutup celah kosong pelaksaÂnaan restitusi atau ganti keruÂgian bagi korban tindak pidana anak yang dibebankan kepada pelaku," katanya, kemarin.
Dalam PP 43/2017, restitusi adalah pembayaran ganti keruÂgian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan huÂkum tetap atas kerugian materiil dan/atau immaterial yang diderita korban atau ahli warisnya.
Dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa setiap anak yang menjadi korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi mencakup anak yang berhadapan dengan hukum; anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau sekÂsual; anak yang menjadi korban pornografi; anak korban pencuÂlikan, penjualan dan/atau perdaÂgangan; anak korban kekerasan fisik dan anak korban kejahatan seksual.
Sementara muatan restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana berupa ganti keruÂgian atas kehilangan kekayaan; ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana; dan/atau penggantian biaya perawatan dan/atau psikologis.
"Pemberian restitusi tersebut, selain sebagai penggantian biaya yang dikeluarkan juga dimakÂsudkan untuk meringankan penderitaan dan menegakkan keadilan bagi Anak yang menjaÂdi korban tindak pidana sebagai akibat terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku," terang Maidina.
Restitusi tersebut dapat diaÂjukan oleh orang tua atau wali anak yang menjadi korban; atau ahli waris anak yang menjadi korban; atau orang yang diberi kuasa oleh orang tua, wali, atau ahli waris anak yang menjadi korban, permohonan juga dapat diajukan oleh lembaga.
ICJRmemberikan catatan terkait pelaksanaan PP 43/2017 itu. Mulai dari syarat adminisÂtratif bagi permohonan restitusi cukup memberikan beban baru bagi korban atau keluarga korÂban. Sebab ada berbagai syarat administrasi yang seharusnya tidak dibebankan kepada korÂban. "Hal tersebut seharusnya difasilitasi oleh aparat penegak hukum," sebutnya.
Selain, dalam praktiknya, tidak ada jaminan bahwa resÂtitusi bisa segera dibayarkan kepada korban. ***