Berita

Bisnis

Ekonomi PHP

MINGGU, 22 OKTOBER 2017 | 21:56 WIB | OLEH: FUAD BAWAZIER

DARI kacamata ekonomi yang disebut era Orba adalah saat dimulainya kebijakan ekonomi Indonesia dituntun atau diarahkan Bank Dunia (1967) yang dibantu IMF dan Bank Pembangunan Asia, dan dijalankan oleh ekonom-ekonom pemerintah yang sering dijuluki Mafia Berkeley.

Meskipun policy ekonomi neolib yang dijalankan semasa Orba tidak seleluasa atau seliar sekarang karena masih ada UUD 45 yang belum diamandemen dan faktor Pak Harto sebagai Angkatan 45 yang selalu mengawal jiwa dan semangat cita-cita Proklamasi 45, namun pelan-pelan upaya-upaya membelakangi Pasal 33 UUD 45 sebenarnya sudah berlangsung.

Selama dalam binaan neolib 50 tahun ini, puja puji dari Group Bank Dunia kepada perekonomian Indonesia dan para pengelolanya sungguh luar biasa, terus menerus dan memabukkan. Selama 50 tahun itu praktis dari waktu ke waktu dikatakan bahwa ekonomi Indonesia adalah sukses dan akan menjadi yang terbaik, terkuat, dikagumi, akan menjadi sekian besar ekonomi dunia dan segudang "akan-akan atau janji janji gombal" lainnya. Kalau saja puja puji atau ramalan-ramaln Bank Dunia cs. itu jujur tentu saja Indonesia sekarang sudah jadi negara besar yang diperhitungkan seperti halnya kebangkitan ekonomi Korsel atau China yang mulainya jauh sesudah Indonesia. Tapi semua itu hanya PHP yang tidak pernah menjadi kenyataan. Yang pasti Indonesia semakin tertinggal jauh dibandingkan dengan negara lain yang sebelumnya setara.

Sementara itu para pejabat ekonomi neolib yang setia dan patuh pada arahan Bank Dunia/IMF selalu mendapat puja puji dan gelar gelar terbaik lainnya yang dari pengalaman masa lalu, saya yakin tidak gratisan alias berbayar. Gelar-gelar itu antara lain the best minister, the best governor, the most influential ini itu. Kemudian para pendukung policy-policy sesat ekonomi neolib itu maupun jaringan para pejabatnya memanfaatkan habis-habisan puja puji asing itu sebagai sukses besar ekonom neolib Indonesia dan "bukti sukses besar ekonomi Indonesia" dalam bimbingan neolib, sukses "yang diakui dunia" dan seterusnya. Semua gelar dan pengakuan-pengakuan dunia itu toh tidak harus dibuktikan, tidak harus dipertanggungjawabkan dan tanpa kriteria yang jelas, alias bebas-bebas saja.
 
Demikianlah kegagalan demi kegagalan atau keterpurukan demi keterpurukan ekonomi Indonesia ditutup-tutupi dengan puja puji dan janji-janji gombal tentang kejayaan ekonomi "yang akan datang", yang sebenarnya tidak akan pernah terwujud karena hanya PHP.

Ketika pemerintah terjepit dengan keadaan perekonomian yang semakin parah, senjata lain yang biasanya sudah disiapkan adalah pernyataan bahwa apa yang sedang dilakukan sekarang adalah untuk tujuan jangka panjang, jadi jangan dilihat sekarang (yang sedang berantakan). Rakyat Indonesia yang dikenal pelupa dan mudah percaya serta kebanyakan juga tidak begitu mengerti detil-detil ekonomi, cenderung terkecoh atau bingung dengan argumentasi-argumentasi yang saling bertentangan yang mirip adu kuat propaganda. Dan karena kehidupan sehari-harinya masih kesulitan maka banyak rakyat yang kehilangan daya kritisnya membaca sikon ekonomi yang sedang terjadi, yaitu sebenarnya perekonomian Indonesia itu membaik atau memburuk?

Di tengah kebingungan rakyat itu, kembali lagi para ekonom neolib pemerintah berargumentasi (bagi saya lebih tepatnya membual) tentang sukses ekonomi Indonesia baik dengan mengutip pernyataan-pernyataan puja puji gombal ala Bank Dunia terhadap "sukses" ekonomi Indonesia maupun melalui ocehan jaringannya sendiri. Yang perlu dicatat bahwa sepanjang kebijakan ekonomi pemerintah masih dalam kendali atau arahan Bank Dunia cs, dan pejabatnya masih dari kelompok binaannya, meskipun terpuruk, masih akan dibelanya sebagai "masih aman dan akan sukses". Tetapi Bila sebaliknya, siap-siap saja akan digempur apalagi bila pejabat ekonominya bukan dari kelompok binaannya. Dengan bantuan Bank Dunia cs, ekonom-ekonom Mafia Berkeley ini akan terus bercokol siapapun presidennya atau alirannya, dan Indonesia hanya dibuai dengan iming-iming ala PHP yang tidak pernah terwujud. So, how long can you go? [***]

Penulis adalah mantan Menteri Keuangan RI

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kepala Daerah Tidak Ikut Retret: Petugas Partai atau Petugas Rakyat, Jangan Ada Negara Dalam Negara

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:27

Ketua DPRA Tuding SK Plt Sekda Permainan Wagub dan Bendahara Gerindra Aceh

Minggu, 23 Februari 2025 | 01:01

Tumbang di Kandang, Arsenal Gagal Dekati Liverpool

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:43

KPK Harus Proses Kasus Dugaan Korupsi Jokowi dan Keluarga, Jangan Dipetieskan

Minggu, 23 Februari 2025 | 00:23

Iwakum: Pelaku Doxing terhadap Wartawan Bisa Dijerat Pidana

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:59

Langkah Bupati Brebes Ikut Retret ke Magelang Tuai Apresiasi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:54

Tak Hanya Langka, Isi Gas LPG 3 Kg di Pagar Alam Diduga Dikurangi

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:42

Dari #KaburAjaDulu hingga #IndonesiaGelap: Belajar dari Bangladesh

Sabtu, 22 Februari 2025 | 23:21

Wartawan Jaksel Pererat Solidaritas Lewat Olahraga

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:58

PLN dan Wuling Siapkan Layanan Home Charging Praktis dan Cepat, Hanya 7 Hari

Sabtu, 22 Februari 2025 | 22:34

Selengkapnya