Auditor Utama Keuangan Negara (AKN) III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri didakwa menerima suap dalam pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) tahun 2016.
Pejabat eselon I itu juga didakwa menerima gratifikasi Rp 3,5 miliar dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam perkara suap, Rochmadi menerima Rp 240 juta dari Sugito, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT. Tujuaannya agar BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kemendes PDTT.
Berdasarkan surat dakwaanyang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin, Rochmadi menerima gratifikasi untuk membeli tanah dan memÂbangun rumah.
"Patut diduga bahwa uang yang dipergunakan untuk memÂbeli tanah tersebut adalah hasil tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jabatan terÂdakwa selaku Auditor Utama Keuangan Negara BPK RI," kata Jaksa KPK Mochammad Takdir Suhan.
Jaksa mengatakan, sejak menÂjabat sebagai AKN III BPK pada 2014 hingga Mei 2017, terdakwa belum pernah melaporkan harta kekayaannya lagi ke KPK. Terakhir terdakwa menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) saat menjabat seÂbagai Kepala Biro Teknologi Informasi BPK RI.
"Terdakwa pernah melaporkanharta kekayaannya dengan total sebesar Rp 2.463.036.234 dan 4.610 dolar ASsebagaimana dokumen LHKPN dengan noÂmor harta kekayaan 198433," papar jaksa.
Sejak menjabat AKN III BPK, jaksa merinci penghasilan resmi Rochmadi setiap bulan dari tahun 2014-2016 yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan isÂteri, tunjangan anak, tunjangan strukturan, tunjangan jabatan tertentu BPK, tunjangan beras, pajak gaji, tunjangan kinerja, tabungan rumah dan penghasilan lain berupa honorarium yang keseluruhannya berjumlah Rp 653.519.709.
"Sedangkan penghasilan di luargaji dan pengeluaran per tahun tidak diketahui karena terdakwa tidak melaporkan perubahan data harta kekayaan," jelas jaksa.
Selama kurun 2014 sampai dengan Januari 2015, Rochmadi pernah membelanjakan uang untuk membeli sebidang tanah seluas 329 m2 di Kebayoran Essence KE/1-15, Bintaro, Tangerang dari PT Jaya Real Property dengan harga Rp 3,5 miliar. Selanjutnya pada tahun 2016, terdakwa telah membangun rumah di tanah tersebut dengan biaya sekitar Rp 1,1 miliar.
"Uang yang digunakan terÂdakwa untuk membelanjakan sebidang tanah tidak sebandingdengan penghasilan dan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa. Sehingga asal usul peroleÂhannya tidak dapat dipertangÂgungjawabkan secara sah," tegas jaksa.
Perbuatan tersebut diancam pidana sebagaimana Pasal 3 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Selain itu, Rochmadi menerima gratifikasi mobil dari anak buahnya. Ia meminta Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Auditoriat III B, Ali Sadli agar membelikan mobil Honda Odyssey RC 17-E.2.4 CVT Prestige warna putih seharga Rp 700 juta.
Ali lalu memesan mobil mewah itu dari dealer Honda Sunter. Untuk pembayarannya, Ali menyuruh Yudhy Ayodya Baruna (auditor BPK) dan M Natsir.
Pembayaran dilakukan berÂtahap. Rinciannya pada 2 Mei 2017 Rp 300 juta, 12 Mei 2017 sebesar Rp 100 juta.
Lalu pada 15 Mei 2017 sejumlah Rp 135 juta, pada 16 Mei 2017 Rp 10 juta, pada 18 Mei 2017 sebesar Rp151 juta, tanggal 20 Mei 2017 sebesar Rp 4 juta.
Untuk menyembunyikan kepemilikan mobil mewah itu, Rochmadi menggunakan KTP palsu dengan nama Andhika Aryanto.
Setelah pembayaran lunas, mobil dikirim ke rumah Ali Sadli di komplek Kebayoran Symponi Blok KMK/A-19 Bintaro Sektor VII. Lalu diantar ke rumah Rochmadi.
Enam hari setelah itu, Rochmadi ditangkap KPK karena menerimasuap dari Sugito. Ia lalu memerintahkanmenyembunyikan mobil itu di Honda Sunter.
"Terdakwa telah menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukara, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana pencucian uang," kata jaksa.
Perbuatan Rochmadi diangÂgap melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Kilas Balik
KPK Sita 4 Mobil Dan Uang Rp 1,6 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik menggunakan pasal TPPU untuk mengejar aset-aset tersangka yang diduga diperoleh dari haÂsil korupsi. "KPK melakukan pendekatan
follow the money. Kami berharap denganTPPU bisa lebih memaksimalkan penÂanganan tindak pidana korupsi ini," katanya.
Penyidik telah menyita empat mobil sebagai barang bukti kaÂsus ini. Yakni 2 Mercedes Benz, Honda Odyssey dan Honda CRV. Keempat kendaraan itu disita dari berbagai lokasi.
Febri menjelaskan, Honda Odysses dibeli menggunakan identitas orang lain. Mobil itu disita dari sebuah dealer. Sementara dua Mercedes Benz dibeli menggunakan nama istri dan anak tersangka. "Honda CRV disita dari pihak lain yang namanya digunakan salah satu tersangka," sebutnya.
Penyidik KPK juga menyita uang Rp1,6 miliar hasil penÂjualan kendaraan-kendaraan itu. Mobil-mobil mewah itu dijual setelah KPK membongÂkar kasus suap pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Istri Rochmadi, Eni Lutfiah dan anaknya, Ihkam Aufar beruÂlang kali dipanggil KPK untuk diperiksa terkait mobil-mobil meÂwah itu. Namun selalu mangkir.
Mobil-mobil mewah itu tidak dicantumkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahÂkan Rochmadi ke KPK.
Dalam LHKPN, Rochmadi mengaku hanya memiliki harta Rp 2,4 miliar. Rinciannya, harta tak bergerak senilai Rp 809 juta. Terdiri dari tanah dan bangunan seluas 150 meter persegi dan 70 meter persegi di Kota Tangerang Selatan, yang berasal dari hasil sendiri, warisan dan hibah perÂoleh tahun 1996. Tanah seluas 72 meter persegi di Kota Tangerang Selatan dari hasil sendiri peroleh tahun 1997.
Kemudian, tanah seluas 205 meter persegi di Kota Tangerang Selatan dari hasil sendiri peroleÂhan dari tahun 2001-2005.
Terakhir, tanah dan bangunan 3 ribu meter persegi dan 100 meter persegi di Kabupaten Karanganyar dari hasil sendiri dan warisan perolehan tahun 1998-2010.
Harta bergerak yang dimiliki Rochmadi senilai Rp 309 juta. Terdiri dari mobil Ford Escape, Ford Fiesta, sepeda motor Vario dan Mio. Kemudian logam muÂlai senilai Rp 128 juta.
Rochmadi juga melaporkan memiliki giro dan tabungan seÂjumlah Rp 1,2 miliar dan 4.600 dolar Amerika. Sedangkan utang yang dilaporkan berjumlah Rp44 juta dalam bentuk tagihan kartu kredit.
Laporan kekayaan itu diserahkan Rochmadi ke KPK pada 8 Februari 2014 lalu. Saat itu dia masih menjabat sebagai Kepala Biro Teknologi Informasi BPK. Belum ada laporan terbaru harta kekayaan Rochmadi ketika dia menduduki jabatan eselon I seÂbagai Auditor Utama Keuangan Negara III BPK. ***