Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
MEMELIHARA akal (al-muÂhafadhah 'ala al-'aql) salahÂsatu bagian penting dunia kemanusiaan. Akal sebagai salah satu kekuatan yang dianugrahkan Tuhan kepaÂda manusia perlu dipelihara dan dihargai hasil usahanya. Yang menjadi faktor pembeda antara manusia dan makhluk lain seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang adalah kapasitas akal manusia lebih besar dan lebih kuat. Karena akal itulah maka manusia mengenal budaya. Bahkan dalam perÂspektif teologi, khususnya kaum Mu’tazilah, menghargai akal sebagai bagian penting di daÂlam menemukan kebenaran. Akal bagi mereka bisa menemukan dan membuktikan kebenaran adanya Tuhan dan hari pembalasan di akhirat. Begitu penting posisi akal sehingga mereka mengklaim wahyu diperlukan untuk kenfirmaÂsi temuan akal. Berbeda dengan teologi Ahlu Sunnah (Asy'ary) menganggap fungsi akal tidak saja merupakan konfirmasi tetapi inforÂmasi untuk menemukan berbagai kebenaran. Meskipun berbeda pandangan, keduanya menÂganggap keberadaan akal sebagai karunia luar biasa dari Allah Swt.
leh karena akal begitu penting di dalam keÂhidupan manusia, maka Allah Swt menegaskan pentingnya memelihara, termasuk menghargai pikiran sebagai hasil usaha akal. Melecehkan akal dan pemikiran sama dengan melecehkan dunia kemanusiaan itu sendiri. Itulah sebabnya, Allah Swt mengapa mengharamkan segala seÂsuatu yang bisa merusak akal, termasuk mengÂharamkan makanan dan minuman yang memÂabukkan, sebagaimana ditegaskaan dalam hadis: Kullu muskirin khamrun wa kullu khamÂrin haram, (Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr adalah haram). BuÂkan hanya urusan makanan dan minuman tetapi termasuk perbuatan yang bisa merusak akal, baik secara fisik maupun fungsi akal seperti judi juga dilarang di dalam Al-Qur'an, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: "Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuÂhan dan kebencian di antara kamu, dan berjudi itu menghalangi kamu dari mengingat Allah dan salat; maka berhentilah kamu (dari mengerjaÂkan pekerjaan itu)". (Q.S. al-Maidah/5:91).
Memelihara akal dan produk-produknya perÂlu dihargai sebagai bagian dari upaya pengÂhargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kebebasan berfikir bagian dari fungsi akal. Pikiran-pikiran manusia tanpa melihat status dan struktur sosialnya perlu dihargai. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa penghargaan terhadap akal bukan berarti harus memuja akal (rasionalisme), yang seolah-olah akal adalah di atas segala-galanya. Bagaimanapun akal memiliki keterbatasan. Akal bisa didikte oleh berbagai macam kepentingan subjektif. BahÂkan akal tidak pernah berada di dalam posisi puncak objektif karena selalu terpengaruh oleh subjektif sang penggunanya. Dalam hal inilah kita memerlukan kekuatan lain untuk menilai sebera jauh objektivitas temuan akal. Dalam keyakinan umat beragama, khususnya Islam, Allah Swt adalah Zat Yang Maha Objektif. KarÂena itu, wajar bahkan harus kita mengikuti peÂtunjuk-petunjuk-Nya sebagaimana tertuang di dalam Al-Qur'an. Sehebat apapun akal tentu tidak akan pernah menyamai wahyu. Bahkan keduanya tidak bisa dibandingkan (uncompaÂrable).
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Senin, 08 Desember 2025 | 19:12
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
Senin, 08 Desember 2025 | 12:15
UPDATE
Kamis, 18 Desember 2025 | 14:13
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:56
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:49
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:41
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:31
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:21
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:02
Kamis, 18 Desember 2025 | 13:01
Kamis, 18 Desember 2025 | 12:58
Kamis, 18 Desember 2025 | 12:48