Berita

Foto/Net

X-Files

Rugikan Negara 4 Juta Dolar AS, Eks Direksi PT DPS Jadi Tersangka

Kasus Korupsi Proyek Pembuatan Tangki Pendam
SENIN, 16 OKTOBER 2017 | 10:29 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Bekas Dirut PT PAL Indonesia Muhammad Firmansyah Arifin kembali ditetapkan sebagai tersangka. Kali ini oleh Kejaksaan Agung. Firmansyah dijerat dalam kasus korupsi proyek pembuatan tangki pendam PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero) di Muara Sabak, Jambi tahun 2010.

Saat itu, Firmansyah menjabat direktur utama BUMN itu. Ia tak sendirian tersandung kasus. Semua jajaran direksi di era Firmansyah juga ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Warih Sadono menyatakan, empat ter­sangka yang ditetapkan sebagai tersangka adalah bekas Direktur Utama Muhammad Firmansyah Arifin, bekas Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Muhammad Yahya, bekas Direktur Produksi, I Wayan Yoga Djunaedy, dan bekas Direktur Administrasi dan Keuangan Nana Suryana Tahir.

Keempat tersangka dituduh melakukan korupsi dalam pekerjaanpembuatan tangki pen­dam yang memakan anggaran Rp 179 miliar. Dalam proses penyidikan, kejaksaan menemu­kan pengerjaan proyek tersebut ternyata fiktif.

Kasus bermula saat PT Dok dan Perkapalan Surabaya (DPS) menandatangani kontrak dengan PT Berdikari Petro pada Agustus 2010. Kontrak itu berkaitan dengan pekerjaan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi. Adapun nominal proyek tersebut mencapai Rp179,928 miliar.

Namun dalam pelaksanaan­nya, PT Dok dan Perkapalan Surabaya justru melakukan subkontrak pekerjaan kepada pe­rusahaan Singapura, AE Marine, Pte Ltd. Dalam subkontrak pekerjaan ini, jaksa menemukan data tentang adanya dugaan rekayasa bobot fiktif pada pem­bangunan tangki pendam.

Anehnya, PT Dok dan Perkapalan Surabaya saat itu memutuskan untuk melakukan transfer dana sebesar 3,96 juta dolar Amerika kepada AE Marine, Pte Ltd. "Setelah diteliti, transfer dana itu ternyata tidak berkaitan dengan proyek tangki pendam. Tidak ada pekerjaan di lapangan atau di lokasi," kata Warih

Diduga, anggaran yang dikirim perusahaan perkapalan milik negara ini digunakan untuk membayar kekurangan pembua­tan dua kapal milik Pertamina kepada Zhang Hong, Pte Ltd. Padahal, anggaran pembuatan duakapal itu telah memiliki pos anggaran tersendiri.

"Kontrak dengan Zhang Hong itu diduga tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang atau jasa sehingga merugikan PT Dok dan Perkapalan Surabaya," ujar Warih.

Atas pengadaan proyek fiktif tersebut, sambungnya, penyidik kejaksaan menemukan angka kerugian negara yang diper­kirakan mencapai 4 juta dolar Amerika.

Warih belum bersedia menjabarkan peranan empat tersangka yang berasal dari lingkup direksi PT Dok dan Perkapalan Surabaya.

"Masih dalam pengembangan untuk kepentingan menemukanketerlibatan pelaku lainnya," bekas Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Warih juga belum mau me­maparkan bagaimana peranan dan dugaan penyelewengan oleh pihak swasta di dalam proyek tersebut.

Menurut dia, sebelum melaku­kan penetapan status tersangka pada empat orang bekas pe­jabat PT Dok dan Perkapalan Surabaya, penyidik telah me­manggil dan memeriksa saksi dari pihak perusahaan rekanan. Termasuk Frederick W Darwin, pekerja swasta.

Sampai saat ini, beber Warih dia, sedikitnya sudah 20 orang saksi yang diperiksa penyidik gedung bundar Kejaksaan Agung terkait kasus ini.

Kilas Balik
Terima Rp 14 Miliar Dari Proyek Kapal Perang Filipina, Firmansyah Diciduk KPK

Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Muhammad Firmansyah Arifin menjadi tersangka suap transaksi ekspor ka­pal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) ke Filipina. Firmansyah dicokok KPK dari kantor PAL di Surabaya dan dibawa ke Jakarta, Kamis, 30 Maret 2017.

Firmansyah diduga terlibat suap terkait cashback atau pem­berian untuk pejabat PT PAL terkait dengan pembayaran fee agency penjualan dua kapal.

Nilai kontrak penjualan kapal sekitar Rp1 triliun atau 86,90 juta dollar Amerika. Adapun dari nilai transaksi ini, komitmen fee yang diperoleh pejabat PT PAL sekitar 1,25 persen dari nilai kontrak atau 1,087 juta dolar Amerika atau sekitar Rp14,4 miliar.

Sebelum menjadi orang no­mor satu di PT PAL, Firmansyah menjabat direktur utama PT Dok dan Perkapalan Surabaya. Tahun 2012, Firmansyah digeser ke PT PAL.

Lulusan jurusan Teknik Perkapalan Institut Teknologi Surabaya itu menggantikan Harsusanto dari kursi dirut PT PAL. Karier Harsusanto terpuruk karena perusahaan pelat merah itu tak bisa lepas dari jerat utang.

Dalam sebuah wawancara dengan The World Folio, Firmansyah mengklaim secara perlahan mampu melepaskan PT PAL dari persoalan finansial.

Ketika mulai berkantor di kawasan Ujung Surabaya, kan­tor pusat PT PAL, Firmansyah menemukan laporan keuangan perusahaan itu selalu negatif dalam lima tahun terakhir.

"Bahkan bank tidak memper­cayai kami lagi karena mengira PT PAL tidak mampu mengelola bisnis," katanya.

Tahun 2016, ketika PT PAL merayakan hari jadi, Firmansyah mengklaim berhasil mencatat se­jarah karena mampu mengekspor alutsista laut buatan Indonesia pertama, yakni Kapal SSV 603. Kapal perang itu dipesan khusus pemerintah Filipina.

Kini, Firmansyah menjadi pesakitan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Jaksa penuntut umum KPK mendakwa Firmansyah menerima suap dari perusa­haan perantara Ashanti Sales Incorporated (Inc).

Ashanti Sales Inc adalah agen dalam proyek pembuatan dua kapal perang jenis SSV un­tuk Kementerian Pertahanan Filipina. Perusahaan itu menda­pat fee 4,75 persen dari proyek ini. Sebagian fee itu lalu diberi­kan untuk direksi PT PAL.

Ashanti Sales Inc memberi suap kepada direksi PT PAL melalui Kirana Kotama, pemilik PT Perusa Sejati.

Dalam penyidikan kasus suap ini, KPK juga menemukan bukti Saiful selaku Direktur Desain dan Teknologi, merangkap Direktur Keuangan PT PAL menerima gratifikasi uang den­gan jumlah keseluruhan Rp 3,7 miliar dan 80 ribu dolar Amerika dari para perusahaan yang men­jadi subkontraktor atau supplier yang telah mengerjakan peker­jaan pemeliharaan dan perbaikan di PT PAL Indonesia.

Kasus suap ini terungkap saat penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada akhir Maret lalu. Hasil OTT itu, KPK menetapkan empat orang tersangka yakni General Manager Treasury PT PAL Arif Cahyana, Firmansyah, Saiful, dan Agus Nugroho, seorang perantara Ashanti Sales.

Persidangan perkara Firmansyah masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Surabaya. ***

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Soal Olok-olok Partai Gelora, MKD Sudah Periksa Pelapor Mardani

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:38

Ronaldo Mundur dari Pencalonan Presiden CBF, Ini Alasannya

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:20

12.104 Personel dan 167 Pos Disiapkan Polda Sumut untuk Pengamanan Idulfitri

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:59

Soal Penggeledahan Kantor bank bjb, Dedi Mulyadi: Ini Hikmah untuk Berbenah

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:46

Redam Keresahan Masyarakat Soal MinyaKita, Polres Tegal Lakukan Sidak

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:35

Polemik Pendaftaran Cabup Pengganti, Ini yang Dilakukan KPU Pesawaran

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:17

PHK Jelang Lebaran Modus Perusahaan Curang Hindari THR

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:59

Dapat Tawaran Main di Luar Negeri, Shafira Ika Pilih Fokus Bela Garuda

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:39

Mendagri Soroti Jalan Rusak dan Begal saat Rakor Kesiapan Lebaran di Lampung

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:26

Siapkan Bantuan Hukum, Golkar Jabar Masih Sulit Komunikasi dengan Ridwan Kamil

Jumat, 14 Maret 2025 | 02:33

Selengkapnya