Kejaksaan Agung ikut mengusut dugaan gratifikasi yang diterima jaksa dalam pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) proyek di Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII. Padahal, kasus ini masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
DirekturPenyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Warih Sadono telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus ini. Sprindik itu masih bersifat umum. Belum mencantumkan nama jaksa yang bakal diusut.
"Kan baru ditandatangani Sprindik-nya. Itu juga masih bersifat umum. Pemeriksaan baru akan dilakukan. Tunggulah, pada saatnya akan diterbitkan Sprindik khusus yang diikuti penetapan tersangka," kata Warih kepada wartawan di Kejaksaan Agung, kemarin.
Sementara KPK menegaskan masih mengusut dugaan keterÂlibatan bekas Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, Edi Sumarno daÂlam kasus suap pulbaket proyek BWS Sumatera VII.
Kepala Bagian Publikasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menyatakan hingga saat ini tidak ada pelimpahan perkara hasil operasi tangkap tangan (OTT) jaksa di Kejati Bengkulu, kepada Kejagung. "Tetap ditangani KPK," tandasnya.
Priharsa juga mengungkapkan selama ini tidak ada koordinasi antara KPK dengan Kejagung dalam penanganan perkara OTT ini.
Dalam OTT yang dilakukan 9 Juni 2017, KPK menciduk Kepala Seksi III Intel Kejati Bengkulu, Parlin Purba; pejabat pembuat komitmen (PPK) BWS Sumatera VII, Amin Anwari; dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto, Murni Suhardi. Ketiganya lalu ditetapÂkan sebagai tersangka.
Perkara Amin Anwari dan Murni Suhardi telah disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu. Sementara perkara Parlin baru dilimpahkan ke penuntutan dan menunggu jadwal sidang perÂdana.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, disebutkan Amin Anwari dan Murni Suhardi telah memberiÂkan uang Rp 50 juta kepada Edi Sumarno, Asintel Kejati Bengkulu saat itu. Uang diserahkan di rumah dinas Asintel pada 7 Juni 2017. Keduanya juga menyuap Parlin Purba Rp 10 juta.
Saat dihadirkan sebagai saksi di sidang Amin Anwari dan Murni Suhardi, Edi Sumarno membantah pernah menerima uang dari keduanya.
Namun Amin Anwari dan Murni Suhadi menegaskan kemÂbali isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bahwa mereka telah memberikan uang kepada Edi Sumarno dan Parlin Purban saat sidang pemeriksaan terdakwa.
Dari fakta persidangan itu, KPK pun membidik Edi Sumarno. "Fakta-fakta persidangan itu menjadi hal penting guna menindaklanjuti perkara," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.
Menurut Febri, untuk meneÂtapkan status Edi, KPK menungÂgu putusan perkara Amin Anwari dan Murni Suhardi.
Setelah kasus OTT ini, Edi Sumarno dicopot dari Asintel Kejati Bengkulu dan ditempatkan di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kejagung.
Vonis 2 Tahun Kemarin, Pengadilan Tipikor Bengkulu membacakan putusan perkara Amin Anwari dan Murni Suhardi. Keduanya dinyatakan terbukti menyuap Edi Sumarno Rp 50 juta dan Parlin Purba Rp 10 juta.
Amin Anwari dan Murni Suhardi dijatuhi hukuman 2 taÂhun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 4 bulan kurungan. Effendi Lod Simanjuntak, kuasa hukum Amin Anwari kecewa dengan putusan ini.
Effendi mempertimbangkan untuk mengajukan banding. "Namun ini harus dikonsultasikan dulu dengan klien," katanya.
Ia bersikukuh Amin Anwari adalah korban pemerasan oknum jaksa dengan modus menakuti-takuti. Ia menjelaskan, di persidangan Parlin mengakui meminta uang kepada Amin Anwari.
Lantaran itu Effendi menilai dakwaan penyuapan tidak terÂbukti. "Lagi pula mana mungkin uang Rp 10 juta bisa menghentiÂkan perkara. Tapi pembelaan kita semua dikesampingkan," keluh Efendi.
Kilas Balik
Jaksa Parlin Kembalikan Duit Suap Mau Ditangkap KPKKPK melimpahkan berkas perkara Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba ke Pengadilan Tipikor Bengkulu, Kamis (5/10) lalu.
Tersangka kasus suap terkait pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) proyek Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VII itu segera disidang.
Juru bicara KPK KPK, Febri Diansyah mengatakan, untukkeperluan sidang, Parlin diberangkatkan ke Bengkulu. "Dititipkan penahanannya di Rutan Klas IIB Bengkulu," tambah Febri.
Diketahui, Parlin Purba yang terjaring OTT KPKsempat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Amin Anwari, pejabat pembuat komitmen (PPK) BWS Sumatera VII dan Murni Suhardi, Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto.
Dalam kesaksian di sidang 29 Agustus 2017 itu, Parlin menÂgakui meminta kepada Amin Anwari untuk keperluan pulang kampung. Pengakuan itu disamÂpaikan setelah jaksa KPKmeÂmutar percakapan telepon antara Parlin dengan Amin Anwari.
"Dua nol bang, dua nol aja. Aku udah izin ke Bapak tadi," kata Parlin di percakapan teleÂpon. Kode "dua nol" maksudnya Rp20 juta. Sedangkan 'Bapak' yang dimaksud Parlin adalah Edi Sumarno, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Bengkulu atasan Parlin.
Parlin menjelaskan kode itu setelah ditanya majelis hakim. "Ya Bang ya, setengah aja. Setengah aja pun gak apa-apa. Besok aku balik Bang (pulang kampung), ada perlu. Setengah aja ya Abang ku," ucap Parlin membujuk Amin agar memberikan uang.
"Uang Rp 10 juta itu tujuanÂnya untuk apa?" tanya hakim.
"Uang itu untuk bantuan saya pulang ke medan, untuk tiket yang mulia," jawab Parlin.
"Siapa yang meminta, siapa yang inisiatif?" cecar hakim lagi.
"Saya yang minta Yang Mulia," jawab Parlin Purba.
Esok harinya, 8 Juni 2017 Parlin dan Amin Anwari bertemu di acara perpisahan Kepala Kejati Bengkulu Sendjun Manulang di
The View Resto dan Cafe di Jalan Ciliwung, Pantai Panjang.
Di situ, Amin Anwari dan Murni Suhardi menyerahkan uang Rp 10 juta yang diminta Parlin. "Pada saat lagi duduk bersamaan dengan Pak Amin uang itu diselipkannya di kanÂtong sebelah kanan saya. Lalu ada tenggang waktu satu jam uang itu masih di kantong kanan saya," tutur Parlin.
"Saya keluar mau mengantar pimpinan (Edi Sumarno) mau pulang, barulah salah seorang petugas KPK menanyakan nama saya," lanjut Parlin
Dicari KPK, Parlin masuk lagi ke dalam ruangan dan mengemÂbalikan uang yang diterimanya dari Amin Anwar. "Saudara ini maju jebak saya," kata Parlin. Ia ditangkap KPK ketika hendak meninggalkan
The View. Rekam jejak Parlin sebagai jaksa ternyata tak bagus. Ia pernah kena sanksi. Hal itu diÂungkapkan Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejaksaan Agung saat itu, Widyo Pramono.
Sebelum bertugas di Bengkulu, Parlin menjabat Kepala Seksi Intel di Kejaksaan Negeri Purwakarta. "PP ini memang sebelumnya pernah melakukan pelanggaran etik saat yang bersangkutan tugas di Purwakarta. Makanya dari Purwakarta dipindahkan ke Bengkulu, kena penalti yang berÂsangkutan," ungkap Widyo.
Namun Widyo tak menjelasÂkan kasus yang membuat Parlin dimutasi dari Kejari Purwakarta ke Kejati Bengkulu. Widyo hanyamenyebut Parlin melakukan pelanggaran etika seperti bicara tidak pada tempatnya, bicara tidak rasional, dan bicara dengan tidak berlandaskan hukum.
"Itu sebelumnya pelanggan yang dilakukan dia, dan sudah ditindak. Lalu ini kena lagi," kata Widyo. ***