Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) di Manado. Penggeledahan ini untuk mencari bukti tambahan kasus penyuapan Ketua Pengadilan Tingi Suwardiono.
Sebanyak 25 orang diturunkan untuk menggeledah kantor pengadilan yang menangani perkara tingkat banding itu. Beberapa personel polisi bersenjata terlihat berjaga di pintu masuk pengadilan. Setiap orang yang ingin masuk diperiksa ketat.
Penggeledahan juga dilakukan di rumah dinas Sudiwardono di Bumi Beringan di Kota Manado. Tim KPK terlihat keluar memÂbawa dua koper besar dan satu kardus. Kemudian dimasukkan ke dalam mobil Innova. Penjaga rumah dinas menolak buka mulut mengenai penggeledahan yang dilakukan KPK.
Sudiwardono ditangkap KPK pada Jumat, 6 Oktober 2017. Dia diduga menerima suap dari Anggota DPR Fraksi Golkar Aditya Moha. Pemberian suap itu terkait dengan perkara banding Marlina Moha Siahaan, ibu Aditya yang ditangani Pengadilan Tinggi Sulut.
Marlina divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikro) Manado atas koÂrupsi yang dilakukannya sewakÂtu menjabat Bupati Bolaang Mongondow. Marlina dijatuhkan hukuman 5 tahun penjara.
KPK telah menemukan bukti bahwa pemberian suap anggota Komisi XI DPR, Aditya Moha, kepada Sudiwardono berkaitan dengan perkara Marlina.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu bukti adalah surat yang diterbitkan Pengadilan Tinggi Sulut agar Marlina tidak ditahan. "Surat itu diketahui tertanggal setelah indikasi pemberian (suap) pertama terjadi pada pertengahan Agustus 2017," ungkap Febri.
Diduga pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono terjadi dua kali, yakni pada Agustus 2017 dan Jumat malam, 6 Oktober 2017.
Selain untuk mencegah penaÂhanan Marlina, pemberian suap itu untuk untuk mempengaruhiputusan banding Marlina. "Terkait dengan tujuan mempengaruhi putusan, diketahui ada informasi agar pada tingkat banding terdakwa dibebaskan atau dijatuhi hukuman miniÂmal," sebut Febri.
Aditya diduga telah menyerahkan uang 60 ribu dolar Singapura pada pemberian perÂtama dan 30 ribu dolar Singapura pada pemberian kedua. Adapun total uang yang dia janjikan kepada Sudiwardono senilai 100 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1 miliar.
"Dari total indikasi komitÂmen fee sekitar 100 ribu dolar Singapura, 20 ribu diperuntukkan agar Marlina tidak ditahan dan 80 ribu untuk mempengaruhi putuÂsan banding," beber Febri.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT), KPK menemukan bukti uang 64 ribu dolar Singapura. Mengantongi bukti cukup, KPK menetapkan Sudiwardono sebaÂgai tersangka penerima suap.
Sudiwardono disangka meÂlanggar Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, Aditya sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kilas Balik
Marlina Hadiri Rapat Golkar Di Jakarta Izin Keluar Tahanan Untuk Berobat
Bekas Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan hanya mendekam 25 hari di rumah tahanan negara (rutan) Malendeng, Manado. Terdakwa kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Bolaang Mongondow dikeÂluarkan dari tahanan dengan dalih sakit.
Marlina dilepas beberapa hari setelah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado. Mengaku sakit, Marlina sempat terlihat menghadiri rapat Partai Golkar yang diadakan di Jakarta.
Kepala Rutan Malendeng Zainal Fikri menjelaskan alasan melepas Marlina. "Jadi MMS di rutan Malendeng statusnya titiÂpan, setelah divonis majelis haÂkim di PN Manado," jelasnya.
Status Marlina menjadi tahÂanan titipan sejak pembacaan vonis yang dilakukan majeÂlis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Manado 19 Juli 2017.
Lima hari kemudian, tepatnya 24 Juli 2017, Marlina mengaÂjukan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut). Kewenangan penahanan terhÂadap Marlina seharusnya beralih ke Pengadilan Tinggi Sulut.
Pada 13 Agustus 2017, Marlina mengajukan izin ke luar tahanan karena sakit dan dirawat di Rumah Sakit Malalayang, Manado. "Pada tanggal 21 Agustus dia keluar (tidak dikawallagi). Kita lepas dia saat dirawat di rumah sakit. Kita tidak mengetahui prosesnya seperti apa. Kita tidak bisa menahan dia," ujar Zainal Fikri.
Ketua Pengadilan Tinggi Sulut Sudiwardono mengatakan berÂkas penahanan Marlina terlamÂbat dimasukkan jaksa penuntut umum (JPU). Lantaran itu, dia enggan menandatangani.
Prosedurnya, jika banding berkas perpanjangan penahanan terhadap Marlina dimasukkan JPU lewat Pengadilan Negeri Manado.
Benarkah berkas perpanjanganpenahanan Marlina telat dikirim? Humas Pengadilan Negeri Manado Alfi Usup membantahnya. Menurut Alfi, pengiriman berÂkas perpanjangan penahanan Marlina tepat. Lantaran itu, dia heran kenapa Pengadilan Tinggi enggan mengeluarkan penetapan perpanjangan penahanan terhÂadap Marlina.
Kuasa hukum Marlina, Chandra Paputungan mengungÂkapkan, kliennya tidak ditahan lagi karena tidak ada perintah dari Pengadilan Tinggi Sulut.
Ia menjamin Marlina tidak akan kabur. "Klien saya akan tetap koÂoperatif mengikuti semua proses hukum yang berlaku. Sebagai peÂjabat, ia akan taat terhadap hukum, tak akan lari," tandasnya.
Dalam perkara korupsi dana korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Bolaang Mongondow Rp1,2 miliar, Marlina dinyataÂkan bersalah.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Manado yang diketÂuai Sugiyanto dengan anggota Halidja Wally dan Emma Ellyani menghukum Marlina dipenÂjara 5 tahun. Selain itu, Marlina dikenakan denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,2 miliar.
Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta Marlina dijatuhi hukuman penÂjara 4,5 tahun. ***