Berita

Foto/Net

X-Files

Cari Bukti Tambahan, KPK Geledah Pengadilan Tinggi Sulut

Kasus Suap Banding Bekas Bupati Bolaang Mongondow
SENIN, 09 OKTOBER 2017 | 11:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) di Manado. Penggeledahan ini untuk mencari bukti tambahan kasus penyuapan Ketua Pengadilan Tingi Suwardiono.

Sebanyak 25 orang diturunkan untuk menggeledah kantor pengadilan yang menangani perkara tingkat banding itu. Beberapa personel polisi bersenjata terlihat berjaga di pintu masuk pengadilan. Setiap orang yang ingin masuk diperiksa ketat.

Penggeledahan juga dilakukan di rumah dinas Sudiwardono di Bumi Beringan di Kota Manado. Tim KPK terlihat keluar mem­bawa dua koper besar dan satu kardus. Kemudian dimasukkan ke dalam mobil Innova. Penjaga rumah dinas menolak buka mulut mengenai penggeledahan yang dilakukan KPK.

Sudiwardono ditangkap KPK pada Jumat, 6 Oktober 2017. Dia diduga menerima suap dari Anggota DPR Fraksi Golkar Aditya Moha. Pemberian suap itu terkait dengan perkara banding Marlina Moha Siahaan, ibu Aditya yang ditangani Pengadilan Tinggi Sulut.

Marlina divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikro) Manado atas ko­rupsi yang dilakukannya sewak­tu menjabat Bupati Bolaang Mongondow. Marlina dijatuhkan hukuman 5 tahun penjara.

KPK telah menemukan bukti bahwa pemberian suap anggota Komisi XI DPR, Aditya Moha, kepada Sudiwardono berkaitan dengan perkara Marlina.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, salah satu bukti adalah surat yang diterbitkan Pengadilan Tinggi Sulut agar Marlina tidak ditahan. "Surat itu diketahui tertanggal setelah indikasi pemberian (suap) pertama terjadi pada pertengahan Agustus 2017," ungkap Febri.

Diduga pemberian uang dari Aditya kepada Sudiwardono terjadi dua kali, yakni pada Agustus 2017 dan Jumat malam, 6 Oktober 2017.

Selain untuk mencegah pena­hanan Marlina, pemberian suap itu untuk untuk mempengaruhiputusan banding Marlina. "Terkait dengan tujuan mempengaruhi putusan, diketahui ada informasi agar pada tingkat banding terdakwa dibebaskan atau dijatuhi hukuman mini­mal," sebut Febri.

Aditya diduga telah menyerahkan uang 60 ribu dolar Singapura pada pemberian per­tama dan 30 ribu dolar Singapura pada pemberian kedua. Adapun total uang yang dia janjikan kepada Sudiwardono senilai 100 ribu dolar Singapura atau setara Rp 1 miliar.

"Dari total indikasi komit­men fee sekitar 100 ribu dolar Singapura, 20 ribu diperuntukkan agar Marlina tidak ditahan dan 80 ribu untuk mempengaruhi putu­san banding," beber Febri.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT), KPK menemukan bukti uang 64 ribu dolar Singapura. Mengantongi bukti cukup, KPK menetapkan Sudiwardono seba­gai tersangka penerima suap.

Sudiwardono disangka me­langgar Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sementara itu, Aditya sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kilas Balik
Marlina Hadiri Rapat Golkar Di Jakarta Izin Keluar Tahanan Untuk Berobat
 

Bekas Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan hanya mendekam 25 hari di rumah tahanan negara (rutan) Malendeng, Manado. Terdakwa kasus korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Bolaang Mongondow dike­luarkan dari tahanan dengan dalih sakit.

Marlina dilepas beberapa hari setelah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Manado. Mengaku sakit, Marlina sempat terlihat menghadiri rapat Partai Golkar yang diadakan di Jakarta.

Kepala Rutan Malendeng Zainal Fikri menjelaskan alasan melepas Marlina. "Jadi MMS di rutan Malendeng statusnya titi­pan, setelah divonis majelis ha­kim di PN Manado," jelasnya.

Status Marlina menjadi tah­anan titipan sejak pembacaan vonis yang dilakukan maje­lis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Manado 19 Juli 2017.

Lima hari kemudian, tepatnya 24 Juli 2017, Marlina menga­jukan banding ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut). Kewenangan penahanan terh­adap Marlina seharusnya beralih ke Pengadilan Tinggi Sulut.

Pada 13 Agustus 2017, Marlina mengajukan izin ke luar tahanan karena sakit dan dirawat di Rumah Sakit Malalayang, Manado. "Pada tanggal 21 Agustus dia keluar (tidak dikawallagi). Kita lepas dia saat dirawat di rumah sakit. Kita tidak mengetahui prosesnya seperti apa. Kita tidak bisa menahan dia," ujar Zainal Fikri.

Ketua Pengadilan Tinggi Sulut Sudiwardono mengatakan ber­kas penahanan Marlina terlam­bat dimasukkan jaksa penuntut umum (JPU). Lantaran itu, dia enggan menandatangani.

Prosedurnya, jika banding berkas perpanjangan penahanan terhadap Marlina dimasukkan JPU lewat Pengadilan Negeri Manado.

Benarkah berkas perpanjanganpenahanan Marlina telat dikirim? Humas Pengadilan Negeri Manado Alfi Usup membantahnya. Menurut Alfi, pengiriman ber­kas perpanjangan penahanan Marlina tepat. Lantaran itu, dia heran kenapa Pengadilan Tinggi enggan mengeluarkan penetapan perpanjangan penahanan terh­adap Marlina.

Kuasa hukum Marlina, Chandra Paputungan mengung­kapkan, kliennya tidak ditahan lagi karena tidak ada perintah dari Pengadilan Tinggi Sulut.

Ia menjamin Marlina tidak akan kabur. "Klien saya akan tetap ko­operatif mengikuti semua proses hukum yang berlaku. Sebagai pe­jabat, ia akan taat terhadap hukum, tak akan lari," tandasnya.

Dalam perkara korupsi dana korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Bolaang Mongondow Rp1,2 miliar, Marlina dinyata­kan bersalah.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Manado yang diket­uai Sugiyanto dengan anggota Halidja Wally dan Emma Ellyani menghukum Marlina dipen­jara 5 tahun. Selain itu, Marlina dikenakan denda Rp200 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara Rp1,2 miliar.

Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta Marlina dijatuhi hukuman pen­jara 4,5 tahun. ***

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

CASN jadi Korban Ketidakpastian Menteri PANRB

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:33

Sore Ini Prabowo Gelar Diskusi Panel Bareng Pimpinan Perguruan Tinggi

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:28

Pasar Masih Tegang, Yen dan Euro Tertekan oleh Dolar AS

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:21

Hendrik PH, Teman Seangkatan Teddy Masih Berpangkat Kapten

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:14

Emas Spot Berkilau di Tengah Ketidakpastian Tarif

Kamis, 13 Maret 2025 | 09:07

Kegiatan di Vihara Kencana Langgar SKB Dua Menteri dan Perda Tibum

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:56

Bamus Betawi dan Bamus Suku Betawi Sama-sama Terima Hibah Rp8 Miliar

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:28

Febri Diansyah Harus Jaga Etika saat Bela Hasto

Kamis, 13 Maret 2025 | 08:10

Kapolri Mutasi 1.255 Pati-Pamen, 10 Polwan Jabat Kapolres

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:59

10 Kapolda Diganti, Siapa Saja?

Kamis, 13 Maret 2025 | 07:47

Selengkapnya