Berita

Jaya Suprana

Presiden Moon Versus Presiden Trump

MINGGU, 17 SEPTEMBER 2017 | 05:40 WIB | OLEH: JAYA SUPRANA

KESAN utama yang saya peroleh dari kunjungan ke Pyongyang adalah keprihatinan atas terpecah-belahnya bangsa dan negara Korea menjadi Utara dan Selatan akibat intervensi Amerika Serikat.  Keterpecah-belahan Korea serupa meski tidak sama dengan keterpecah-belahan Jerman dan Vietnam pasca Perang Dunia II di mana Amerika Serikat de facto juga terlibat.

Prihatin

Keprihatinan saya juga dimiliki presiden Korea Selatan, Moon Jae In yang ternyata juga mendambakan persatuan dan kesatuan Korea setelah nyaris tujuh dasawarsa terpecah belah sejak Perang Korea 1950-53.  Setelah Korea Utara melancarkan rangkaian percobaan rudal nuklir, sebenarnya persatuan dan kesatuan Korea justru makin dibutuhkan.


Namun Presiden USA, Donald Trump melancarkan rangkaian serangan kicauan lewat twitter yang menegaskan bahwa Trump tidak suka Korea Selatan menjalin dialog musyawarah-mufakat dengan Korea Utara.  Bahkan presiden Trump begitu menggebu dalam membuat komentar antagonistik sehingga presiden Moon meragukan bahwa kedekatan Korsel dengan Amser dapat berlanjut.

Trump berkicau bahwa dialog bukan jawaban bagi Korut yang dianggap mengancam perdamaian dunia yang jelas merupakan kritik frontal terhadap upaya Moon berdialog dengan Kim. Bahkan dengan gaya anak suka ngambek, Trump mengancam akan membatalkan kesepakatan perdagangan bebas dengan Korsel karena dianggap merugikan USA.

Sementara presiden Moon sejak dilantik pada Mei 2017 memang sejak awal sudah tegas menegaskan bahwa Korsel akan menempuh jalur musyawarah-mufakat dengan Korut untuk menjalin perdamaian sebagai langkah awal menuju persatuan dan kesatuan Korea. 

Kini Moon menegaskan bahwa diriya tidak bisa mentolerir bencana perang kembali terjadi di Korea maka akan gigih menempuh jalan damai untuk denuklirisasi di semenanjung Korea. Moon mendukung sanksi embargo terhadap Korea justru demi menghindari perang dan fokus pada jalur komunikasi dialog musyawarah-mufakat demi menyelesaikan ketegangan polemik nuklir.

Moon mengimbau agar Trump jangan memaksakan jalur kekerasan yang rawan meledakkan Perang Korea II sebab yang akan menderita apabila perang kembali meledak jelas adalah warga Korea bukan warga Amerika Serikat yang bermukim nun jauh dari lokasi perang. Tetapi imbauan Moon menguap seperti embun di siang hari bolong, sebab Trump memang lebih punya mulut ketimbang telinga.

Pribadi

Secara pribadi, Moon memang tidak cocok dengan Trump. Moon mewarisi semangat presiden Roh Moo-hyun yang melancarkan kebijakan dialog, perdagangan dan bantuan kemanusiaan dengan Korea Utara yang memang kurang disukai Amerika Serikat.

Kimiawi jalinan hubungan Moon-Trump terganggu oleh latar belakang yang beda. Moon adalah mantan aktifis pembela HAM sementara Trump adalah mantan pengusaha sukses real estate. Trump memandang Korut sebagai ancaman nuklir semantara Moon sebagai putera seorang korban Perang Korea gigih berjuang menjalin rekonsiliasi demi kembali mempersatukan Korea.

Sebagai pendiri Sanggar Pembelajar Kemanusiaan dan pencinta damai , saya berpihak ke Moon. Namun perjalanan perjuangan presiden Moon Jae In mempersatukan Korea masih panjang dan sarat beban kemelut deru campur debu berpercik keringat, air mata dan darah akibat luar biasa rumit serta kompleks melibatkan berbagai kepentingan bukan hanya dalam negeri Korsel dan Korut sendiri namun juga kepentingan luar negeri, mulai dari Cina, Jepang, Rusia, dan terutama Amerika Serikat.[***]

Penulis adalah pencinta damai.

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

Makin Botak, Pertanda Hidup Jokowi Tidak Tenang

Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15

UPDATE

Bawaslu Usul Hapus Kampanye di Media Elektronik

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:26

Huntap Warga Korban Bencana Sumatera Mulai Dibangun Hari Ini

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:25

OTT Jaksa Jadi Prestasi Sekaligus Ujian bagi KPK

Minggu, 21 Desember 2025 | 11:11

Trauma Healing Kunci Pemulihan Mental Korban Bencana di Sumatera

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:42

Lula dan Milei Saling Serang soal Venezuela di KTT Mercosur

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:35

Langkah Muhammadiyah Salurkan Bantuan Kemanusiaan Luar Negeri Layak Ditiru

Minggu, 21 Desember 2025 | 10:24

Jadi Tersangka KPK, Harta Bupati Bekasi Naik Rp68 Miliar selama 6 Tahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:56

Netanyahu-Trump Diisukan Bahas Rencana Serangan Baru ke Fasilitas Rudal Balistik Iran

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:32

Status Bencana dan Kritik yang Kehilangan Arah

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:55

Cak Imin Serukan Istiqomah Ala Mbah Bisri di Tengah Kisruh PBNU

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:28

Selengkapnya