Berita

Politik

FREEPORT SERI II

Penguasaan 51 Persen Saham Freeport Oleh Pemerintah Bohong Besar

SELASA, 05 SEPTEMBER 2017 | 13:47 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

BARU-baru ini pemerintah Jokowi mengklaim telah berhasil menekan Freeport-McMoRan Inc. (NYSE: FCX) agar bersedia menyerahkan 51 persen saham Freeport Indonesia (PTFI) untuk dimiliki oleh pihak Indonesia. PTFI merupakan salah satu pertambangan terbesar yang dimiliki FCX dan deposit Gresberg adalah tambang terbesar di dunia saat ini.

Klaim pemerintah Indonesia bahwa Freeport McMoRan akan menyerahkan 51 persen saham kepada Indonesia adalah hoax atau kebohongan yang besar. Mengapa demikian, perhatikan dengan benar empat poin kesepakatan yang termuat dalam website resmi Freeport-McMoRan tersebut, jangan baca dari statemen pemerintah.

Kesepakatan yang dipublikasikan melalui siaran pers Freeport-McMoRan Inc. (FCX) tanggal 29 Agustus 2017 tersebut terdiri dari empat poin yakni:

1. PTFI akan mengubah Kontrak Karya menjadi lisensi khusus (IUPK) yang akan memberi hak operasi jangka panjang kepada PTFI sampai tahun 2041.
2. Pemerintah akan memberikan kepastian hukum dan fiskal selama jangka waktu IUPK.
3. PTFI akan berkomitmen untuk membangun smelter baru di Indonesia dalam waktu lima tahun.
4. FCX akan setuju untuk melakukan divestasi kepemilikannya di PTFI dengan nilai pasar wajar, sehingga Indonesia memiliki kepemilikan 51 persen saham PTFI. Waktu dan proses divestasi sedang dibahas dengan pemerintah. Divestasi akan dilakukan secara bertahap sehingga FCX akan memegang kendali atas operasi dan tata kelola PTFI.

Perhatikan dengan benar bunyi poin ke empat dari kesepakatan antara Freeport-McMoRan dengan pemerintah Indonesia tersebut. "Divestasi akan dilakukan secara bertahap sehingga FCX akan memegang kendali atas operasi dan tata kelola PTFI." Bagaimana mungkin Freeport McMoRan mengatakan tetap memegang kendali operasi dan tata kelola PTFI sementara sahamnya 51 persen telah diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Ini statemen yang aneh bin ajaib.

Jadi pernyataan pemerintah yang menyatakan keberhasilan menekan Freeport McMoRan adalah Hoax yang besar. Sebab kalau pemerintah benar-benar menegakkan aturan baik itu UU Penanaman Modal, UU Minerba, maupun Kontrak Karya antara pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoRan tahun 1991, maka seharusnya saat ini saham PTFI telah 51 persen berada di tangan pemerintah Indonesia.

Dalam Kontrak Karya Freeport McMoRan tahun 1991 pasal 24 angka 2 huruf (b) dinyatakan "Mengharuskan perusahaan untuk menjual atau berusaha menjual pada penawaran umum di Bursa Efek Jakarta atau dengan cara lain kepada pihak nasional Indonesia dengan saham-saham yang cukup pada tahun kelima sebesar 10 persen; setelah ulang tahun ke-10 secara periodik menawarkan kepada pihak nasional sehingga pada ulang tahun ke-20 (tahun 2011) mencapai 51 persen terhitung sejak tanggal persetujuan ini pada tanggal 30 Desember 1991."

Jadi seharusnya saham Freeport Indonesia telah dikuasai oleh pemerintah Indonesia atau pihak nasional sejak tahun 2011 lalu atau pada ulang tahun ke-20 sejak KK tahun 1991 ditandatangani. Namun faktanya sampai sekarang hal yang termuat dalam Kontrak Karya tahun 1991 tersebut adalah hoax yang sangat besar. Sebetulnya kewajiban divestasi itu telah ada sejak KK pertama tahun 1967 lalu.

Selain itu, pemerintah Jokowi sendiri telah menerbitkan PP Nomor 1/2017 tentang Perubahan Keempat PP 23/2010 tentang Pelaksanaan KUP Minerba dalam pasal 97 ayat 1 tentang tahapan divestasi memberi ruang kepada Freeport Indonesia untuk menyerahkan 51 persen sahamnya kepada nasional untuk paling lambat 10 tahun ke depan.

Artinya kesepakatan ini hanya akan terlaksana jika Jokowi menjadi presiden seumur hidup. Mengapa, karena di Indonesia setiap pergantian presiden maka akan ada pergantian kebijakan. Jadi semakin hoaxlah barang ini. [***]

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)  


Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kejanggalan LHKPN Wakil DPRD Langkat Dilapor ke KPK

Minggu, 23 Februari 2025 | 21:23

Jumhur Hidayat Apresiasi Prabowo Subianto Naikkan Upah di 2025

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:56

Indeks Korupsi Pakistan Merosot Kelemahan Hampir di Semua Sektor

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:44

Beban Kerja Picu Aksi Anggota KPU Medan Umbar Kalimat Pembunuhan

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:10

Wamenag Minta PUI Inisiasi Silaturahmi Akbar Ormas Islam

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:08

Bawaslu Sumut Dorong Transparansi Layanan Informasi Publik

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:52

Empat Negara Utama Alami Krisis Demografi, Pergeseran ke Belahan Selatan Dunia, India Paling Siap

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:46

Galon Polikarbonat Bisa Sebabkan Kanker? Simak Faktanya

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:34

Indra Gunawan Purba: RUU KUHAP Perlu Dievaluasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:31

Kolaborasi Kunci Keberhasilan Genjot Perekonomian Koperasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:13

Selengkapnya