Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Forum Komunikasi Pekerja DAMRI Bersatu (DPP SP FKPDB) melaporkan Direksi Perum DAMRI atas dugaan union busting alias pemberangusan serikat buruh.
Ketua SP FKPDB, Wahyu Permana mengatakan, laporan ini berkaitan erat dengan permasalahan hubungan industrial tentang Upah Minimum Kota (UMK) dan perhitungan pensiun batas usia yang diperselisihkan antara Perum DAMRI melawan anggotanya, Ujang Sopandi dan kawan-kawan yang telah dimenangkan oleh pihak pekerja.
Kasus itu telah diselesaikan dalam proses peradilan pada Pengadilan Negeri Kelas I A Bandung yang nomor perkaranya adalah 84 (Pdt.susPHI/2015) PN. Bdg. Tanggal 26 Agustus 2015 lalu.
Juga berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung RI Nomor 260 KIPDT.SUS 2008 dengan kasus yang sama antara Perum DAMRI dengan salah satu anggota SP FKPDB, Pujiono.
Seharusnya, putusan ini bisa menjadi yurisprudensi pada putusan berikutnya, yaitu pada putusan Mahkamah Agung RI Nomor 739 K/ PDT. sus-PHI 2015 yang telah dikeluarkan pada tanggal 15 September 2016 dengan kasus yang sama, juga antara Perum DAMRI dengan Ujang Supandi Cs.
"Tuntutan Hak normatif ini sudah berhasil kami perjuangkan di dalam proses peradilan, dan yang telah mempunyai putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap baik di tingkat kasasi maupun di tingkat Peninjauan Kembali," tegasnya saat ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (4/9).
Menurut Wahyu, hakim menilai bahwa Surat Keputusan Direksi dan Perjanjian Kerja Sama (PKB) Perum DAMRI tahun 2014-2016 telah bertentangan dengan UU 13/2003.
"Pasal 90 Ayat 1, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 dan Pasal 91 ayat 2, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undang, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja atau buruh menurut peraturan perundangundangan yang berlaku," jelasnya.
Namun, alih-alih melaksanakan putusan tersebut, Direksi Perum DAMRI malah melaksanakan pertemuan tripartit yang diadakan 14 Agustus 2017 lalu di Disnaker PHI Kota Bandung. Disana pihak Perum DAMRI malah menyatakan tidak menerima adanya putusan tersebut untuk diterapkan terhadap seluruh karyawan
"Hal ini jelas para pimpinan Perum DAMRI memperlihatkan arogansinya dalam melawan undang-undang, bahkan dapat dianggap melecehkan keberadaan instansi terkait dan undang-undang dalam melaksanakan penegakan hukum di negara kita," sesalnya.
Wahyu Permana yang ikut membantu perjuangan para anggotanya itu juga mengaku pernah ditawarkan GM Perum DAMRI yaitu, Indra Darmawan, sebuah jabatan. Hal itu untuk membungkam pihak SP FKPDB untuk tidak melakukan perlawanan perdata.
"GM Perum DAMRI yaitu, Indra darmawan, menyampaikan bahwa saya diamanatkan oleh Dirut PLT untuk menawarkan jabatan kepada saya sebagai Ketua Umum SP FKPDB, barangkali saya mau menerima jabatan sesuai dengan basic pendidikan saya untuk dipromosikan di wilayah lain. Kemudian Sukri sebagai Asmen menyampaikan bahwa Pak Dirut PLT ingin bersilaturahmi dengan saya, dan siapa tahu dekat dengan beliau, di sana ada rizki yang bisa kita dapat," jelsnya.
"Saya berfikir ada apa ini? Apakah beliau -beliau ini akan menganggap saya sama dengan ketua-ketua serikat yang lainnya, dapat membungkam dengan hanya memberikan jabatan untuk dapat melancarkan semua rencananya."
Manager Teknik, Nardi juga menyampaikan bahwa Plt Dirut menyampaikan penawaran jabatan sesuai dengan pendidikannya. Dia sempat ditawari menduduki jabatan sebagai pimpinan salah satu cabang kantornya.
"Saya tolak. Karena saya tahu bahwa semua ini adalah suatu strategi jebakan yang sudah direncanakan oleh beliau. Hal ini sangatlah jelas dan terbukti dengan apa yang sudah di rencanakan oleh beliau yang tadinya menawarkan jabatan kepada saya untuk dipromosikan sebagai pimpinan," tegasnya
Nah, karena menolak tawaran yang diberikan, direksi pun mengeluarkan kebijakan baru, yakni menurunkan pangkatnya. Mendengar itu, Wahyu pun mengaku sangat sedih. Dia pun menolak tawaran itu. Karena menurut dia, pimpinan Perum DAMRI seakan sudah terbiasa melakukan sesuatu yang dzalim pada karyawannya sendiri.
"Kita dijajah di bangsa sendiri bahkan di negara sendiri hal ini sangat memalukan dan memprihatinkan sekali," sesalnya.
Setelah mengeluarkan SK penurunan Jabatan, Wahyu masih tetap aktif dan tegar untuk memperjuangkan hak normatif. Namun pimpinannya kemudian menyelenggarakan sidang Tripartit ke III di kantor Disnaker, Kota Bandung. Hasilnya adalah memutasi dia ke Merauke, Papua.
"Disana mereka menyampaikan pesan bahwa besok ada pelantikan Pejabat di Jakarta pada tanggal 15 Agustus2017 di Perum DAMRI Kantor pusat, saya berangkat menghadiri acara pelantikan tersebut dan saya menolak putusan SK Direksi yang ditugaskan Merauke sebagai Manager Usaha," ungkapnya.
Namun Pada malam tanggal 23 Agustus 2017, Nino dan Sukri memanggil Wahyu untuk ketemu di kantor Perum DAMRI Jl. Kebon Kawung No 3 Bandung. Nah, disitu ternyata telah di dihadirkan pihak luar utusan dari pimpinan Perum DAMRI, untuk menyampaikan dan sedikit memaksa dan mengancam harus berangkat mengikuti putusan SK Direksi tersebut ke cabang Merauke.
"Kalau tidak melaksanakan dipaksa untuk mengundurkan diri dari Perum DAMRI atau pensiun Muda. Karena ini akan berurusan dengan kami seperti yang dikatan oieh Edi cs. Dan mereka ini adalah orang-orang bayaran yang disebut dengan jawara dari banten yang diantara nya sudah kenal dekat dengan saya sendiri yaitu Kaka (Yani)."
"Ternyata orang yang datang pada malam itu adalah suruhan dari Sdr. Indra Darmawan sebagai GM Perum DAMRI Cabang Bandung, yang mengancam Sdr Jayus tidak ikut ikutan dalam proses tuntutan Hak Normatip nya dan menyampaikan bahwa saya akan memanggil saudara Kaka (Yani) untuk dihadapkan dengan saya, agar dapat menghentikan tuntutan hak normatip nya," terangnya.
Adapun pihak yang dilaporkan dengan bukti pelaporan nomor TBL/ 594/IX/ 2017 itu adalah Dirut Perum DAMRI, Sarmadi, Dirkum Perum DAMRI Sadio, dan Senior Manager Perum DAMRI Nardi, General Manager Perum DAMRI Cabang Bandung Indra, General Manager Usaha Perum DAMRI Cabang Bandung Nino, Asisten Manager Perum DAMRI Cabang Bandung Sukri.
Mereka diduga melanggar Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, Bab VII Pasal 28 tentang perlindungan Hak berorganisasi UI
Tak hanya itu, pihaknya juga melaporkan tindakan yang mengancam keselamatan jiwanya.
"Ini merupakan bentuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan oleh Pimpinan Perum DAMRI Cabang Bandung dan Direksi Perum DAMRl," tandasnya.
[sam]