Berita

Dunia

SEPEKAN BERKELILING NEGERI SAKURA (6)

Antara Jepang, China & Korea Nggak Akur Tapi Saling Rindu

SENIN, 04 SEPTEMBER 2017 | 07:55 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Tak sekadar indah, kaya dan modern, Jepang adalah negara yang terkenal dengan budaya kerja keras dan disiplin. Wartawan Rakyat Merdeka Kartika Sari yang diundang Kementerian Luar Negeri (Ministry of Foreign Affairs/MOFA) Jepang, berkeliling Negeri Sakura selama satu pekan. Selain mewawancarai politisi senior dari partai berkuasa, Liberal Democratic Party (LDP), Rakyat Merdeka juga bertemu masyarakat lokal serta singgah ke beberapa tempat pariwisata di Tokyo dan Hakodate. Berikut ini laporannya.

Secara geografis, antara Jepang, Korea dan China sangat berdekatan. Sebagai negara tetangga, tentunya akan lebih baik kalau ketiganya akur dan kompak. Apalagi Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan China masuk dalam daftar negara yang kekuatan ekonominya besar dan berpengaruh di dunia. Tapi sayang, gara-gara sejarah di masa lalu saat perang dunia kedua lalu antara Jepang, China dan Korsel, hingga kini sangat sulit bersatu. Apalagi berteman baik. Padahal, mereka sebetulnya saling membutuhkan. Boleh dibilang, hubungan trio negara ini saling benci, tapi juga saling rindu.

Dua pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang, mencoba menjelaskan kepada saya apa yang terjadi dan upaya apa saja yang sudah dan sedang dilakukan pemerintah Jepang terhadap China dan Korea. Mereka adalah Atsuyuki Fujinuma, Deputy Director First China & Mongolia Division, Asian & Oceanian Affairs Bureau dan Jun Nishida, Deputy Director Regional Policy Division, Asian & Oceanian Affairs Bureau. Sambil minum teh di kantor Kementerian Luar Negeri atau Ministry of Foreign Affairs (MOFA) di Tokyo, Senin (21/8) sore, kami berdiskusi mengenai isu
Laut China Selatan, Pulau Senkaku yang bersengketa dengan China (versi China adalah Pulau Diayou), situasi dan hubungan terkini antara Jepang dengan China dan Korea. Serta harapan Jepang atas peran Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya atas isu-isu tersebut di atas.

Laut China Selatan, Pulau Senkaku yang bersengketa dengan China (versi China adalah Pulau Diayou), situasi dan hubungan terkini antara Jepang dengan China dan Korea. Serta harapan Jepang atas peran Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya atas isu-isu tersebut di atas.

Mengawali diskusi, Fujinuma membahas mengenai jumlah turis dan investasi China di Jepang serta sebaliknya, jumlah turis dan investasi Jepang di China. Menurut Fujinuma, dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah turis China ke Jepang semakin bertambah. Sebaliknya jumlah turis dan investor Jepang ke China, semakin menurun.

“Coba anda lihat data ini. Berdasarkan data tahun 2016, turis China yang datang ke Jepang tercatat sebanyak 6,37 juta orang. Naik dari tahun 2015 sebanyak 5 juta orang. Sebaliknya turis Jepang yang pelesiran ke China tahun 2016, tercatat hanya 2,59 juta orang. Jumlah itu menurun dibandingkan tahuntahun sebelumnya. Penurunan terjadi terutama sejak tahun 2007 yang pernah mencapai 4 juta orang,” jelasnya sambil menunjukkan data kepada saya.

Kenapa jumlah turis China ke Jepang semakin naik, sementara turis Jepang ke China terus menurun? Fujinuma memberikan beberapa penjelasan.

Pertama, menurutnya, kondisi perekonomian China yang membaik sehingga masyarakatnya punya uang lebih untuk berlibur. Kedua, mata uang yen melemah sehingga berwisata ke Jepang menjadi lebih murah. Ketiga, pemerintah Jepang memperlonggar kebijakan visa untuk turis China. Bagi turis China yang datang secara grup ke Okinawa, Tohoko dan Tokyo, tidak memerlukan visa.

Lalu kenapa jumlah turis Jepang yang berlibur ke China dan investornya semakin menurun? Kata Fujinuma, ada beberapa penyebabnya. Antara lain, masyarakat Jepang yang berwisata ke Negeri Tirai Bambu, merasa diperlakukan berbeda dan disambut kurang ramah oleh masyarakat China. Selain itu, polusi di China juga tinggi. Alasan lainnya, karena faktor politik dan kebijakan luar negeri China yang dinilai masyarakat atau investor Jepang sangat kontroversial dan meresahkan.

Padahal, jelas Fujinuma, China adalah partner dagang terbesar bagi Jepang. Selain itu, Jepang adalah partner dagang terbesar kedua bagi China setelah Amerika Serikat (AS). Jepang juga merupakan investor terbesar keempat di China setelah Singapura, Korsel dan AS.

Memasuki 45 tahun perayaan normalisasi hubungan diplomatik antara Jepang dan China tahun ini, kata Fujinuma, mereka sangat berharap agar hubungan kedua negara akan lebih baik.

“Kami percaya segalanya akan menjadi lebih baik. Apalagi bila pimpinan kedua negara semakin sering bertemu dan dipublikasikan secara positif, itu akan berdampak baik buat rakyat Jepang dan China. Kami tidak memusuhi China kok. Kami sangat menghormati China. Asalkan mereka mematuhi hukum internasional. Misalnya dalam kasus Laut China Selatan dan Kepulauan Shinkaku,” kata diplomat jebolan sebuah universitas di Amerika itu.

Kasih Ganti Rugi
Lalu bagaimana kondisi terkini hubungan Jepang dan Korea? Fujinuma tampak menghela nafas panjang.

Menurutnya, hubungan Tokyo-Seoul juga sama sulitnya. Sebab, hingga sekarang,
Korsel masih sering mengungkit-ungkit dosa Jepang di masa lalu.

“Yang menarik, setiap lima tahun saat musim pemilu presiden di Korsel tiba, semua kandidat capresnya pasti menjual isu anti Jepang demi meraih simpati para pemilih. Tak ada capres Korsel yang berani mengkampanyekan pro atau mau berteman dengan Jepang.

Meskipun sebetulnya ada presiden Korsel yang ingin punya hubungan baik dengan Jepang, saat kampanye dan tahun pertama pemerintahannya, ‘terpaksa’ mesti bersikap anti Jepang,” ungkapnya.

Dia menyatakan, setiap musim kampanye, para capres Korsel juga selalu menuntut jumlah ganti rugi kepada pemerintah Jepang atas kekerasan seksual tentara Jepang kepada perempuan Korea saat perang dunia dulu.

“Tahun 2015, pemerintah kami dan pemerintah Korea Selatan sudah mendatangani perjanjian damai mengenai isu kekerasan terhadap kaum perempuan Korea di masa lalu. Kami juga sudah memberikan uang ganti rugi kepada mereka sebesar 1 miliar
yen,” bebernya.

Menurutnya, jumlah uang yang besar itu, diharapkan bisa membantu mengobati
luka dan penderitaan kaum perempuan Korea yang menjadi korban kekerasan
tentara Jepang saat perang dulu. Meskipun tidak sepenuhnya bisa mengobati luka
mereka, lanjutnya, namun setidaknya pemerintah Jepang sudah membuktikan
itikad baik dan bertanggung jawab atas dosa di masa lalu.

“Kami ingin isu di masa lalu ini selesai dan tidak diungkit-ungkit lagi oleh para politisi Korea. Kalau terus diungkit dan minta uang ganti rugi lagi dalam jumlah lebih besar, sampai kapan hubungan Jepang dan Korsel akan membaik,” katanya. (Bersambung)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Pesan Ketum Muhammadiyah: Fokus Tangani Bencana, Jangan Politis!

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:13

Amanat Presiden Prabowo di Upacara Hari Bela Negara

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:12

Waspada Banjir Susulan, Pemerintah Lakukan Modifikasi Cuaca di Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:05

Audit Lingkungan Mendesak Usai Bencana di Tiga Provinsi

Jumat, 19 Desember 2025 | 10:04

IHSG Menguat, Rupiah Dibuka ke Rp16.714 Pagi Ini

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:59

TikTok Akhirnya Menyerah Jual Aset ke Amerika Serikat

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48

KPK Sita Ratusan Juta Rupiah dalam OTT Kepala Kejari HSU

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:28

Bursa Asia Menguat saat Perhatian Investor Tertuju pada BOJ

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:19

OTT Kalsel: Kajari HSU dan Kasi Intel Digiring ke Gedung KPK

Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05

Mentan Amran: Stok Pangan Melimpah, Tak Ada Alasan Harga Melangit!

Jumat, 19 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya