Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapÂkan korporasi sebagai tersangka korupsi mendapat apresiasi banÂyak pihak. Namun berbagai opini yang terus dibangun KPK dinilai sudah berlebihan dan cenderung menghakimi tersangka sebelum pengadilan digelar.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, KPK harus memperhatikan dampak pada perusahaan yang ditetapÂkan sebagai tersangka, terutama jika status perusahaan terseÂbut adalah perusahaan terbuka yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Karena dengan dia (KPK) banyak bicara tentang penyitaan dan sebagainya bisa membuat keÂpercayaan publik jatuh, apalagi itu perusahaan terbuka, akan merusak citra perusahaan dan membuat kerugian besar. Yang begitu-begitu harus dipikirkan," ujarnya.
Karena itu, Zainal mendorong KPK agar memperbaiki standar proses penanganan kasus korupsi untuk pidana korporasi. Yakni bagaimana agar pidana korporasi tidak sampai merusak bisnis perusahaan. Termasuk standar perusahaan dapat di tetapkan sebagai tersangka koÂrupsi korporasi.
Seperti diketahui, satu perusaÂhaan yang saat ini telah ditetapÂkan sebagai tersangka korpoÂrasi adalah PT Nusa Kontruksi Enjiniring (Tbk), dahulu PT Duta Graha Indah (DGI). DGI merupaÂkan tersangka korporasi pertama sejak diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
DGI diduga melakukan tindak pidana suap terhadap mantan anggota DPR RI dan mantan bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazarudin dalam proyek pembangunan rumah sakit Universitas Udayana, Bali pada tahun 2009-2010.
Nazarudin sendiri merupaÂkan terpidana korupsi terkait berbagai proyek pemerintah. Melalui grup Permai miliknya, Nazarudin yang menguasai badan anggaran di DPR RI keÂtika partai Demokrat berkuasa, menebar lebih dari 160 proyek pemerintah kepada BUMN dan swasta. Sebagai imbal baÂlik, Nazarudin mengutip uang kompensasi antara 20-40 persen dari nilai setiap proyek.
Zainal meminta KPK tidak berÂhenti di kasus DGI. Menurutnya masih banyak kasus suap yang ditangani KPK saat ini melibatÂkan korporasi. "Ada perusahaan yang dibuat untuk korupsi atau corruption vehicle namun belum ditetapkan sebagai tersangka. Tapi itu sebaiknya ditanyakan kepada KPK, mereka yang lebih tahu dapur penyidikan. Kalau dulu KPK belum pede menjadiÂkan tersangka korporasi karena belum ada aturannya," ujarnya.
Adapun beberapa kasus korÂporasi yang ditangani KPK dan sudah vonis diantaranya kasus suap yang dilakukan Presiden Direktur PT Sentul City Tbk Cahyadi Kumala terhadap bupati Bogor Rahmat Yasin. Cahyadi terbukti bersalah dan divonis 5 tahun penjara.
Selain itu, kasus-kasus korupsi yang melibatkan grup Permai milik Nazarudin adalah proyek kawasan olahraga Hambalang yang dikelola PT Adhi Karya Tbk. Proyek yang merugikan negara hingga Rp 706 miliar itu hingga kini mangkrak. Mantan Direktur Operasional Adhi Karya Teuku Mohammad Noor pun sudah divonis 4,5 tahun oleh hakim tipikor. ***