Berita

Net

Nusantara

Kementerian LHK Tutupi Banyak Hal Soal Lahan Register 40

RABU, 23 AGUSTUS 2017 | 01:20 WIB | LAPORAN:

Kalangan aktivis lingkungan dan pejabat pemerintah daerah Sumatera Utara mempertanyakan sikap pemerintah terkait pengelolaan lahan di Register 40.

Pasalnya, ada kesan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tidak transparan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung. Serta tidak menerapkan perlakuan sama terhadap perusahaan yang ditenggarai melanggar penggunaan fungsi lahan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai ada banyak hal disembunyikan Kementerian LHK terkait penindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang mengelola lahan di Register 40. Setelah meninggalnya Derianus Lungguk Sitorus, salah satu pengusaha perkebunan asal Medan membuka tabir buruknya eksekusi dan tidak transparan dalam memaparkan hasil eksekusi lahan yang sudah ditetapkan MA.


Direktur Eksekutif Walhi Sumut Dana Tarigan meminta Kementerian LHK menindak semua perusahaan yang menggunakan lahan Register 40 tetapi tidak sesuai dengan peruntukkan. Ini perlu dilakukan agar memperlihatkan bahwa pemerintah bisa bertindak adil, tidak hanya menindak satu perusahaan saja yakni PT Torganda milik DL Sitorus tetapi juga perusahaan lain, termasuk BUMN.

"Kami sudah sampaikan itu semua perusahaan yang salah harus ditindak dan diperlakukan sama di lahan Register 40. Kalau ada yang dikelola masyarakat maka itu termasuk reformasi agraria untuk dibagikan ke masyarakat," jelas Dana dalam siaran pers, Selasa (22/8).

Dia menambahkan, jika ada perusahaan yang mengelola lahan secara ilegal maka harus diambil alih Kementerian LHK untuk dikembalikan ke negara dalam kondisi yang sudah dihutankan kembali. Jangan sampai pemerintah yang keluar uang untuk menghutankan kembali.

Terdapat 29 perusahaan yang menguasai lahan Register 40 yaitu PT FMP seluas 14.853 hektare, PT Wonorejo 7.892 hektare, PTPN IV 10.000 hektare, PT SSPI 5.500 hektare, Koperasi Bukit Harapan (dieksekusi) 23.450 hektare, KTPS 14.000 hektare, PT AML 21.000 hektare, Koperasi Langkimat 14.000 hektare, PT SSL 33.390 hektare, PT EPS 9.833 hektare, PT KM 2.000 hektare, PTPN II 10.000 hektare, PT Rapala 10.300 hektare, PT Inhutani IV 19.500 hektare.

Lalu ada ada juga Koperasi Parsub 17.000 hektare, kelompok masyarakat 10.000 hektare, KUD Sinar Baru 3.000 hektare, KUD Serba Guna 3.000 hektare (sudah bersertifikat), Koperasi KPN 1.500 hektare, PT Rispa 5.000 hektare, transmigrasi 7.135 hektare, PT SKL 82.502 hektare, PT CP 2.000 hektare, PT MAI 10.781 hektare, PT KAS 4.870 hektare, PT HBP 4.000 hektare, PT AMKS 4.500 hektare, PT AMKS 4.500 hektare, dan PT Jerman 300 hektare.

Namun belakangan yang mencuat hanya kasus lahan 47.000 hektare lahan milik DL Sitorus. Hal ini kemudian memunculkan reaksi banyak pihak dan mempertanyakan alasan Kementerian LHK yang hanya mempersoalkan DL Sitorus yang meninggal dunia pada 3 Agustus 2017 lalu.

Lanjut Dana, Kementerian LHK tidak transparan dalam pengelolaan uang dari tebusan yang diberikan perusahaan yang menggarap lahan di Register 40. Menurut perhitungannya, jumlah uang tebusan diperkirakan mencapai Rp 7,8 triliun dan harus dipertanggungjawabkan kepada publik.

"Perintah putusan MA dieksekusi semuanya, kemudian perusahaan diberikan waktu satu siklus tanam sawit kemudian dihutankan kembali. Nah, uang yang satu siklus tanam tersebut kan seharusnya dikembalikan ke negara. Kalau menurut hitungan kita sudah mencapai Rp 7,8 triliun, siapa yang pegang," bebernya.

Menurutnya, jika uang tersebut belum dibayarkan oleh PT Torganda maka pemerintah harus meminta. Kalau tidak, ada kerugian yang dialami negara dan memunculkan kecurigaan kalau uang tersebut di bagi-bagi kepada oknum.

Berdasarkan putusan MA Nomor 2642/K/PID/2006 yang sudah berkekuatan hukum dan memutuskan DL Sitorus bersalah melakukan penguasaan terhadap hutan negara lewat PT Torganda dan PT Torus Ganda. [wah]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Slank Siuman dari Jokowi

Selasa, 30 Desember 2025 | 06:02

Setengah Juta Wisatawan Serbu Surabaya

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:30

Pilkada Mau Ditarik, Rakyat Mau Diparkir

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:19

Bukan Jokowi Jika Tak Playing Victim dalam Kasus Ijazah

Selasa, 30 Desember 2025 | 05:00

Sekolah di Aceh Kembali Aktif 5 Januari

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:50

Buruh Menjerit Minta Gaji Rp6 Juta

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:07

Gegara Minta Duit Tak Diberi, Kekasih Bunuh Remaja Putri

Selasa, 30 Desember 2025 | 04:01

Jokowi-Gibran Harusnya Malu Dikritik Slank

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:45

Pemprov DKI Hibahkan 14 Mobil Pemadam ke Bekasi hingga Karo

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:05

Rakyat Tak Boleh Terpecah Sikapi Pilkada Lewat DPRD

Selasa, 30 Desember 2025 | 03:02

Selengkapnya