. Hasil kerja Panitia Khusus Hak Angket DPR tentang KPK berhasil membuka tabir yang selama ini tertutup rapat soal praktek-praktek para penyidik di KPK yang tidak berdasar aturan Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP), tidak sesuai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang akuntabel dalam kegiatan yang dikenal sebagai operasi tangkap tangan atau OTT yang penuh rekayasa.
Demikian disampaikan anggota Pansus Hak Angket DPR tentang KPK, M Misbakhun. Menurut Misbakhun, kesaksian Yulianis di bawah sumpah di hadapan Pansus Hak Angket KPK membuka praktek-praktek kotor para penyidik KPK dan Komisioner KPK.
"Bagaimana barang bukti kasus yang disita bisa beralih kepemilikan kepada pihak lain yang diduga punya kaitan dan hubungan dengan penyidik di KPK. Dugaan adanya Komisioner menerima uang sebesar Rp 1 miliar juga menjadi indikasi kuat praktek-praktek tidak benar di KPK yang selama ini terdengar samar-samar menjadi terbuka untuk publik," ungkap Misbakhun dalam keterangan beberapa saat lalu (Selasa, 25/7).
Belum lagi, sambung Misbakhun, temuan-temuan hasil audit BPK terhadap KPK yang hasilnya mengungkap adanya
mark-up pembangunan gedung KPK yang baru; adanya pengangkatan penyidik sebagai pegawai tetap berdasarkan kep.572/2012 yang melanggar PP Nomor 63/2005; diangkatnya orang yang sudah pensiun pada jabatan yang seharusnya diisi oleh pejabat pada usia aktif 56 tahun; adanya penggunaan anggaran untuk pegawai dan pejabat KPK yang tidak memenuhi aturan; adanya kelebihan pembayaran uang sewa dan temuan perlunya
lawfull interception KPK dilakukan
peer review dan diperbandingkan dengan Aparat Penegak Hukum lainnya sehingga perlu adanya
best practice internasional sebagai ukuran adalah sekian dari adanya bukti bahwa lembaga KPK memang perlu dilakukan evaluasi untuk memperbaikinya.
Melihat realitas tersebut, tegas Misbakhun, desakan kepada Presiden Jokowi untuk melakukan intervensi dengan turun tangan langsung untuk menghentikan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK adalah sebuah provokasi politik yang tidak patut dan bisa menjerumuskan presiden pada situasi posisi politi yang sulit.
"Jangan sampai tangan bersih Pak Jokowi dipakai sebagai pembersih bagi praktik-praktik kotor para penyidik KPK yang menyimpang dan penyimpangan keuangan yang masih ada di KPK," tegas Misbakhun.
Misbakhun menambahkan, partai politik yang mendukung keberadaan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK adalah partai-partai pendukung pemerintah yang selama ini mengamankan seluruh kebijakan politik Presiden Jokowi baik di DPR maupun di depan seluruh rakyat Indonesia. Seluruh kebijakan pemeritahan Jokowi-JK didukung dan diamankan oleh seluruh partai pendukung pemerintah. Misalnya saja, semua APBN dan APBN-P dibahas dan diselesaikan dengan baik dan tepat waktu; Perppu Nomor 1/2017 tentang Keterbukaan Informasi Keuangan untuk Perpajakan disetujui oleh semua partai pendukung pemerintah; dan RUU Pemilu yang isinya tentang
presidential threshold 20-25 persen disetujui dengan dukungan dari partai pendukung pemerintah.
"Partai pendukung pemerintah dengan Pansus Hak Angket DPR tentang KPK justru ingin mendukung Pak Jokowi dengan meluruskan politik penegakan hukum pemberantasan korupsi yang selama ini di dominasi oleh KPK supaya menjadi penegakan hukum yang akuntabel, transparan, memegang teguh hak asasi manusia dan jauh dari pencitraan yang menyesatkan publik," demikian Misbakhun.
[ysa]