Nasaruddin Umar/Net
Nasaruddin Umar/Net
MUSIBAH dan berbagai problem (balaun sayyiah) yang menimpa seseorang, keluarÂga, atau negara, tidak boleh serta merta dianggap negatif. Sebaliknya kesenangan dan kenyamanan (balaun hasaÂnah) belum tentu positif unÂtuk jangka panjang. Seringkali kita terkecoh menganggap ujian keburukan lebih berat daripada ujian kebaiÂkan. Padahal, ujian yang paling berat untuk diluÂlusi setiap orang ialah ujian berupa kebaikan. Yang membuat orang banyak jatuh bukan karena ujian keburukan seperti musibah, tetapi ujian kebaikan berupa kekayaan, jabatan tinggi, dan prestasi meÂnakjubkan. Sudah terlalu banyak contoh dalam hidup kita, musibah memicu andrenalin orang unÂtuk meraih perestasi puncak, sebaliknya kemewaÂhan dan keserbacukupan menggelincirkan banyak orang ke lembah kehinaan.
Biasanya jika orang ditimpa kemalangan, penderitaan, atau musibah, yang paling pertama dipanggil orang ialah Tuhan. Seolah-olah hanya Tuhanlah segala-galanya bagi dirinya. Dia pasrahkan diri sepenuhnya hanya kepada TuÂhannya. Ibadah pun terasa lebih syahdu dan khusyuk. Sebaliknya jika seseorang diuji denÂgan kemewahan dan kegemerlapan hidup banÂyak sekali yang dipanggil. Orang lain, yang boleh jadi tidak halal bagi dirinya yang selalu di-SMS. Tuhan Sang Pemberi Rezki justru tidak pernah dipanggil. Akibatnya, lupa diri dan hilang konÂtrol. Situasi seperti ini justru pertanda awal keÂjatuhan. Jika Tuhan menjauh dari diri seseorang maka dipastikan tidak ada ketenangan hidup. AlÂlah mengingatkan: "Ala bidzikrillah tathmainnul qulub" (Hanya dengan mengingat Allah akan terÂcapai ketenangan hidup).
Betapa banyak contoh dalam kehidupan dan dalam kisah Kitab Suci, mengingatkan kita bahwa ujian yang paling berat bagi manusia, baik sebaÂgai pribadi maupun sebagai anggota keluarga dan warga bangsa, jika tidak hati-hati dengan ujian keÂbaikan (balaun hasanah) maka akan tergelincir. Orang lebih mudah bangkit dari ujian keburukan daripada ujian kebaikan. Banyak sekali mantan orang terpinggirkan yang kemudian menduduki central power, banyak mantan orang miskin jadi konglomerat, dan banyak yang tadinya orang keÂcil menjadi orang besar. Dalam perjalanan jauh ke depan, yakni ujung hayat sampai akhirat, kita perlu menyiasati dua bentuk ujian ini. Jika balaun sayyiah mendera kita lawanlah dengan kesabaran (al-shabr) dan jika ujian kebaikan mendatangi kita hadapilah dengan kesyukuran (al-syukr). Al-Shabr dan al-syukr bagaikan dua kepal sayap kehidupan yang perlu diseimbangkan. Jangan hanya pandai bersabar terhadap musibah tetapi tidak pandai bersyukur terhadap kenikmatan hidup. Atau janÂgan hanya pandai bersyukur tetapi tidak tahan unÂtuk bersabar.
Populer
Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21
Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12
Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
UPDATE
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:13
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:12
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:05
Jumat, 19 Desember 2025 | 10:04
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:59
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:48
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:28
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:19
Jumat, 19 Desember 2025 | 09:05
Jumat, 19 Desember 2025 | 08:54