Berita

Foto/Net

X-Files

Anggota DPRD Mojokerto Ramai-ramai Balikin Duit

Kasus Suap Anggaran Proyek Politeknik
KAMIS, 13 JULI 2017 | 10:43 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Anggota DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur ramai-ramai mengembalikan duit yang berasal dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Langkah itu diambil setelah mereka menjalani pemeriksaan KPK.

Kemarin, 10 anggota DPRD Kota Mojokerto itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengalihan anggaran proyek Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Mereka menjalani pe­meriksaan di aula Wira Pratama Markas Polres Mojokerto.

Anggota Komisi II DPRD Kota Mojokerto, Jawa Timur, Junaedi Malik mengaku menerimaduit Rp 5 juta dari pimpinan DPR.

"Tadi disinggung (penyidik KPK), tapi kami tak tahu uang itu uang apa. Kami sebagai anggota tak pernah ada janjian terkait bagi-bagi uang untuk PENS," aku Junaedi usai men­jalani pemeriksaan.

Menurut politisi PKB ini, uang tersebut diterima dari Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB Abdullah Fanani pada Juni sebelum terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Junaedi mengaku tak tahu tujuan Fanani memberikan uang itu.Ia mengira uang itu pem­bagian untuk operasional ang­gota dewan. "Semua anggota (DPRD) terima masing-masing Rp 5 juta dari unsur pimpinan (Dewan)," bebernya.

Setelah diperiksa KPK, Junaedi berinisiatif mengembalikan uang tersebut. "Kalau saya tadi sudah saya kembalikan ke peny­idik. Saya kira (anggota DPRD) yang dipanggil semua kooperatif (mengembalikan uang). Karena semua anggota tak paham soal uang itu," kata Junaedi.

Hal yang sama dikatakan Sekretaris Komisi II DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi Partai Gerindra, Dwi Edwin Endra Praja.

"Uang Rp 5 juta memang pemberian dari pihak Kadis PUPR yang disalurkan melalui pimpinan (Dewan) ke anggota. Namun awalnya kami tak tahu, bersikeras itu uang rezeki. Saya tahunya setelah menjalani pe­meriksaan," tuturnya.

"Saya tak paham, karena ini ranahnya pimpinan (DPRD) dan Kadis PUPR," lanjut Dwi Edwin.

Setelah mengetahui sumber uang tersebut, Dwi Edwin be­rencana mengembalikannya kepada KPK. "Insya Allah kami semua sepakat mengembalikan, secepatnya. Teknisnya bisa lang­sung ke penyidik atau transfer ke rekening KPK," ujarnya.

Dalam pemeriksaan kemarin, para anggota dewan mengaku ditanya penyidik KPK soal pengalihan anggaran proyek Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS).

Usai menjalani pemerik­saan 5 jam, anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto Yunus Suprayitno mengaku ditan­ya soal rapat dengar pendapat (hearing) mengenai pengalihan proyek PENS Rp 13 miliar.

"Saya jelaskan, beberapa ang­gota (Dewan) tak sependapat PENS dijalankan tahun 2017. Alasan saya, Kota Mojokerto kecil, minim lahan. Kalau diban­gun PENS akan menjadi ke­wenangan (Kementerian) Dikti. Pemkot malah kehilangan aset. Kalau tak berkembang, jadi mang­krak," kata politisi PDIP ini.

Junaedi mengaku juga tak setuju proyek PENS dijalankan tahun ini karena banyak aspek legal yang belum terpenuhi.

"Yang jelas, saya sampaikan program PENS senilai Rp 13 miliar tetap di posnya, tak ada pengalihan. Kami tak tahu isu pengalihan anggaran," akunya.

Sedangkan anggota Komisi II Deny Novianto tak tahu detail mengenai proyek itu.

"Teknisnya saya tidak tahu. Karena sejak dilantik saya di Komisi I, baru-baru ini saja saya dipindah ke Komisi II yang mem­bidangi pembangunan," ujarnya.

Pemeriksaan terhadap ang­gota DPRD Kota Mojokerto berlangsung hingga malam. Rencananya, penyidik KPK akan melakukan pemanggilan terhadap anggota dewan lainnya hari ini.

Kilas Balik
Kepala Dinas PU Klaim Punya Bukti Dirinya Diperas Dewan


Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto, Wiwiet Febriyanto mengajukan diri se­bagai justice collaborator (JC). Ia bakal membongkar kasus korupsi yang dilakukan pejabat Mojokerto.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah menyarankan, tersangka sebaiknya kooperatif dalam menjalani proses pe­nyidikan. "Ini bisa membantu penyidik mempercepat proses penyidikan serta tidak menghalangi pengentasan perkara," ujarnya.

Sikap kooperatif ini, menurut Febri, akan menjadi pertimbanganbagi KPK untuk mengusul­kan tersangka sebagai JC.

Mengenai dalih Wiwiet yang menjadi korban pemerasan ang­gota DPRD, menurut Febri, bakal jadi masukan bagi penyidik dalam pengembangan perkara. Pengakuan itu masih perlu dida­lami kebenarannya. "Kita tun­taskan dulu pemeriksaannya."

Kuasa hukum Wiwiet Suryono Pane menandaskan, kliennya siap buka-bukaan dalam kasus ini. Wiwiet bersedia menjadi JC untuk mengungkap semua pihak yang terlibat.

"Dia berjanji kooperatif, mengakuiperbuatan yang dilakukan dan membuka apa ada kasus lain yang diketahuinya," kata Suryono.

Suryono mengatakan ada bukti permintaan uang dari tiga pimpi­nan DPRD Kota Mojokerto ke­pada Wiwiet. Semuanya terekam di telepon seluler Wiwiet. Bukti itu sudah dipegang penyidik.

"Intinya ada permintaan dan penekanan yang dilakukan tiga pimpinan Dewan dan ada saksi yang melihat. Saksi itu masih dirahasiakan, akan dihadirkan pada proses persidangan," kata Suryono.

Suryono mengungkap Wiwiet sudah mewaspadai bakal adan­ya permintaan dana dari Dewan dan pihak lainnya. Bahkan pihak keluarga sempat men­yarankan Wiwiet mundur saja dari jabatannya.

"Ada satu kasus lagi yang kami pastikan akan kami bong­kar. Klien kami diminta sampai Rp 1 miliar," beber Suryono.

Untuk memenuhi permintaan pejabat di Kota Mojokerto itu, Wiwiet sampai berutang. "Dia menggadaikan rumah milik orang tuanya," tutur Suryono.

Pejabat eksekutif Kota Mojokerto minta bantuan langsung kepada Wiwiet. Lantaran tak memegang uang tunai, Wiwiet memutuskan menjaminkan sertifikatrumah orang tuanya agar bisa memenuhi permintaan uang Rp 1 miliar.

Namun Suryono belum ber­sedia membuka identitas yang meminta uang kepada Wiwiet. "Nanti akan disampaikan dalam proses penyidikan lanjutan," sergahnya.

Yang penting, sambung Suryono, pihaknya berusaha agar Wiwiet memperoleh status JC dulu. "Kita berusaha kooperatif agar segera memperoleh status JC," tandasnya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka. Yakni Wiwiet, Ketua DPRD Purnomo, Wakil Ketua DPRD Umar Faruq dan Wakil Ketua DPRD Abdullah Fanani. ***

Populer

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Polri Gandeng INASSOC Sosialisasikan Aturan Penggunaan Airsoft Gun

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:34

Wamenkop Ferry Juliantono Ingin Gapoktan Naik Kelas

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:33

Kontrol Sipil ke Militer Harus Objektif, Jangan Pragmatis

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:23

Warga Jakarta Diminta Waspada Cuaca Ekstrem

Jumat, 14 Maret 2025 | 15:12

Hasto Siap Sampaikan Eksepsi Pekan Depan

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:51

Sidang Perdana Duterte di ICC, Momen Bersejarah bagi Keadilan Internasional

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:30

Polisi Ungkap Motif Pembunuhan Ibu dan Anak di Tambora

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:23

Anggaran Makan Bergizi Gratis Naik dari Rp71 Triliun Jadi Rp171 Triliun

Jumat, 14 Maret 2025 | 14:17

Pengamat: Bagaimana Mungkin Seorang Teddy Dilantik jadi Seskab?

Jumat, 14 Maret 2025 | 13:59

Korsleting Baterai Jadi Penyebab Kebakaran Air Busan

Jumat, 14 Maret 2025 | 13:54

Selengkapnya