Berita

Darmin-Sri/Net

Politik

Punya Andil Perlambat Ekonomi, Sri Mulyani Tidak Bisa Tidur

RABU, 05 JULI 2017 | 11:38 WIB | OLEH: GEDE SANDRA

SRI Mulyani tidak bisa tidur karena takut pendapatan negara dari pajak dikorupsi. Demikian curahan hati yang disampaikan oleh sang Menteri Keuangan (Menkeu) yang telah 11 bulan menjabat tersebut, di acara Kongres Ke-4 Diaspora Indonesia yang berlangsung di gedung Kota Casablanca, Jakarta, Sabtu (1/7).

Hebat sekali, saya jadi bingung harus berkata apa atas derita Sri Mulyani tersebut. Yang terekam dalam ingatan saya: dahulu dirinya sebagai Menkeu zaman SBY ikut bantu ringankan pajak Paulus Tumewu dan Halliburton; ikut bertanggung jawab atas gagalnya Reformasi Pajak Jilid II (2008-2014) bersama Darmin Nasution -sebagai Dirjen pajak era itu. Sri Mulyani kemudian menjadi exile ke Bank Dunia karena divonis DPR Republik Indonesia bertanggung jawab atas Mega Skandal Korupsi Bank Century. Mengapa kini mendadak jadi pahlawan anti korupsi?

Sebut Korupsi Sebabkan Krisis Ekonomi, Sri Mulyani Terlalu Sederhanakan Masalah

Namun bukan masalah "pencitraan murahan" sebagai pahlawan anti korupsi yang jadi pokok bahasan kita, melainkan tentang ucapan Sri Mulyani selanjutnya di forum yang sama. Tentang korupsi dalam hubungannya dengan ilmu ekonomi. Dalam pidatonya, dengan enteng ia menyebutkan bahwa, "Korupsi dapat menciptakan krisis ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia 1997/1998".

Saya menggugat pernyataan ini. Mengatakan bahwa krisis ekonomi disebabkan oleh korupsi, terlalu menyederhanakan masalah. Ini bukti dari pengetahuan yang sangat konvensional dalam memandang kompleksitas realitas perekonomian.

Ada faktor-faktor yang sifatnya endogenous dari sistem ekonomi Asia sebelum 1997, yang disampaikan oleh para peneliti alternatif. Dalam buku 'bunga rampai' yang berjudul Financial Liberalization and the Asian Crisis (2001), yang disusun oleh trio intelektual dari Cambridge University: Ha-Joon Chang, Gabriel Palma, dan D. Hugh Whittaker, disimpulkan bahwa krisis adalah "hasil dari liberalisasi finansial yang terlewat cepat dan prematur, dalam dunia yang sedang mengalami peningkatan volatilitas dan likuiditas keuangan".

Dalam karya ilmiah yang berjudul Indonesia: from Showcase to Basket Case (1998), Rizal Ramli dan Jonathan Pincus (London University) menjelaskan, bahwa penyebab jatuhnya perekonomian Indonesia tahun 1997-1998 (merupakan yang terparah dari negara-negara tetangga yang terimbas Krisis Finansial/Mata Uang Asia 1997) disebabkan oleh serangkaian kesalahan kebijakan ekonomi dan oleh karakter patrimonial pengambilan-kebijakan di penghujung era Suharto. Salah satu faktor yang menyebabkan krisis semakin parah adalah saat pemerintahan sistem patrimonial Orde Baru tersebut mencoba-coba menjalankan berbagai program liberalisasi finansial.

Sepuluh tahun setelah berlalunya krisis ekonomi di Indonesia dan Asia, pada tahun 2007-2008 terjadi krisis ekonomi yang jauh lebih dashyat di Amerika Serikat (AS) yang imbasnya terutama ke Eropa dan akhirnya sebagian besar wilayah Dunia. Dikenal sebagai Great Ressesion (Resesi Akbar). Dalam sebuah karya ilmiah, Policy Research Working Paper 4726 terbitan Bank Dunia yang berjudul Sub Prime Crisis Implications for Emerging Markets (2008), disebutkan, bahwa subprime mortgage, hipotek perumahan yang menjadi biang kolapsnya sistem finansial AS, dilahirkan dari proses liberalisasi finansial di AS yang dimulai sejak tahun 1980.

Sudah jelas, korupsi bukanlah penyebab utama dari krisis ekonomi yang terjadi dalam 20 tahun belakangan di dunia. Kalau saya sih menduga bila Sri Mulyani sebenarnya tidak tidur karena hal yang lain, yaitu karena perlambatan ekonomi negara yang dipimpinnya.

Bersama Darmin Nasution, Punya Andil Memperlambat Ekonomi

Sudah benar itu. Jangan lah tidak bisa tidur karena takut pendapatan pajak negara dikorupsi. Toh, untuk memberantas korupsi dan penegakan hukumnya sudah disiapkan banyak aparatusnya mulai dari KPK, Polisi, Kejaksaan, hingga Kehakiman. Bila ada yang mencurigakan tinggal dilaporkan. Sebagai seorang ekonom, Sri Mulyani tugasnya bukan mengawasi korupsi, tapi memastikan kementerian keuangan yang dipimpinnya  ikut memompa perekonomian.

Normalnya, ekonom manapun pasti tidak dapat tidur bila ternyata dirinya salah dalam melakukan kebijakan, sehingga akhirnya menyebabkan perlambatan perekonomian. Karena umumnya, bila perlambatan ekonomi dibiarkan berlarut-larut tanpa strategi terobosan untuk membalikkannya, dapat saja berujung pada resesi.

Tidak nendangnya 15 Paket Ekonomi Menko Perekonomian Darmin Nasution, yang berkombinasi dengan kebijakan pengetatan anggaran (austerity policy) dan obok-obok pajak Menkeu Sri Mulyani (realisasi penerimaan pajak-minus amnesti pajak- 2016 hanya 73,6% dari target APBNP 2016, terburuk selama pemerintahan Jokowi) adalah faktor-faktor penentu melambatnya perekonomian Indonesia. Artinya baik Darmin Nasution maupun Sri Mulyani punya andil sebabkan perlambatan ekonomi.

Bukan Sri Mulyani namanya bila tidak coba berkelit. Dalam pernyataan di Kementerian Keuangan (3/7), ia menyatakan, bahwa “mungkin”  perlambatan ekonomi 2014-2016 akibat (harga) komoditas masih berimbas pada penurunan daya beli rakyat saat ini. Kali ini harga komoditi ekspor coba dijadikan kambing hitam olehnya.

Tapi sayang kali ini ia gagal berkelit. Faktanya harga komoditi-komoditi andalan Indonesia per bulan Juli 2017 malah naik di pasar internasional bila dibandingkan tahun lalu (sumber: tradingeconomics.com). Semisal, harga batubara per Juli 2017 posisinya naik 28% bila dibandingkan dengan posisi per Juli 2016. Harga kelapa sawit per juli 2017 posisinya naik 14,8 persen bila dibandingkan dengan posisi per Juli 2016. Bahkan harga minyak bumi mentah per Juli 2017 saja posisinya juga naik 9,1 persen bila dibandingkan dengan posisi per Juli 2016. Harga gas alam per Juli 2017 pun terkerek naik 11,5 persen bila dibandingkan dengan posisi per Juli 2016.

Sementara itu, perayaan Hari Raya Lebaran 2017 mungkin adalah yang tersepi dalam 20 tahun terakhir setelah Krisis Ekonomi 1997-1998. Pasar Tanah Abang yang setiap lantai biasanya penuh sesak saat menjelang Lebaran, saat Lebaran kemarin mendadak lengang seperti lapangan saja layaknya. Secara rata-rata penjualan turun 30 persen bila dibandingkan tahun lalu. Di beberapa blok, bahkan penurunannya dapat mencapai 70 persen!

Para pengusaha retail mengeluh tentang turunnya pembelian yang rata-rata mencapai 30 persen. Pemain retail asing, Seven Eleven, baru bulan lalu menutup gerainya karena sepinya pembeli. Muda mudi kelas menengah telah kurangi budgetnya hanya untuk membeli kopi secangkir Rp 15.000 sebagai modal nongkrong berjam-jam main wifi gratisan di Seven Eleven.

BPS pun memperkuat fakta menurunnya permintaan barang konsumsi ini dengan menyebutkan terjadi penurunan sebesar 0,38 persen pada Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk barang konsumsi per Juni 2017 bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. [***]

Penulis adalah peneliti ekonomi politik di Lingkar Studi Perjuangan

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya