Berita

Diskusi ProDem/RMOL

Politik

Gerakan Populis Spiritual Tidak Mungkin Bisa Tumbangkan Rezim

KAMIS, 15 JUNI 2017 | 19:54 WIB | LAPORAN:

Aksi bela Islam 2 Desember (aksi 21) disebut sebagai gerakan populisme spiritual. Bahkan kemungkian Gerakan populis spiritual kembali terjadi untuk menetang rezim pemerintahan.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi menilai gerakan populis spiritual untuk menentang pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sangat tidak mungkin terjadi.

Menurutnya, gerakan populis spiritual pada aksi 212 hanya bersifat temporer dan bersifat jangka pendek. Terlebih jika gerakan populis spiritual terjadi maka akan ada perubahan idiologi politik negara.

"Saya tidak percaya gerakan populis spiritual menumbangkan rezim saat ini. Sebab populisme spiritual hanya jangka pendek bisa, tetapi untuk jangka panjang saya kira akan sulit," ujarnya saat diskusi bertajuk 'Gerakan Populisme Spiritual, akankah Membangkitkan Sosio-Nasionalisme Indonesia?' Di Hotel Mega, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).

Muradi menilai, gerakan populis spiritual yang terjadi pada aksi 212 kemarin lebih condong kepada ketokohan pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab serta tersudutnya kaum mayoritas. Namun disisi lain, ada kepentingan yang berbeda yakni keresahan masyarakat menengah mengenai propaganda masuknya etnis tiongkok di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut jugalah yang menyulitkan gerakan populis spiritual bisa merubah keadaan politik.

"Populis spiritual ini tidak kuat untuk mewakili lintas sektoral. Kalau mengarahnya kepada penguatan kebangsaan itu tidak masalah tetapi dari populis spiritual ini publik akan terbelah, kamu dengan kita dan ancamannya memecah bangsa" ujarnya.

Sejurus dengan Muradi, Senator ProDem, Dhia Prekasha Yudha menilai bukan sekedar populis spiritual saja untuk dapat menciptakan sebuah revormasi, namun kesenjangan ekonomi, kesenjangan politik juga menjadi faktor lain dalam mendorong sebuah perubahan.

"Gerakan populisini sementara waktu, dan ini cuma dipakai sebagai gaya politik. Populisme ini bisa dipakai siapa saja dan dimainkan kelas menengah. Kelas menengah yang merasa kecewa elitnya. Tetapi bukan sekedar spiritualisme saja," demikian Dhia.[san]

Populer

Rocky Gerung Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi

Minggu, 19 Mei 2024 | 03:46

Dulu Berjaya Kini Terancam Bangkrut, Saham Taxi Hanya Rp2 Perak

Sabtu, 18 Mei 2024 | 08:05

Bikin Resah Nasabah BTN, Komnas Indonesia Minta Polisi Tangkap Dicky Yohanes

Selasa, 14 Mei 2024 | 01:35

Massa Geruduk Kantor Sri Mulyani Tuntut Pencopotan Askolani

Kamis, 16 Mei 2024 | 02:54

Ratusan Tawon Serang Pasukan Israel di Gaza Selatan

Sabtu, 11 Mei 2024 | 18:05

Siapa Penantang Anies-Igo Ilham di Pilgub Jakarta?

Minggu, 12 Mei 2024 | 07:02

Aroma PPP Lolos Senayan Lewat Sengketa Hasil Pileg di MK Makin Kuat

Kamis, 16 Mei 2024 | 14:29

UPDATE

Helikopter Rombongan Presiden Iran Jatuh

Senin, 20 Mei 2024 | 00:06

Tak Dapat Dukungan Kiai, Ketua MUI Salatiga Mundur dari Penjaringan Pilwalkot PDIP

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:47

Hanya Raih 27 Persen Suara, Prabowo-Gibran Tak Kalah KO di Aceh

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:25

Bangun Digital Entrepreneurship Butuh Pengetahuan, Strategi, dan Konsistensi

Minggu, 19 Mei 2024 | 23:07

Khairunnisa: Akbar Tandjung Guru Aktivis Semua Angkatan

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:56

MUI Jakarta Kecam Pencatutan Nama Ulama demi Kepentingan Bisnis

Minggu, 19 Mei 2024 | 22:42

Jelang Idul Adha, Waspadai Penyakit Menular Hewan Ternak

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:57

KPU KBB Berharap Dana Hibah Pilkada Segera Cair

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:39

Amanah Ajak Anak Muda Aceh Kembangkan Kreasi Teknologi

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:33

Sudirman Said Maju Pilkada Jakarta, Ini Respons Anies

Minggu, 19 Mei 2024 | 21:17

Selengkapnya