Berita

Basuki Tjahaja Purnama/Net

Politik

Penahanan Ahok Panas Lagi

Digugat Ke MK
RABU, 14 JUNI 2017 | 09:16 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Proses ditahannya Ahok kembali jadi barang panas. Soalnya, kemarin, Mahkamah Konstitusi mulai menggelar sidang uji materi soal pasal yang jadi landasan hakim menahan eks gubernur Jakarta itu, usai divonis bersalah dalam kasus penistaan agama.

Seperti diketahui, penahanan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama dinilai janggal oleh beberapa pihak. Karena itu, seorang bernama Zain Amru Ritonga, anggota Organisasi Advokat Indonesia, mengajukan gugatan uji materi atas Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP yang menjadi landasan hakim dalam menahan Ahok. Uji materi didaftarkan sejak 23 Mei 2017.

Pasal itu digunakan Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk menahan Ahok. Kuasa hukum pemohon, Bonget Jhon Sihombing menyebut, Pasal 193 ayat 2 huruf a dinilai telah bertentangan dengan pandangan atau aliran, pikiran, nilai, jiwa, dan semangat UUD 1945 sebagaimana Pasal 28D ayat 1 dan Pasal 1 ayat 3.


Menurut penggugat, pasal yang digunakan untuk menahan Ahok menimbulkan perbedaan penafsiran atau multitafsir dan perbedaan pendapat yang luas. Pengadilan memutuskan terdakwa ditahan. Padahal selama proses persidangan, suami Veronica Tan itu tidak ditahan.

"Maka banyak pihak yang beranggapan, terdakwa yang diputus berdasarkan Pasal 193 ayat 2 huruf a tersebut tidak boleh ditangguhkan penahanannya, walaupun masih ada proses banding. Namun, di sisi lain ada yang berpendapat masih bisa ditangguhkan penahanannya," ujar Boget dalam sidang perdana gugatan itu di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, kemarin.

Selain multitafsir, penggugat juga menilai Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP telah bertentangan dengan prinsip praduga tidak bersalah. Kemudian, apa yang diputuskan hakim di luar kebiasaan, yakni tidak langsung menahan terdakwa.

Maka penggugat berpendapat, Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap hak persamaan di muka hukum. Di mana, hakim pengadilan negeri secara subjektif dan dapat menahan terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan pada saat dijatuhkannya putusan.

"Faktanya, terdapat pembedaan atau disparitas putusan. Selama ini lebih banyak hakim pengadilan negeri tidak melakukan penjatuhan putusan penahanan terhadap terdakwa yang selama proses persidangan tidak ditahan," terang Bonget.

Namun dalam kasus Ahok, terdakwa ditahan pada saat penjatuhan putusan dengan dasar pertimbangan Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP.

Sidang pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Prof Saldi Isra ini akan dilanjutkan pada 3 Juli dengan agenda memperbaiki permohonan.

Salah satu advokat dari Organisasi Advokat Indonesia, Virza Roy menyebut, penahanan Ahok setelah dia menyatakan banding di sidang adalah janggal. "Hal ini tidak biasa terjadi," ujarnya.

Pendapat lain menganggap putusan terhadap Ahok mengebiri hak terdakwa yang telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. "Terdakwa memiliki hak untuk dianggap tak bersalah sepanjang belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap yang menyatakannnya dirinya bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah," tegas Virza.

Sementara pendapat kedua menyatakan, penahanan Ahok tidak dapat ditangguhkan dalam proses banding sebelum adanya putusan lain yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri.

Perbedaan tafsir ini dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum yang diatur dalam Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Dalam berkas uji materi, mereka memohon hakim agar menyatakan pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.

Meskipun belakangan Ahok telah mencabut gugatan sidang dan hukumannya menjadi berkekuatan hukum tetap, Virza menyatakan uji materi yang diajukan masih kontekstual. "Ketidakpastian hukum ini berpotensi melanggar hak-hak siapapun untuk mendapatkan jaminan atas kepastian hukum yang adil," tandasnya. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya