Berita

Foto: RMOL

Dunia

Dijatuhi Sanksi Bertubi-tubi, Korea Utara Tetap Bertaji, Ternyata Ini Rahasianya

SELASA, 13 JUNI 2017 | 05:04 WIB | LAPORAN: TEGUH SANTOSA

Dalam sepuluh tahun terakhir, sejak 2006, Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara dijatuhi sanksi bertubi-tubi oleh PBB. Hingga tahun 2017, setidaknya ada tujuh sanksi yang dijatuhkan PBB untuk Korea Utara. Semua sanksi terrkait dengan uji coba persenjataan.

Diharapkan berbagai sanksi yang dijatuhkan itu mampu menekan Korea Utara agar mau menghentikan program persenjataan nuklir mereka.

Sanksi pertama diberikan PBB melalui Resolusi 1718 Dewan Keamanan PBB di tahun 2006. Tiga tahun kemudian, PBB kembali menjatuhkan sanksi melalui Resolusi 1874 DK PBB.

Di era Kim Jong Un, sanksi pertama dari PBB diberikan pada Januari 2013, melalui Resolusi 2087 setelah Korea Utara berhasil meluncurkan satelit. Tak lama berselang, hanya butuh dua bulan, PBB kembali menjatuhkan sanksi melalui Resolusi 2094.

Tiga tahun setelah itu, di bulan Maret 2016, PBB menjatuhkan sanksi setelah Korea Utara sebagai respon atas uji coba senjata nuklir keempat. Sanksi melalui Resolusi 2270 ini melarang negara-negara anggota PBB mengekspor emas, vanadium, titanium dan material-material langka lainnya yang dapat digunakan dalam pengayaan hulu ledak nuklir.

Di bulan November 2016 PBB melalui Resolusi 2321 melarang ekspor batubara. Kali ini, Republik Rakyat China (RRC) yang selama ini dikenal sebagai skondan utama Korea Utara mendukung resolusi itu.

Korea Utara tidak hanya dijatuhi sanksi oleh PBB. Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang, juga Uni Eropa pun memberikan tekanan yang tidak kecil untuk memperlemah Korea Utara.

Tetapi bukannya melemah, Korea Utara malah semakin berani memperlihatkan kemampuan militer mereka.

“Mereka kira dengan menjatuhkan berbagai sanksi kami akan lemah. Justru sebaliknya, sanksi-sanksi itu lah yang membuat kami semakin kuat,” ujar Dutabesar Korea Utara An Kwang Il ketika berkunjung ke kediaman pendiri Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea, Rachmawati Soekarnoputri, akhir pekan lalu (Sabtu, 10/6).

“Dulu mereka meragukan kemampuan kami. Tapi kini mereka percaya kami memiliki kemampuan persenjataan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Rudal kami bisa mencapai wilayah Amerika Serikat,” sambungnya.

Dubes An Kwang Il mengatakan, negaranya belajar banyak dari tekanan dunia internasional yang mereka terima selama ini. Sebuah negara bila lemah dan mau dilemahkan akan semakin rendah posisinya di mata rezim internasional.

“Kalau Anda mau diperlakukan sebagai negara berdaulat, Anda harus kuat. Kini mereka (rezim internasional) tidak bisa menyepelekan kami,” masih katanya.

Lantas apa rahasia di balik kemampuan Korea Utara menghadapi berbagai sanksi yang datang bertubi-tubi itu?

Dubes An Kwang Il mengatakan, rahasianya hanya satu kata, yaitu byungjin.

Kebijakan byungjin diperkenalkan Kim Jong Un pada tahun 2013 dalam sebuah pertemuan pimpinan Partai Pekerja Korea di bulan Maret 2013. Kebijakan ini dapat dipandang sebagai kelanjutan dari kebijakan sebelumnya, songun, yang menjadi tema utama di era Kim Jong Il.

Kebijakan byungjin berbeda dengan kebijakan songun. Kebijakan songun hanya memberikan tekanan pada pembangunan sektor militer dan pertahanan sebagai respon terhadap agresifitas dunia internasional, sementara kebijakan byungjin memberikan tekanan yang sama antara pentingnya membangun industri pertahanan dan militer dengan pembangunan ekonomi.

“Pemimpin kami mengatakan, karena tidak ada tanda-tanda Amerika Serikat dan sekutunya akan mengubah pendekatan permusuhan mereka, maka tidak ada cara lain bagi kami untuk benar-benar menyandarkan diri kami pada kekuatan kami sendiri. Sekarang, kami semakin yakin, pendekatan baru itu berhasil,” demikian Dubes An Kwang Il. [guh]

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya